12

868 76 2
                                    

I hope you like and enjoy my story!

Happy reading!

~●~

Seminggu berlalu. Selama itu pula Raya dan teman-teman sekolahnya-khususnya perempuan-rutin melaksanakan latihan paduan suara. Kini, tepatnya tiga hari sebelum hari lebaran tiba, keluarga kandung Raya telah datang ke tempat penginapan si kembar.

"Gimana sayang, latihannya lancar?" Bunda membuka suara setelah menelan takjil buka puasa. Saat ini keluarga itu selepas berbuka puasa bersama, berkumpul di ruang keluarga.

Raya mengacungkan jempolnya sebab mulutnya masih mengunyah kue bolu kesukaannya. Bunda tersenyum.

"Oh, iya. Rumah ini bisa kalian pakai kapan saja." Ucap Ayah sambil menyunggingkan senyumannya.

"Maksudnya?" Tanya Reyond. Si kembar mengerutkan keningnya. Ayah dan Bunda saling pandang masih dengan senyumannya.

"Rumah ini udah Ayah beli. Jadi, kalian kalau mau berkunjung kesini, bisa langsung menuju rumah ini." Jelas Bunda. Tiga kaula muda itu tersenyum bahagia, lantas mengucap terima kasih sebanyak-banyaknya.

"Makasih, Ayah." Ucapnya serempak.

"Jadi makin sayang." Rian nyengir senang.

Bunda melirik dengan muka dimasamkan, "sama Bunda, enggak?"

"Bunda juga dong." Rian bangkir dari duduknya, lalu memeluk Bunda dari samping. Bunda mengelus punggung Rian sembari terkekeh kecil.

Pelukan. Hal sederhana yang sangat menenangkan.

Sederhana, namun mampu membuat semuanya bahagia. Lantas untuk apa bertingkah mewah jika hal sederhana bisa membuat bahagia?

~●~

Keesokan harinya, Raya bertemu dengan teman sekelasnya. Sesuai janji mereka, jika beberapa hari sebelum hari raya, mereka akan mengadakan buka bersama.

Jadi, disinilah mereka berada. Di sebuah cafe ala anak remaja yang harganya juga pas dikantong mereka. Raya dan kedua puluh dua temannya berbincang-bincang bersama. Dari yang membahas lebaran memakai baju kayak gimana, akan liburan kemana setelahnya, sampai ke acara wisuda mereka saat kelas tiga.

"Eh, kita jadi buat kebaya samaan 'kan?" Tanya Vita, penuh harap.

"Jadilah." Sahut Maya.

"Yang cowok gimana, jadi pake kemeja batik yang samaan kek bawahan kebaya kita?" Tanya Saza menaikkan sebelah alisnya. Anak-anak cowok mengangguk saja, bagi mereka uang tak masalah, masih bisa ditabung dari sekarang. Yang penting ada kenangan untuk masa putih abunya.

"Okay, ini jadi dibuat nabung di kelas kan?" Tanya Lesta, "biar gak kerasa tiba-tiba lunas gitu." Lanjutnya sambil menunjukan deretan giginya.

"Iya nih." Timpal Fitri. Yang lain juga mengikuti.

"Terus siapa yang bawa?" Raya bertanya.

"Bendahara kelas aja." Usul Ilham.

"Jangan, udah bawa uang kelas masa' mau bawa uang buat kebaya juga? Bingung tau." Maya yang selaku bendahara kelas menolak. Dia sudah merasa pusing dengan uang anak sekelasnya selama ini, jika ada kekurangan dia yang harus mengganti, sedangkan ada kelebihan dia malah bingung sendiri. Nasib.

Ilham tampak mengerutkan keningnya, "Iya juga sih."

"Biar gue aja." Novi menawarkan dirinya.

"Eh, buket gapapa?" Tanya Raya. Novi Si ketua kelas X MIA 1 menggangukkan kepala.

"Yaudah." Sahut semuanya.

"Permisi, ini makanannya. Selamat menikmati." Ucapan ramah itu menghentikan aktivitas berbicara mereka. Lantas Ilham yang berada didekatnya mengucapakan terima kasih. Mbak-mbak pelayan tadi mengangguk lalu kembali melanjutkan pekerjaannya, setelah tersenyum menanggapi godaan anak-anak remaja seusia adiknya.

Bertepatan dengan perginya pelayan tersebut, adzan berkumandang.

"Selamat berbuka puasa!." Ucap mereka semua. Kecuali satu wanita, dia melupakan fakta bahwa sebentar lagi akan berpisah, dengan mereka, yang sudah dianggap keluarga.

~●~

Thanks for reading!

Garing ya? Sorry.

Oh, iya. Jangan lupa baca cerita aku lainnya.

Raya✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang