Torono Town.
Ahh... sebuah kota kecil penuh kenangan bagi (Name). Kota dimana masa kecilnya yang polos nan lugu ia habiskan. Kota dimana masa remaja penuh kelabilan ia lalui.
Menyusuri jalan-jalan sepi ditemani beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Beratapkan rembayung senja, merajut helai-helai kenangan dari yang telah lalu.
Mampir ke toko-toko yang tak berubah bentuk dan posisinya. Menemui beberapa wajah baru, wajah lama yang beranjak dewasa, dan wajah-wajah lama yang kini sudah tidak nampak lagi batang hidungnya.
Ini sudah kesekian kali (Name) pulang kampung. Dan sudah kesekian kali pula (Name) gagal move on dari Miyagi. Hampir keseluruhan cerita hidupnya ada di sini. Bahagianya, tawanya, tangisnya, marahnya, kecewanya. Sebuah harga yang tak terbayarkan walau dengan nyawa sekali pun.
Langkah kakinya terhenti ketika sampai di sebuah rumah sederhana. Netra (eye color)nya melihat secarik kertas di genggaman tangan. Meneliti rentetan huruf-huruf dan angka yang membentuk sebuah alamat. Pandangannya beralih menuju nomor rumah yang tertera di pagar.
Jari lentiknya tergerak menekan tombol bel rumah. Sembari menunggu seseorang membukkan pintu, (Name) mengedarkan pandangannya melihat kondisi pemukiman di sekitar rumah tersebut.
Pintu gerbang terbuka. Muncul lah seorang pria tinggi berambut hijau gelap. (Name) hampir tak mengenali pria didepannya kalau tidak karena beberapa freckles diwajahnya.
"Hai Yamaguchi", sapa (Name) ramah.
Pria yang dipanggil Yamaguchi balik menyambut (Name) ramah dan mempersilakan wanita itu masuk ke rumah.
(Name) sempat memuji penampilan Yamaguchi yang makin dewasa. Tubuhnya makin tinggi, gagah, dan berisi. Rahangnya makin terukir indah. Bahu dan dadanya makin kokoh. Rambutnya yang agak panjang dan dikuncir. Auranya pun bukan lagi aura remaja pemalu. Aura seorang pria yang siap hajar kalau ada yang berani macam-macam.
Tapi tetap saja. Meskipun secara fisik berubah, Yamaguchi langsung tersipu malu saat mendengar pujian dari (Name). Dan jangan lupakan freckles yang masih setia bertengger di wajah Yamaguchi yang makin tampan.
Sesampainya di dalam, (Name) dengan cepat menghambur ke arah temannya yang akan menjadi pengantin wanita dan calon istri Yamaguchi.
Layaknya perempuan pada umumnya, mereka heboh saat itu juga. Berteriak memanggil satu sama lain, pelukan ala teletabis, nggosip-ngejulid ala rumpi no sikrit, ngomongin hal-hal berbau dewasa tentang malam pertama, sampai membayangkan bagaimana Yamaguchi jika sudah beraksi di ranjang.
Di saat para ciwi-ciwi sibuk yang demikian, Yamaguchi pamit keluar untuk menemui teman-teman pria yang lain. Tersisa (Name) dan mantan teman sekelasnya di rumah.
"Selain keluarga, kalian ngundang siapa aja?", tanya (Name).
"Temen-temen sekelas doang. Tadashi yang minta kalo tamu non-keluarga gak usah banyak-banyak. Ya aku setuju aja sih. Toh temen Tadashi temen aku juga. Sama mungkin beberapa temen volinya dulu", jelas teman (Name).
Sudut bibir (Name) tertarik membentuk senyum kecil begitu mendengar kata-kata 'temen voli'.
'Dia gak tau aja apa yang sudah terjadi sama mereka', batin (Name).
"Terus tempatnya nanti dimana?", lanjut (Name) bertanya.
"Kalo buat yang prosesi ikat janjinya di hotel. Kalo buat pestanya di rumah."
(Name) hanya mengangguk paham. Saat melihat-lihat isi rumah dan mempelajari seluk beluknya, (Name) teringat akan sesuatu.
"Dapurnya dimana sih? Katanya nanti ciwi-ciwi yang lain bakal bantuin masak?"
"Nunggu semua ngumpul baru aku tunjukin. Betewe, mending barang bawaanmu masukin kamar dulu deh. Sama kamu ganti baju sekalian nunggu mereka dateng."
"Kamarnya yang mana?"
"Lurus ntar paling ujung sebelah kanan."
(Name) berjalan menuju kamar yang dimaksud. Setibanya di kamar tersebut, ia meletakkan dan merapikan barang-barangnya lalu mengganti bajunya dengan baju yang lebih santai.
Selesai ganti baju dan cuci muka, (Name) mengecek ulang bawaannya. Setelahnya, ia mengintip ke arah ruang tamu dan mendapati temannya masih sibuk menelpon ciwi-ciwi yang lain.
Berat rasanya melakukan hal ini. Satu sisi ingin rasanya menghabisi empat mafia yang tersisa. Di sisi lain, (Name) tidak mau mengorbankan teman-temannya.
Gejolak batin terjadi. Baru kali ini ia merasakan yang seperti ini. Karena baru kali ini lah sahabat dekatnya terlibat langsung dalam eksekusi dan kemungkinan besar menjadi korban.
(Name) menghela nafas. Merenungi perbuatannya selama ini. Dari meledakkan sebuah hotel bintang tujuh, meledakkan sebuah rumah, sampai meledakkan sebuah kapal pesiar.
Sudah banyak orang tak berdosa yang tewas ditangannya. Lalu, apa bedanya dengan yang sekarang?
Sisi jahat (Name) perlahan mulai mengambil kendali. Bisikan-bisikan setan mengatakan bahwa ia harus membunuh rasa kemanusiaan untuk membunuh manusia. Bahwa ia harus menghilangkan rasa simpati dan empatinya. Bahwa ia harus tetap pada rencana awal. Rencana balas dendam yang sebentar lagi selesai.
Gejolak batin hilang.
Bisikan setan pun menang.Sembari menatap koper kecil merah yang dikhususkan untuk menyimpan racun dan white rose, kedua sudut bibir (Name) kembali terangkat membentuk seringai jahat.
Makin besar hasil yang diperoleh, makin mahal pula harga yang harus dibayar. Meskipun harus dengan nyawa, pasti akan dibayar supaya bisa mendapat hasil yang diinginkan.
-----------------------
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma
FanfictionMafia AU! Sekian lama kita bersama Ternyata kau juga sama saja Kau kira ku percaya semua Segala tipu daya Oh percuma Kau buat sempurna, awalnya Berakhir bencana Selamat tinggal sayang Bila umurku panjang Kelak ku kan datang tuk buktikan Satu balas y...