Undangan

389 51 1
                                    

Beberapa bulan kemudian.

Seorang wanita duduk di sebuah kursi kerja. Tangan kiri memegang telepon sedangkan tangan kanan dan sepasang netra (eye color) masih fokus meneliti dan menelaah lembaran-lembaran dokumen yang tersebar dihadapannya.

Sembari menulis dan mencoret-coret kertas-lertas di meja kerjanya, indra pendengaran wanita tersebut ikut bekerja menyimak semua yang dikatakan oleh pihak dari seberang telepon.

Sesekali, bibir ranumnya terbuka menimpali percakapan yang tengah belangsung.

Telinga sebelah kanan yang bebas menangkap suara pintu ruang kerjanya terbuka. Kedua netra (eye color)nya melirik ke arah pintu dan mendapati seorang wanita lain menyembulkan kepalanya dari balik pintu.

Diletakkan pulpen hitam yang sedari tadi ia pegang. Wanita tersebut mengangkat tangan kanannya memberi isyarat 'nanti' kepada wanita yang tak lain adalah sekretarisnya sendiri.

Sang sekretaris yang melihat atasannya masih sibuk menganggukkan kepala paham sembari tersenyum kecil sebagai ungkapan maaf. Sekretaris tadi lantas menarik kepalanya lalu menutup kembali pintu ruang kerja wanita bersurai (hair color) tersebut.

Wanita tadi melanjutkan kembali aktivitasnya meneliti dokumen sekaligus mendengarkan hal-hal yang disampaikan si penelpon kepadanya.

Setelah diambil sebuah kesepakatan, wanita itu berterima kasih dan menutup telpon tersebut.

Ia pejamkan mata. Bernafas dengan rileks menetralkan pikiran yang mulai terasa kacau. Punggungnya ia sandarkan pada kursi kerjanya masih dengan mata tertutup.

Jam masih menunjukkan pukul setengah 12 siang lebih 6 menit. Masih sekitar 24 menit menuju jam istirahat siang tapi badan dan pikirannya sudah hampir capek duluan.

Dengan mata yang terbuka setengah, ia edarkan pandangannya. Melihat situasi ruang kerjanya sekarang.

Pemandangan yang pertama ia lihat sudah pasti adalah meja kerjanya yang dipenuhi dengan tumpukan kertas dan berlembar-lembar dokumen. Baik itu dokumen yang sudah selesai di urus maupun yang masih mengantri untuk dijamah tangan lentik wanita berusia 25 tahun tersebut.

Kemudian ia lihat meja tamu dan dua sofa disampingnya di salah satu sudut ruangan. Bersih dan tertata seolah baru dipasang dan belum dipakai.

Ada pot-pot besar berisi tanaman hijau yang segar di sudut ruang yang lain. Tak tahu apa alasan mendasar kenapa ada tumbuhan di ruangan ber-AC. Yang jelas, hanya dengan memandangi tumbuhan tersebut mampu membuat wanita itu merasa lebih tenang dan nyaman.

Secara umum, ruang kantornya cukup bersih dan rapi. Hanya meja kerjanya saja yang selalu jadi langganan dokumen-dokumen perusahaan untuk hinggap dan menetap sampai mereka disentuh oleh wanita tersebut.

Melihat ke arah pintu, ia teringat akan sekretarisnya yang masuk saat ia menerima telepon. Ia angkat ganggang telepon kerja di mejanya lalu menekan nomor kilat yang langsung menghubungkannya ke telepon kerja sekretarisnya.

Tak lama setelah menutup telepon tersebut, sekretaris tadi masuk kembali ke ruangan kerja atasannya.

Di atas meja kerja atasannya, terdapat sebuah plakat berukuran sedang yang bertuliskan.


(Full Name)
Kepala Bidang Eksplorasi, Penelitian, dan Pengembangan


"(Last Name)-san. Ini ada undangan untukmu", ujar sekretaris (Name) seraya menyodorkan sebuah amplop coklat.

(Name) menerima amplop coklat tersebut. Membukanya lalu mengeluarkan isinya. Sebuah undangan berwarna putih dengan corak emas sebagai hiasan.

Dilihat sekilas pun orang sudah bisa menduga kalau itu adalah undangan pernikahan.

(Name) menatap ke arah sekretarisnya yang masih berdiri di depan meja kerja. Ia tersenyum lembut. Mengucap terima kasih dan mempersilakan sekretarisnya untuk kembali ke mejanya.

Sekretaris tersebut membungkuk hormat lalu keluar dari ruang kerja (Name).

(Name) melepas blazer abu-abu yang ia kenakan dan ia sampirkan ke sandaran kursi kerjanya. Sedikit melonggarkan kaitan rok hitam selutut yang melilit pinggangnya dan membuka kancing kemejanya yang paling atas.

(Name) melepas kacamata yang bertengger dimatanya. Meletakkan kacamata tadi di atas meja kerja dekat laptop hitamnya yang masih menyala.

Mencabut penjepit rambut yang ia gunakan dan membiarkan surai (hair color) milik (Name) tergerai bebas.

Ia ambil amplop coklat tadi lalu mengeluarkan undangan yang ia terima. Sepasang netra (eye color) meneliti desain undangan tersebut. Cukup menarik baginya, sederhana namun mewah disaat bersamaan.

(Name) buka undangan tadi untuk mencari tahu siapa gerangan yang akan menjalani hidup sebagai pengantin baru.

Sebuah nama yang tertera sebagai calon pengantin pria berhasil menarik perhatian (Name). Nama seorang pria yang tak asing di memori, yang selalu ada kemanapun dan dimanapun dia berada.

Sebuah dentingan tanda pesan masuk berbunyi di smartphone (Name). Ia ambil benda kotak tersebut dari kantong blazer lalu membuka pesan tersebut.

Natsumi

'Kamu udah nerima undangan yang aku kirim belom? Kamu bisa dateng kan? Soalnya si Yamaguchi cuma ngundang sedikit. Itupun para ciwi-ciwi dimintain tolong buat masak makanan buat acara.'

(Name) heran. Kok masih ada ya orang mau ngadain nikahan tapi makanan masak sendiri? Kenapa gak nyewa jasa catering?

Niat hati (Name) ingin menolak undangan tersebut. Karena pasti mantannya ikut diundang dan ia malas kalo disuruh masak-masak.

(Name) menutup kunci layar smartphonenya lalu memasukkannya kembali ke kantong blazer.

Atensinya kembali ia arahkan ke dokumen dimejanya. Saat ia membaca, (Name) menemukan sebuah tulisan mengenai zat beracun yang ditimbulkan dari proses pengambilan panas bumi di lapangan geothermal.

(Name) berhenti sejenak.

'Zat beracun?'

'Makanan?'

'Pernikahan teman?'

Ia buru-buru mengambil kembali smartphonenya dan membalas pesan dari Natsumi. Tak peduli waktu kerjanya yang terpotong akibat ulahnya ini.

Natsumi

'Kamu udah nerima undangan yang aku kirim belom? Kamu bisa dateng kan? Soalnya si Yamaguchi cuma ngundang sedikit. Itupun para ciwi-ciwi dimintain tolong buat masak makanan buat acara.'

'Dateng dong... masa ke nikahan temen sendiri gak dateng sehh. Tinggal kabari aja waktunya kapan. Biar aku bisa ambil cuti dulu.'

Setelah mengirim pesan balasan tersebut, (Name) merebahkan kembali badannya ke sandaran kursi. Menengadahkan kepala menatap tepat ke langit-langit dengan tangan masih memegang smartphone.

Kedua ujung bibirnya terangkat perlahan. Tertawa kecil membayangkan rencana berikutnya yang akan ia jalankan.

---------------------------------

TBC

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang