I hope you like and enjoy my story!
Happy reading!
~●~
"Mon, lo nggak capek tidur mulu?" Tanya Rian. Cowok itu menatap Mondy yang terbaring di bangkar rumah sakit sejak delapan hari lalu pasca kecelakan yang menimpa dirinya dan Raya.
Mondy dinyatakan koma, sama seperti Raya, bedanya Raya sudah sadar sehari yang lalu. Nyawa keduanya hampir tidak bisa diselamatkan. Raya dan Mondy terlalu banyak kehilangan darah.
"Emangnya lo nggak pengen liat Raya? Dia uda sadar kemarin." Lanjut Rian dengan suara lirih.
Rian menatap Mondy yang tidak terganggu sama sekali dengan suaranya. Banyak sekali alat yang terpasang di tubuh Mondy. Rian bertanya-tanya, bagaimana jadinya kalau alat itu dilepas?
Rian menggeleng cepat, Rian tidak bisa membayangkan itu, Rian nggak mau kehilangan Mondy. Sahabatnya. Rian juga nggak mau ngelihat Raya hancur yang juga menghancurkan dirinya.
Rian menghembuskan nafas panjang, sekali lagi ia menatap tubuh Mondy yang tetap tenang sebelum akhirnya ia keluar dari ruangan itu.
Sebelum benar-benar keluar, Rian melepas pakaian steril yang dikenakan saat memasuki ruangan Mondy. Mondy berada di ICU, keadaannya sangat memprihatinkan. Sehingga orang yang ingin menjenguknya harus mengenakan pakaian steril.
"Rian."
Rian menoleh, ia menemukan Angga, Ari, Aisyah, Syifa, dan Rani yang berjalan ke arahnya.
"Gimana keadaan Mondy?" Tanya Angga.
"Masih sama kek kemarin."
"Gue masih berharap kalo ini mimpi." Gumam Syifa sambil menatap kosong koridor rumah sakit. Angga di sampingnya mengelus pundak ceweknya itu, menguatkan.
Ke enam remaja itu berjalan beriringan menuju kamar inap Raya. Tidak ada canda tawa atau ledekan-ledekan selama di jalan. Mereka terlalu terkejut dengan berita yang mereka dapatkan. Mereka tidak ingin membayangkan jika salah satu dari mereka akan pergi. Mereka belum siap.
"Rayaaaa." Teriak Syifa saat membuka ruang inap Raya. Ia berteriak dengan nada ceria semata-mata untuk menghibur Raya, sebab semenjak bangun dari koma, Raya belum mengunjungi Mondy. Raya seperti kehilangan tujuan hidup saat mendengar Mondy belum sadar dari komanya. Rian sampai merasa separuh hidupnya mati.
Raya melihat sahabat-sahabatnya yang memasuki ruangannya. Ia memberikan seulas senyuman tipis. Mereka yang melihat senyuman Raya itu tersenyum senang. Terlebih Rian, cowok itu bahkan sampai memeluk Raya erat.
"Jangan kek kemarin lagi. Gue takut." Bisik Rian disela pelukannya. Raya membalas pelukan Rian tak kalah erat. "Maaf." Lirihnya.
"Gue nggak mau kehilangan lo lagi, cukup lima belas tahun lalu kita dipisahkan takdir." Kata Rian sambil melepas pelukannya, ia menatap Raya sendu. Menyiratkan bagaimana ketakutannya Rian saat Raya koma. Bagaimana hancurnya Rian saat Raya tak kunjung bangun. Dan bagaimana sedihnya Rian saat mendengar kabar Raya kecelakaan.
"Hei, gue nggak bakal ninggalin lo." Raya meyakinkan Rian dengan menggenggam kedua tangan Rian erat, ia menatap Rian sembari tersenyum teduh.
Rian membalas tatapan Raya, ia kembali memeluk Raya, kali ini lebih erat dari sebelumnya.
"Uda kali, masih ada orang disini." Celetuk Angga yang membuat pelukan mereka terlepas.
"Untung Raya kembaran lo. Kalo enggak, uda gue tonjok lo buat Rani. Nggak liat apa dari tadi dia envy ngeliat kalian." Gurau Ari. Rani yang disebut-sebut namanya jadi salah tingkah. Rian menatap ceweknya itu dengan senyum menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya✔
Підліткова література"Hidupnya yang dulu kelabu, menjadi mejikuhibiniu." Jangan lupa, setelah duka ada tawa, begitupun sebaliknya. Dan semua itu sebab Takdir Sang Pencipta. Cover by pinterest. © Fryanti Ishara Rifani, 2018.