Di lantai dua cafè yang sama, lelaki berkemeja batik biru dongker itu mengunyah santai makanannya sambil menatap gadis di depannya. Senyumnya sedikit tersungging tapi ditutupinya dengan baik sambil mengusapkan tisu di bibirnya. Gadis di depannya mengambil beberapa lembar tisu, tersenyum ke arahnya dan mengusap sambil menarik napasnya yang tersengal.
"Kau baik-baik saja?" tanya Dean pada gadis di depannya.
Gadis itu masih mengusap peluhnya sambil mendesis. "E, baik kok, Kak Dean. Hanya saja Nira enggak tahu kalau... makanan ini pedesnya kebangetan he he he."
"Benarkah sepedas itu? Tadi aku pesennya yang original loh, punyaku enggak bikin keringetan gitu," kata Dean menggerakkan telunjuk kanannya pada wajah Nira.
"Enggak apa kok, 'kan Kak Dean yang pesenin jadi enak aja, Nira kuat pedes kok. Makasih ya, Kak Dean mau makan bareng Nira. Kak Dean emang baik banget deh," kata Nira memuji Dean.
"Sama-sama," kata Dean tersenyum manis.
Dean menyuapi makanannya ke dalam mulutnya sambil masih menatap Nira yang kepedasan, sesungguhnya ia tertawa puas di dalam hati. Ia adalah pelaku utama yang membuat Nira kepedasan seperti itu, karena beberapa waktu lalau sebelum Nira memakan makanan itu, Dean menaburkan banyak bubuk lada ke dalam makanan, tak hanya itu bubuk cabai pun ditaburkannya juga. Bahkan saat Nira datang dari toilet, Dean menawarkan Nira untuk menuangkan sedikit bubuk cabai ke dalam makanannya, jelas saja Nira sampai keringatan seperti saat ini.
Suara gemuruh berasal dari perut Nira terdengar, tapi Dean pura-pura tak mendengarnya. Nira memegangi perutnya sambil mengaduh, melihat ke arah Kak Dean dan berharap lelaki tampan itu tak mendengar suara perutnya yang terasa melilit. Nira mengusap keringatnya dan menahan sakit di perutnya, berdiri dan pamit pada Dean untuk ke toilet.
"E, Kak Dean... Nira mau ke toilet dulu sebentar, ya?" pamit Nira pada Dean.
"Oh, iya, Nira. Silakan," kata Dean tersenyum.
Nira berbalik dan langsung berjalan cepat ke arah toilet. Sementara Dean tertawa sendiri melihat tingkah Nira, sungguh itu salah satu di antara seribu tingkah keusilan Dean kali ini. Nira juga bukan korbannya yang pertama, ada Luisa, Ratna, Fitri, Dea dan banyak gadis lainnya yang merupakan fans Dean a.k.a teman si Kembar yang meminta bisa makan bersama Dean.
Nira harus bersabar dengan kondisi tubuhnya, pasalnya perutnya yang mulas memaksa dirinya harus berlama-lama di kamar mandi. Ia tak peduli pada siapapun orang yang menggedor pintu kamar mandi untuk menggunakannya juga. Nira merasa sudah selesai membuang hajat, merapikan celananya lantas berdiri dan akan membuka pintu, tapi suara gemuruh diikuti perut yang mulas kembali membuatnya duduk di toilet lagi. Begitu terus sampai beberapa waktu lamanya.
Dean selesai menghabiskan makanannya, kata mama tercinta, tak boleh membuang-buang makanan karena akan kena karma. Dean melihat sekitar dan melihat arlojinya, sungguh Nira terlalu lama berada di toilet, takut terjadi apa-apa dengannya, Dean pun berinisiatif menghampirinya di toilet.
"Nira, Nira kau di dalam?" tanya Dean.
"Eh... e, Kak Dean iya masih di dalam," kata Nira dari dalam.
"Apa perutmu sakit? Sudah selesai? Mau kuantar ke klinik?" tawar Dean yang khawatir.
"Mbaknya lama kali sih, Mas! Saya 'kan mau pakai juga," protes seorang wanita yang melipat tangannya.
"Sebentar ya, Mbak." Dean mengetuk kembali pintu toilet, "Nira ayo keluar dulu, ada yang pakai toilet nih."
Tak ada sahutan, tapi tak lama pintu toilet terbuka dan Nira keluar dengan peluh yang sudah membasahi pakaiannya. Wajahnya pucat dan meringis kesakitan, Dean memegangi lengan Nira dan memapahnya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimous #4 - END
Roman d'amourUpdate sebisanya | 21+ ⚠Don't Copy My Story⚠ Erchilla memutuskan kembali pulang setelah kepulangannya beberapa tahun yang lalu. Ia menganggap jika Dean telah berubah mau menerimanya menjadi teman, teman lama. Tapi, semua bayangan Erchilla tak sama...