Dean menyorongkan map berkas yang sudah ditandatanganinya menjauh dari jangkauannya. Bukan perkara isinya, tapi mood Dean yang amburadullah penyebabnya. Sepeninggal Zena yang menemuinya, Dean mendadak seperti pasien yang baru sadar dari koma panjang. Dunia telah berubah sementara dirinya tertinggal jauh dari perkembangan yang telah terjadi dan perkembangan hubungan Izann dan Zena telah pada tahap akhir. Hari pernikahan mereka sudah di depan mata sementara Dean? Terbelenggu oleh kesalahan dari kebodohannya sendiri, begitu mengumbar emosinya.
Pintu ruangan Dean terbuka, salah satu adik kembarnya mengerutkan kening ketika mendapati kakak tertuanya masih duduk manis di balik meja kerja. Arion tadinya enggan masuk, tapi melihat betapa murungnya wajah Dean maka ia melenggangkan kakinya masuk semakin dalam. Dean melihat sekilas pun bergerak membereskan meja kerjanya, waktunya jam istirahat.
"Enggak istirahat, Kak?" tanya Arion pada kakaknya.
"Kau duluan saja," kata Dean tegas.
Arion segera berbalik, tapi netranya tertahan oleh selembar kertas undangan di balik map merah. Tangannya meraih kertas itu dan melihat nama pengantinnya, alis Arion bertaut.
"Ini undangan pernikahan Zena dan Izann?" tanya Arion memastikan.
"Perlu kacamata kuda?" tanya Dean sebal.
Arion menatap Dean. "Dan Kakak benar-benar salah menyangka jika Kak Erchilla adalah PHO?"
"PHO?"
"Pengganggu Hubungan Orang. Padahal Kakaklah yang mengganggu hubungan orang, sampai membutakan mata hati sendiri soal Kak Chilla. Minta maaf kalau salah, jangan jadi pengecut," kata Arion menaruh undangan Zena dan Izann di meja Dean dan pergi.
Dean menatap kesal adiknya, jika Arion bukanlah adiknya melainkan pegawainya, sudah terima vas bunga ukuran kecil dengan mulus. Dean hanya bisa menghela napasnya, menarik otot punggungnya dengan merenggangkannya ke belakang. Perkataan Arion terasa mudah di telinganya, tapi tidak jika dilakukan karena sungguh berat. Ia menyambar ponsel dan kunci mobilnya dan pergi keluar ruangan.
Awalnya Dean memesan makanan untuk menyumpal cacing-cacing di perutnya, memenuhi tuntutan dan berharap akan merasa baikan. Namun, makanan cepat saji yang sudah dibungkusnya hanya teronggok di jok sampingnya duduk. Dean mencomot satu kentang goreng dan mengigitnya sambil menatap lurus bangunan besar dan berlantai banyak di depannya, Rumah Sakit Phalosa.
Rumah Sakit Phalosa tetap saja ramai meski masuk jam makan siang, para pengunjung dan pegawai rumah sakit masih berlalu-lalang di lantai satu. Dean mengedarkan pandangannya ke sekitar, berharap tak ada satu pun orang yang mengenalinya. Ia berhenti melangkah di bagian informasi, bertanya di mana ruangan perawatan Erchilla. Bagian informasi rumah sakit memberitahu dengan jelas ruangan Chilla dirawat dan Dean segera pergi menaiki lift.
Deretan pintu-pintu berwarna abu-abu muda dengan identitas-identitas pasien yang mendiaminya segera dilihat Dean ketika sampai. Dean membaca nama di tiap pintu dan berhenti di sebuah pintu dengan satu nama pasien, Erchilla Benecio. Putera pertama Kezlin itu tak segera masuk, melainkan menengok isi kamar lewat jendela kaca di pintu, lengang dan hening. Dean membuka pintunya dengan segenap hati dan memang benar kamar itu kosong, bahkan tiang infusnya saja tak ada.
Brankar pasien yang terdapat identitas pasien dengan nama Erchilla Benecio memastikan segalanya, wanita cantik itu masih dirawat di sini dan itu karenanya. Dean melangkah makin dekat dengan brankar kemudian menaruh sekuntum bunga di meja nakas dan pergi keluar kamar tanpa diketahui siapapun. Ia hendak berbelok ke kiri tapi dari kejauhan sosok pasien yang didatanginya diam-diam tengah berjalan pelan bersama seorang pria. Dean berbalik, sembunyi di balik dinding kamar lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimous #4 - END
RomantikUpdate sebisanya | 21+ ⚠Don't Copy My Story⚠ Erchilla memutuskan kembali pulang setelah kepulangannya beberapa tahun yang lalu. Ia menganggap jika Dean telah berubah mau menerimanya menjadi teman, teman lama. Tapi, semua bayangan Erchilla tak sama...