When You Love Someone 3.

108 18 0
                                    

Kita mungkin bisa dalam satu menit, bahkan satu detik hanya untuk memulai jatuh cinta, tetapi berbeda urusannya saat mengharuskan kita melupakan seseorang yang sudah bertengger lama dalam hati dan merelakannya untuk memilih jalan lain yang bahkan mendengar kata itu saja sudah membuatku benci.

Kisahku tidak berjalan dengan baik dengannya, walau kuakui untuk menyatakan ini adalah sulit. Kami tidak bisa memilih jalan lain selain ini, tidak ada yang bisa ku upayakan juga jika dia sudah tidak ingin bersama.

Kesalahpahaman itu mulanya, pertengkaran itu akhirnya. Semakin lama di pendam mungkin kurasa akan baik dengan menanamkan sikap positif yang kadang akal sehatku mengatakan hal lain, tetapi yang kurasakan berbeda.

Seminggu berlalu tanpa Piri, dia masih sering menanyakan kabar dan akan kami akhiri dengan kata.

"Semoga harimu tetap bahagia, "

Jika dia tahu, aku tidak akan bisa menikmati hariku dengan bahagia karena, satu-satunya alasanku menetapkan hatiku padanya adalah, dia manusia yang sempurna menurutku yang bisa dengan cepat mendapatkan hati dengan mudah.

Aku tidak sengaja bertemu dengannya di sebuah swalayan di mana aku biasa membeli makanan ketika pulang dari sekolah. Dia bersama orang itu lagi, dengan tawa di wajahnya dan tanpa tahu kehadiranku. Kini aku tidak berhak lagi untuk cemburu, bahkan menangis untuknya.

Menyendiri, itulah jalan yang kupilih agar tetap bisa mengingat kenangan bersamanya. Kau bisa bilang aku adalah orang bodoh yang terus berharap pada satu orang yang bahkan tidak melihatku sama sekali. Tetapi orang itu juga yang membuatku berharap banyak, dia masih terus saja ada untukku walau status kami sudah berbeda.

"Ngapain di sini?" tanya seorang pria yang tiba-tiba saja ada di sampingku.

Dia masih orang yang sama dengan semua sikapnya, tanpa berubah.

"Jika kamu rindu kan bisa tinggal telpon aku, kita bisa ketemu. " lanjutnya membuatku semakin salah paham dengan keadaan kami.

Tangannya di ulurkan padaku, sambil memberi kode untuk mengajakku berdiri.

"Kalau ketemu lagi, aku kan udah janji mau ajak kamu makan, gak lupa kan?" ucapnya sekali lagi yang masih hanya bisa kujawab dengan tatapan mata yang bingung.

Dia menggenggam tanganku, kami ada di sebuah penjual makan pinggir jalan dan memesan dua porsi bakso yang menjadi favoritnya jika keliaran di sekitaran sekolah. Kami saling diam tanpa bicara sepatah katapun.

"Aku bayar punyaku sendiri, "  kataku membuka suara sambil mengeluarkan dompet dari dalam tas sekolah.

Dia menarik dompetku dan melihat isinya, di sana masih ada fotoku dengannya. Wonpil sampai bisa tahu tempat foto itu berada.

Dengan canggung dia memberikan lagi dompet itu dan segera menatapku, jantungku kembali berdebar. Hanya dengan tatapannya.

"Hm Adista?"  panggilnya karena aku mengalihkan pandanganku darinya,

"Iya Kak?" jawabku yang kini melihat gerakan aneh darinya.

"Kalau kamu lupa, aku cuma mau ingatin satu hal. " katanya sepatah demi sepatah.

"Hah? Apa?"

"Aku, belum setuju untuk berpisah denganmu malam itu. " katanya sambil tertunduk.

"Kau masih tetap salah paham, tanpa tahu maksudku sebenarnya. "

Aku diam, jujur aku bingung harus menghadapi situasi ini dengan sikap apa. Aku tidak tahu harus meresponnya dengan sikap yang pantas bagaimana. Yang bisa kulakukan hanya men-scroll semua chat yang kami sering bicarakan lalu tak kusadari, tangannya berada di atas jariku.

"Bisa kita akhiri ini saja?" katanya membuat aku lemas, aku salah paham padanya begitu lama.

"Bisa, kubilang kemarin kan kita juga memang sudah selesai. Hubungan kita, " aku berhenti berucap, perasaanku di penuhi gejolak aneh yang bercampur satu. Antara sedih dan dilema dengan situasi kita sekarang.

Bagaimana aku menjelaskan situasi ini juga membuatku bingung, dia hanya bisa menatapku sambil memberikan begitu banyak tatapan harapan di sana. Bisa kutebak, lirikan itu adalah ucapan yang dia ingin bilang bahwa aku tidak bisa lepas dari genggamannya.

Aku menepis sekali lagi, aku akan tetap pada pendirianku sendiri dan berhenti untuk bersikap tidak konsisten. Bagaimanapun harusnya jika dia bilang begitu, selama seminggu dia bisa mengejarku dan menjelaskan segalnya dan kami bisa memperbaiki semunya.

Jika sudah begini, aku tidak lagi ingin menjadi wanita murah yang akan memaafkannya dengan mudah setelah banyak kesulitan yang kulalui tanpanya. Bahkan selalu salah paham menganggspnya orang paling brengsek yang pernah kutemui.

*****

Aku berdebat dengannya, padahal sudah sering kukatakan bahwa dia bukan lagi seseorang yang mempunyai hak untuk melarangku dan memarahiku karena hal yang dia tidak suka. Aku baru tahu sifatnya ini setelah kami berpisah.

Saat itu, salah satu temanku bernama Jae mengantarku pulang dari tugas kelompok yang kami kerjakan di sekolah. Tak sengaja kami melipirkan diri kesebuah tempat makan yang ternyata ada Wonpil di sana bersama beberapa teman SMA-nya yang juga ada beberapa yang kukenal.

Aku cukup lama di sana bersama pria itu sambil membicarakan semua tugas sekolah kami dan berujung dia yang meminta saran padaku untuk membagi cara bagaimana bisa menyatakan perasaan pada seseorang, Jae mau kami mempraktekannya. Awalnya aku sempat ragu, tetapi sifat jahilku memberi insting untuk membuat cemburu Wonpil karena dia terus saja kudapati sedang menatap kearah kami.

Dia menepis tangan Jae yang sedang memegang tanganku dengan telinga memerah dan wajah datar menghadap kearah Jae. Jae yang tidak tahu apa-apa merasa marah dan tidak terima bahkan hampir saja meninju Wonpil karena memberi sumpah serapah padanya,

"Kenapa sih, kenapa kita harus selalu harus debat dan berakhir kayak gini?" katanya sambil menatap marah padaku di pinggir jalan dekat rumah.

Aku diam menahan gejolak marahku sambil tetap mencari cara agar bisa menghindar darinya.

"Kamu ingat dulu Adista? Tidak pernah sekalipun dari aku atau kamu yang saling bersikeras hingga membuat keributan begini. " katanya sekali lagi dan aku menatap berani padanya.

"Karena itu dulu Kak Piri, berbeda situasinya dengan sekarang. Jika kamu pikir itu akan sama, kamu salah, "

"Setidaknya, biarkan aku menepati janjiku Adista!" teriaknya saat aku sedikit  menjauh dan memungut tasku yang terlempar karenanya.

"TIDAK PERLU!!!" aku berlari dan memasuki rumah dengan langkah berat.

*****

HI HELLO X DAY6 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang