Bantuan Chilla | 18

4.3K 717 42
                                    

Erchilla selesai memeriksa pasien terakhir di kliniknya, menoleh ke ruang tunggu yang tampak lengang pun membereskan mejanya. Ia bangkit dan keluar dari ruangan melihat perawatnya membereskan berkas pasien yang datang hari ini. Hari ini bagian pengambilan obat juga mulai bekerja, gadis muda yang baru saja lulus sekolah keperawatan yang manis. Chilla melihat arlojinya dan duduk di sofa melihat jalanan malam lewat dinding kaca kliniknya.

Chilla melihat sebuah mobil datang, tampak tak asing karena tahu siapa pemiliknya, Izann. Pria itu tersenyum lebar sambil berjalan ke arah kliniknya, pria itu tak mengirim pesan tapi datang begitu saja menemuinya. Parfum yang wangi menyeruak ketika Izann masuk, pria itu tampak segar malam ini.

"Apa aku mengganggu, Bu dokter?" tanya Izann sambil tersenyum.

Chilla tertawa kecil, "Pasien terakhir baru saja pergi, sudah jam delapan tiga puluh lima juga."

"Oke kalau begitu, jadi aku tak mengganggumu."

"Tentu saja tidak." Chilla menjawab, ia menoleh ke arah perawat yang berjaga dan juga apotekernya. "Kalian boleh pulang cepat, terima kasih untuk hari ini."

Dua perempuan berpakaian sopan itu tersenyum ke arah Chilla dan berkata terima kasih juga karena membolehkan mereka pulang lebih cepat. Chilla melihat sikap Izann yang berbeda pun menjadi penasaran, mengapa pria dewasa itu tersenyum beberapa kali ke arahnya.

"Aku penasaran mengapa Kak Izann tersenyum seperti itu?" tanya Chilla.

Izann menunduk kemudian tersenyum menatap Erchilla. "Aku tak tahu harus berkata apa dan mulai darimana menjelaskannya."

"Aku punya banyak waktu mendengarkannya jika ingin bercerita," kata Chilla.

"Aku mungkin terlihat aneh, mungkin gila di matamu setelah cerita ini semua." Izann menghentikan kata-katanya demi menatap Chilla. "Aku... melamar Zena pada kedua orangtuanya."

Chilla tertegun sesaat kemudian tersenyum bahagia mendengar cerita Izann. "Benarkah itu? Itu... kabar bagus, Kak. Tapi, itu bukan untuk... e, semacam pelampiasan karena aku... e, bukan kan?"

Izann terlihat canggung menatap Chilla. "Tidak, tidak! Itu bukan ajang balas dendamku karena kau tolak. Sungguh itu datang dari pikiranku sendiri, menalar apa yang telah ada di depan mataku. Mungkin aku kecewa karena penolakanmu, tapi Zena terlalu baik untuk dijadikan seperti itu."

"Jadi, Kakak sungguhan mau menerima cintanya?" tanya Chilla senang.

"Dokter Chilla, kami berdua pulang lebih dulu ya," pamit apoteker Chilla.

Chilla mengangguk pada kedua pegawainya, mereka telah bekerja dengan sangat baik dan profesional. Izann menyentuh tangan Chilla hingga wanita itu menoleh.

"Aku meminta bantuanmu boleh? Aku tak tahu harus meminta bantuan pada siapa, mungkin aku akan bertanya pada Amora soal selera Zena, tapi soal lain aku tak yakin adiknya Zena bisa membantuku menyiapkan pernikahanku."

Chilla makin berbinar menatap Izann. "Aku mau membantumu, Kak! Saat aku senggang, aku akan membantumu, aku mau!"

"Sip! Aku datang pada orang yang tepat! Mungkin bisa kita pergi untuk melihat kartu undangannya, kurasa masih buka." Izann mengajak Chilla.

"Boleh, sebentar." Chilla bangkit dari duduknya bersamaan dengan pintu kliniknya terbuka.

Seorang pria tua datang dengan wajah panik menggendong bayi yang menangis mendekati Chilla. "Dokter, Dokter tolong cucu saya, tolong cucu saya."

Chilla langsung meminta pria tua itu ke ruangannya, membantunya menaruh bayi itu di meja periksa. "Ya Tuhan, badannya panas sekali."

Chilla lantas memberikan pertolongan pertama pada bayi berusia delapan bulan yang menatapnya nanar karena demam dalam tangisnya. Chilla meminta Izann membantunya memegangi bayi bernama Gea untuk memasang jarum infus setelah mendapatkan persetujuan dari sang kakek. Bayi itu terlihat lemah, tangisannya pun terdengar lirih menyayat hati. Chilla memberikan injeksi obat dan perlahan tangis bayi itu menghilang, barulah ia menanyai identitas bayi perempuan itu.

Equanimous #4 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang