(IND) Chapter Twelve - Lies and Truth

746 93 24
                                    

Pha mengantarkan Singto pulang seperti biasanya, dan berpisah di depan kontrakannya, karena ia harus segera kembali ke toko.

Beberapa karyawan di toko Ramen mengundurkan diri sehingga Pha sangat sibuk akhir-akhir ini, kadang ia harus turun tangan untuk mengerjakan semua pekerjaan sendiri dari mencatat orderan, menghidangkan makanan, membersihkan meja, dan menjadi kasir.

Meskipun demikian, ia masih sempat menyelipkan jadwal kencan di sela-sela jam sibuk tokonya. Ia tidak ingin Singto mencium sesuatu tentang apa yang sebenarnya terjadi, Pha tidak ingin membuatnya khawatir.

Tentu saja, Pha tidak akan menuruti ibunya dan pergi ke Korea menerima tawaran ayahnya yang tidak masuk akal tersebut. Jadi ia mulai mencari lowongan pekerjaan dan mengirimkan lamaran ke beberapa restoran dan hotel.

Sesungguhnya Pha ingin membuka restoran sendiri, namun tabungannya tidak cukup, karena dua bulan yang lalu ia baru saja mengkredit sebuah rumah secara diam-diam dan menghabiskan separuh tabungannya untuk DP.

Pha berencana akan mengajak ibunya tinggal di rumah baru yang lebih besar setelah ia dan Singto menikah, karena rumah yang mereka tinggali saat ini hanya memiliki dua kamar tidur. Pha tau bahwa ibunya menginginkan seorang cucu, jika mereka mengadopsi anak, maka pasti membutuhkan kamar tambahan.

"Mulai besok, aku naik motor saja! Kau tidak perlu mengantar jemputku ke kantor, aku bukan wanita!" ujar Singto.

"Aku tidak percaya dengan motormu, kalau tiba-tiba mogok di jalan bagaimana?" Pha berpikir sejenak. "Er...akhir pekan ini ayo ke showroom motor, aku akan membelikanmu sebuah motor baru."

"Tidak perlu! Aku bisa kredit sendiri! Lagipula kau harus menyewa gedung baru dan mebgurus pindahan tokomu, pengeluaranmu pasti tidak sedikit!"

"Tidak perlu khawatir, aku punya tabungan..." ujar Pha. "Hitung-hitung aku sekalian berinvestasi..."

"Maksudnya?!" Singto bingung.

"Anggap saja motornya sebagai DP mahar, untuk pernikahan kita nanti!" Pha langsung mencuri ciuman dari Singto yang masih mengolah informasi.

Singto kaget dan segera mendorongnya lalu berseru kaget.

"Menikah?!"

Pha mengangguk sambil tersenyum manis.

"Kau tidak serius, kan?!"

"Aw, jadi kau akan mengakhiri hubungan kita suatu hari nanti?"

Singto terdiam seketika dan berpikir. "Ibumu tidak akan merestui kita, dan aku juga tidak tau bagaimana caranya memberitahu keluargaku kalau kita sungguh akan menikah suatu hari nanti...memikirkannya saja bulu kudukku langsung berdiri..."

"Mm...kita menikah saja diam-diam, tidak perlu mengundang siapapun...cukup ke balai kota dan menandatangani surat nikah lalu pergi bulan madu, beres!" usul Pha.

Ia lalu berpikir sejenak, meraih tangan Singto dan mengecupnya lembut.

"Bagaimana kalau kita lakukan minggu depan, aku akan segera mengurus dokumennya ke balai kota besok! Setelah itu kita langsung bulan madu ke Bali!" Pha menatapnya dengan serius.

"Ha?!" Singto tercengang, ia sedang berpikir apakah Pha baru saja melamarnya atau hanya bercanda.

"Kau bersedia menikah denganku?" tanya Pha.

Detak jantung Singto tidak beraturan, ia tidak tau bagaimana meresponnya, dan masih memproses situsi tersebut di kepalanya. Sejak mereka jadian sampai hari ini belum genap tiga bulan, mereka bahkan sudah bercinta dan kini Pha melamarnya, ini gila, pikir Singto.

(IND - ENG) - Lovely, New Year Gift (END)Where stories live. Discover now