31

403 36 4
                                    

I hope you like and enjoy my story!

Happy reading!

~●~

Malam hari, di Draf Cafe. Delapan remaja dengan gender yang berbeda duduk mengitari meja.

"Mon, nambah boleh gak?" Tanya Angga. Syifa di sebelahnya menunduk malu.

"Serah." Singkat Mondy.

Angga tersenyum senang. Ia mengangkat tangan memanggil pelayan.

"Mau nambah apa, Mas?" Tanya perempuan muda dengan seragam khas pegawai cafe.

"Dalgona coffe satu sama tiramisu cake."

"Sudah?"

"Sama red velvet cake satu." Sahut Ari.

"Ada lagi?"

"Uda, itu aja."

"Baik, pesanan akan segera diantar." Perempuan itu berbalik setelah menyatat pesanan di tab yang secara otomatis mengirim catatan pesanan ke chef yang ada di dapur.

"Lo gak mau pesen makan?" Raya yang ditanya Mondy menggelengkan kepalanya yang ketiga, sebagai jawaban dari pertanyaan yang sama.

"Gue pesenin matcha cake, ya."

"Gausah, Mon. Gue gak laper." Tolak Raya, halus.

"Tapi lo belum makan dari sepulang sekolah." Protes Mondy. Raya melirik tajam Rian, pasti Rian yang melapor ke Mondy kalau Raya tidak makan sepulang sekolah.

Rian nyengir dan mengacungkan dua jarinya.

"Minimal perut lo ada isinya."

Belum sempat Raya menolak, Mondy sudah beranjak, ia menghampiri meja kasir dan memesankan matcha cake serta milkshake matcha untuk Raya.

Raya menoyor gemas kepala Rian. "Mendadak jadi kang pos ya lo?!" Ucapnya sarkas.

"Abisnya gue suruh makan gak mau. Yaudah, gue bilang aja ke Mondy." Raya mendesis sebal mendengar jawaban Rian.

Raya melihat Mondy yang berjalan kembali ke meja mereka. Setelah Mondy mendudukan diri di sebelahnya, ia menyerang Mondy dengan protesan. "Kan gue uda bilang gak mau."

"Lo perlu makanan buat ganjel perut."

"Ih, gue tuh gak laper." Namun bunyi suara dari perut Raya membuatnya bungkam dan menunduk malu. Mondy tersenyum miring. Sementara teman-temannya tertawa riang.

"Gak laper ya?" Tanya Mondy sambil menahan tawa.

Pipi Raya bersemu malu, "G-gue males makan." Gugup Raya.

Baru Mondy akan menjawab, pegawai cafe yang berbeda dengan tadi mengantarkan pesanan mereka.

"Makasih, Mbak." Pegawai itu tersenyum membalas ucapan Angga.

Mondy mengambil matcha cake serta milkshake matcha, ia menyerahkannya ke Raya. "Makan atau gue suapin?"

Raya dengan gerakan cepat mengambil sendok kecil, lalu menyuapkan kue berwarna hijau itu ke mulutnya.

Ia memejamkan matanya nikmat merasakan kelembutan dan rasa enak kue di mulutnya.

"Enak banget." Gumamnya tanpa sadar. Ia menyuapkan berkali-kali kue itu ke mulutnya sampai habis tak tersisa.

Mondy terkekeh melihat tingkah Raya. Ia mengelus kepalanya sayang, "Tadi aja gak mau, tapi diabisin."

Raya tersedak milkshake matcha yang disesapnya. Ia terkekeh garing menatap Mondy.

"Hati-hati, sayang."

"Ekhem, masih ada orang kali disini." Syifa berpura-pura terbatuk.

"Berasa obat nyamuk banget gak si, guys?" Aisyah melirik Raya yang semakin malu dan Mondy yang tetap tenang, lalu ia memandang teman-temannya sambil menahan tawa.

"Aduh, dek. Kok pipinya merah?" Rian menyentuh pipi Raya yang langsung ditepis olehnya.

"Panas banget ya, Ray, sampe pipi lo merah gitu?" Kata Angga. Di sampingnya Ari sudah tertawa-tawa dari tadi.

Rani tertawa pelan, "Uda ih, kasihan Raya, pipinya jadi makin merah."

Raya sudah tidak bisa menahan rasa malunya, maka dengan angkuh ia mengangkat dagu, lalu sebisa mungkin memasang wajah galak. "Bisa diem gak lo pada?!"

Teman-temannya bukannya takut, justru tertawa terbahak-bahak melihat Raya.

Mondy berusaha untuk tidak tertawa sekarang. "Kalem-kalem." Ia mengusap lembut kepala Raya.

~●~

"Shit." Umpat Mondy.

Dalam perjalan pulang setelah mengantar Raya, ia diserang pening mendadak.

Mondy semakin mempercepat laju motornya, di belokan menuju rumahnya ia hampir jatuh seandainya ia tidak bisa menyeimbangkan motornya kembali.

"Sebentar lagi. Lo kuat, Mondy!" Ujarnya menyemangati diri sendiri.

Hembusan nafas lega terdengar dari mulutnya, Mondy menekan klakson motornya agar satpam di rumahnya membukakan gerbang.

"Pak, tolong buka pintunya." Teriaknya.

Satpam di rumah Mondy lari tergopoh-gopoh membukakan gerbang. Mondy langsung memarkir motornya di garasi.

Dengan perlahan ia berjalan memasuki rumah sambil memegangi kepalanya yang semakin pening, bibir Mondy memucat, tubuhnya mendadak lemas. Ia berpegangan pada tembok, lalu saat membuka pintu, tubuhnya roboh, kakinya tidak sanggup menahan beban tubuhnya, penglihatannya juga menggelap, yang Mondy dengar sebelum ia tak sadarkan diri ialah teriakan panik Bundanya.

~●~

Thanks for reading!

Raya✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang