Biji Kacang Ijo - 38

4.6K 568 134
                                    

Sore Erchilla dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang tak asing bagi Erchilla. Sepulang dari klinik dan bertemu Paman Darryn dan Revel, ia langsung pulang ke rumah. Pria berstelan hitam itu tersenyum sopan padanya, mengatakan jika dia diutus Devine untuk menjemputnya.

Nenek Ash menyetujui permintaan Devine yang menginginkan Erchilla mengikuti Devine ke Singapura, terlebih lagi ada kelurganya juga di sana. Erchilla menganggap ini adalah permintaan seorang tunangan yang merindukan kekasih hatinya. Pun ia menyetujui untuk ikut, sebelumnya ia berberes setelah membersihkan diri. Koper merah marunnya dimasukkan ke bagasi mobil dan bersiap berangkat ke bandara.

"Lama sekali mengangkat teleponku, sudah melupakanku sejak jadi tunangan pengusaha tajir melintir!" protes suara lelaki di seberang.

Erchilla tersenyum, "Sorry, tadi berberes mau nyusul Devine."

"Aku antar! Tunggu sebentar oke!" seru Sivan.

"Aku udah di jalan sama Pak Dewa, Van."

"Ah, sial! Tunanganmu itu mengacaukan rencanaku tau!" Sivan mengomel.

Erchilla tersenyum, "Aku paling balik tiga hari lagi, atau paling cepet dua hari deh, mau ajak ke mana?"

"Nongkrong di tempat biasanya, kan udah jarang kita ketemu dan nongkrong," keluh Sivan.

"Iya, iya yang sekarang jadi band terkenal di Indo."

"Ya sudah, hati-hati di jalan. Hubungi aku kalau sudah sampai, dijemout si martabak mercon kan di sana?"

"Sepertinya iya, tadi dia janji." Erchilla menjawab.

"Oke, bye, miss you!"

"Bye."

Erchilla menutup sambungan telepon Sivan, sahabatnya selain Rose itu masih saja perhatian meski sudah sibuk tour keliling Indonesia memperkenalkan lagu barunya. Ia makan malam di dalam pesawat setelah transit tak berapa lama, berharap ia akan tidur nyaman di atas kasur ketika sampai karena tenaganya dihabiskan selama perjalanan.

Pak Dewa turun lebih dulu daripada Erchilla, menuntun tunangan Devine itu melewati jalan lain yang katanya agar segera sampai ke parkiran. Meski Erchilla berkata jika Rose sudah menunggu menjemputnya, tapi Pak Dewa tak menggubrisnya dengan mengatakan jika ia diperintah untuk membawa langsung dirinya ke hadapan Devine.

Erchilla seketika merasa aneh, tapi ia tak punya pikiran lain setelah mendapat kejelasan dari Devine melalui telepon, bahwa benar Pak Dewa ia perintah untuk mengawalnya. Erchilla bukanlah orang baru di Singapura, ia telah tinggal belasan tahun di sini jadi tak benar memerlukan pengawalan untuk datang ke kediamannya sendiri.

"Kenapa belok, Pak? Bukankah seharusnya lurus saja? Rumah Devine juga bukan di jalan ini 'kan?" protes Erchilla dengan tindakan Pak Dewa.

"Ini sudah sesuai perintah Pak Devine, Nona Erchilla."

Erchilla hanya terdiam dan menunggu, hendak dibawa ke manakah dirinya saat ini, selain lapar kembali, lelah dan kantuk setengah menyerangnya. Pak Dewa mengurangi laju kendaraan dan berbelok, gedung hotel bintang lima tinggi menjulang, memarkirkannya dan mempersilakan Erchilla mengikutinya lagi.

Pak Dewa menekan tombol lift naik, menekan angka tiga tanpa diminta. Ketika sampai, Pak Dewa hanya mengantarnya sampai ke suatu pintu bernomor belakang ganjil kemudian undur diri. Erchilla menekan tombol bel kamar dan tak lama pintu itu terayun terbuka, sebuah senyuman hangat dari Devine menyambutnya.

"Akhirnya sampai juga, ayo masuk," ajak Devine. "Sudah kupesankan makan malam spesial."

"Aku lelah sekali, habis dari klinik langsung ke sini. Ada apa?" tanya Erchilla.

Equanimous #4 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang