Single Tapi Merana | 25

4.6K 773 103
                                    

Dean memutar-mutar buket bunga yang diterimanya. Semua tamu undangan berteriak riuh ketika bunga pengantin dilemparkan, kepada siapapun yang menerimanya segala doa yang dipanjatkan sepasang pengantin yang berbahagia akan dipanjatkan untuknya, agar segera menyusul tak lama lagi. Itu mitos? Entahlah. Dean tak mempercayainya, bagaimana tidak? Dia akan segera menyusul sang mempelai pengantin ke pelaminan, pacar saja ia tak punya.

Arsha dan Kezlin saling menatap dan kembali mengobrol dengan keluarga mempelai pengantin. Bagi keduanya, mereka bukanlah orang baru karena mereka saling mengenal satu sama lain. Arsha memberikan kado spesial untuk sang mempelai pengantin perempuan, doa-doa terbaik dipanjatkannya untuk kelangsungan pernikahan mereka ke depan.

"Terima kasih Tante Arsha dan Om Kezlin hadir," ujar Zena yang tampak begitu bahagia.

"Sama-sama, Zena."

Zena tak bisa mengungkapkan betapa bahagia hatinya selain menatap pria yang telah menjadi suaminya, Izann. Izann pun senang telah mewujudkan mimpi manis kedua orangtuanya dulu, meski kini hanya tinggal mamanya seorang, ia masih berusaha membahagiakannya. Izann tersenyum ke arah wanita cantik yang datang padanya bersama Devine, ya dialah dokter cantik yang sempat menjadi harapan Izann sebelum menikahi Zena.

"Selamat atas pernikahannya, Kak Zena, Kak Izann. Semoga pernikahan kalian bahagia selamanya." Erchilla menyalami mempelai perempuan terlebih dahulu.

"Terima kasih sudah datang. Kau sudah baikan?" tanya Zena. "Maaf ya, aku belum sempat jenguk kamu lagi."

"Sudah baikan kok, Kak Zena." Erchilla melepaskan tautan tangannya pada Zena kemudian beralih pada Izann.

Izann tersenyum begitu tampan dengan balutan jas putih. "Terima kasih sudah mau datang, Erchilla."

"Aku pasti datang, ini adalah hari bahagiamu, Kak. Selamat ya, semoga pernikahan kalian bahagia selamanya."

"Terima kasih, Chilla." Izann ingin sekali menarik tangan Chilla dan membawa wanita itu dalam dekapannya untuk yang terakhir kalinya. Tapi, tindakan itu ia urungkan dan hanya memberikan tatapan dengan segala hal soal perasaannya dipadamkan.

Chilla tak mengerti mengapa Izann tak mau melepaskan tangannya padahal sudah merasa telah selesai. Bukan tak mengerti, tapi berharap juga Izann benar melupakan hal buruk yang bisa mengacaukan acara pernikahannya.

"Bisakah kita berfoto bersama?" tanya Devine yang memecah ketidakenakan situasi.

"Boleh," sanggup Izann sambil tersenyum.

Chilla mengapit lengan Zena kemudian Devine mengapit lengan Izann. Dari netra Zena, bisa dilihat jelas jika ada mata lelaki lain yang terlihat tak menyukai kebersamaan Chilla dan Devine. Devine menunjukkan ponselnya pada Chilla sambil merangkul pinggang Chilla mesra, yaitu Dean. Pria itu duduk di salah satu meja tamu undangan meneguk es buah beberapa kali.

Devine dan Chilla pamit turun dan dipersilakan oleh Zena untuk menikmati hidangan yang tersedia. Devine sudah sarapan dengan porsi cukup banyak sebelum berangkat, tapi ketika di sini perutnya terasa kosong melompong dan begitu semangat menarik tangan Chilla ke meja lontong sate.

"Kau mau makan lagi, Dev?" tanya Chilla sambil menatap Devine sudah mengambil satu porsi lontong sate.

"Iya, aku lapar. Kau juga harus makan yang banyak, ini." Devine mengambil satu porsi untuk Chilla.

Chilla menerima piring pemberian Devine. "Perutmu itu dari karet apa gimana?"

"Mahan hyang ahyak! Bar pet mbuh," kata Devine sambil makan.

"Makan dulu baru ngomong," kata Chilla.

Devine mengangkat tangannya karena daging sate tak mau segera turun dari tenggorokannya. Ia pun pergi ke meja di mana es buah berwarna hijau dan merah berjejer. Erchilla hanya tertawa melihat Devine menyela langkah tamu lain demi segera mendapatkan es buah yang bisa mendorong makanannya. Chilla akan membawa piringnya kembali ke tempat duduk tapi, tempat duduknya telah diduduki oleh tamu lain, begitu juga dengan duduk Devine.

Equanimous #4 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang