36

425 44 5
                                    

I hope you like and enjoy my story!

Happy reading!

~●~

Rian. Cowok itu melempar jaketnya ke sembarang arah. Ia mengacak-acak rambutnya kesal. Sedari tadi ia masih memikirkan alasan Mondy tidak pernah mengatakan bahwa ia memakai barang yang ditemukannya tadi.

Rian, Mondy, Angga, Ari, Syifa, Rani, dan Aisyah. Ke tujuh remaja itu bersahabat sejak kelas sepuluh. Mereka mulai akrab dan sering bermain bersama semenjak MOS waktu itu, karena kebetulan ke tujuh remaja itu satu kelompok saat MOS. Di antara mereka semua tidak ada yang satu SMP dengan Mondy. Mereka benar-benar mengenal Mondy saat SMA. Sikap Mondy dulu sangat dingin, yang tahu bagaimana sikap hangat cowok itu hanya teman-teman SMP-nya dulu. Termasuk cowok yang pernah menepuk pundak Mondy dua kali saat di koridor.

Sebagai sahabat, tentu Rian merasa sedih, marah, dan kecewa dengan sikap Mondy. Hanya takut ditinggal, Mondy bisa menyembunyikan rahasianya itu. Tidak, bukan hanya. Rian salah, sebab rasa takut kehilangan saat ditinggal itu rasanya sakit luar biasa, bisa juga menimbulkan trauma.

Ketukan pintu mengalihkan pandangan Rian, disana ada gadis manis nan galak yang notaben adalah kembarannya. Rian menatap gadis itu sendu, ia memikirkan bagaimana kalau Raya tahu keadaan Mondy? Apa ia akan meninggalkan Mondy seperti yang Mondy takutkan? Atau justru tetap disisi Mondy dan memberinya semangat?

Rian menggeleng cepat, menepis pikiran-pikiran buruk yang membelenggu otaknya.

"Rian kenapa?" Tanya Raya.

Rian menggeleng pelan, "Nggak papa, lo mau kemana?" Melihat pakaian rapi yang dikenakan Raya, tentu membuat kernyitan bingung di dahi Rian.

"Mau jalan sama Mondy." Jawab Raya. Rian hanya mengangguk, tidak tahu harus merespon bagaimana.

"Lo beneran nggak papa, gue ngerasa gelisah banget dari tadi." Raya menghela nafasnya perlahan. "Lo kalo mau cerita, gue dengerin. Masih ada waktu beberapa menit sebelum Mondy jemput atau lo bisa cerita nanti kalo gue uda balik. Gimana?"

Rian menggeleng, Rian jelas paham. Raya pasti ikut merasa nggak tenang. "Gue nggak papa, cuma lagi mikirin tugas aja, susah banget. Heheh."

Rian melemparkan senyum yang terkesan dipaksakan. Raya hanya mangut-mangut tanpa bertanya lagi. Padahal ia tahu kalau Rian sedang berbohong. Rian juga butuh privasi, nggak semua yang terjadi harus dibagi. Begitu pikir Raya.

"Yaudah. Lo bisa cerita ke gue kapan aja."

"Siap, kalem aja. I'm okey."

"Okey, gue turun." Pamit Raya.

"Ray," Panggil Rian. Raya menoleh dan menghentikan langkahnya. "Kenapa?"

"Hati-hati." Ujarnya sarat makna.

~●~

"Mon, lo tau Rian kenapa?"

Nada khawatir yang terselip dari pertanyaan Raya membuat Mondy tersenyum tipis.

"Emangnya dia kenapa?" Tanyanya balik.

"Gue rasa dia lagi ada masalah. Mungkin lo tau. Dia dari rumah lo kan tadi?"

Mondy mengangguk kaku. Ia yakin, Rian memikirkan masalahnya.

Raya✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang