Devine datang bersamaan dengan pulangnya Gita yang sibuk latihan untuk turnamen. Mereka berdua masuk ke rumah setelah nengucap salam, disambut dengan senyuman Alanza dan Micha. Gita mendaratkan tubuhnya di sofa empuk sambil menyomot keripik kentang yang masih hangat.
"Kamu cari Erchilla ya? Barusan keluar sama Rose, katanya udah janjian sama kamu di luar waktu tante bilang kalau kamu mau ke sini."
Devine merasa tertohok dengan sikap Erchilla setelah kejadian kemarin. "Ah, iya aku lupa kalau udah janjian di sana. Kalau begitu aku pamit dulu, Taante, Om."
"Iya, Dev."
"Aku enggak dipamitin nih?" tanya Gita.
Devine tersenyum kemudian pergi setelah pamit pada semua keluarga Benecio. Di luar Devine menelepon Erchilla namun tak diangkat hingga beberapa kali mencoba, kemudian ia nenelepon Rose dan mengatakan jika masih bersama Erchilla di tempat nonkrong mereka biasanya. Devine segera melajukan mobilnya untuk bisa bicara dengan Erchilla setelah kejadian kemarin.
Erchilla tak melarang Rose mengatakan di mana dirinya saat ini, lambat atau cepat ia pasti akan bertemu dengan pria yang mendalangi kejadian mamalukan di dalam hidupnya. Ia mengusap air matanya ketika ingat betapa liarnya ia 'di atas' Dean malam itu, hal terburuk yang tak ingin ia ceritakan pada siapapun. Entah bagaimana jadinya nanti jika bertemu Dean?
"Kamu ada masalah sama Devine? Jujur deh, aku ini sahabatnu 'kan?'" tanya Rose pada Erchilla.
Erchillla menunduk kemudian mengusap air matanya lagi. "Aku enggak tahu harus cerita darimana, Rose."
"Aku akan tunggu sampai kamu mau cerita sama aku," ujar Rose sambil mengusap lengan Erchilla lembut.
Rose hendak memesan minuman keduanya saat Devine datang dengan buru-buru ke meja mereka. Devine menatap seksama Erchilla pun bercampur sendu tangannya perlahan hendak meraih jemari Erchilla, namun dokter wanita itu menarik tangannya ke balik meja.
"Aku mau bicara sesuatu," kata Devine.
"Bicara saja," balas Erchilla masih menunduk.
"Kalian ini kenapa sih? Hei, ada apa?" tanya Rose pada Devine.
"Bisa beri aku ruang untuk bicara sama Erchilla?" pinta Devine.
Rose mendadak canggung. "Oh, oke. Anggap saja aku enggak ada, aku akan diam."
Devine menatap Erchilla yang tak mau melihatnya. "Aku tahu aku salah, Sayang. Jangan hukum aku seperti ini dengan sikapmu."
Erchilla masih menundukkan wajahnya. "Aku merasa hina bisa kauperlakukan seperti itu."
"Maafkan aku."
"Kaubuat masa depanku yang kupasrahkan padamu mendadak gelap dan kusesali."
"Maafkan aku."
"Kata maaf enggak bisa menarik waktu dan semua yang terjadi." Erchilla menatap Devine dengan cucuran air mata, kilatan wajah Devine yang memaksanya untuk berhubungan intim di bawah pengaruh obat tak bisa diterimanya
Devine merasa begitu bersalah hingga berjongkok di depan Erchilla. "Maafkan aku, aku tahu aku salah, Chilla. Aku akan tanggung semua resikonya ke depan."
"Aku enggak bisa."
"Tunggu, obrolan kalian kok serius sekali, sih? Oke aku diam, tapi permasalahan kalian tampaknya serius. Ada apa?" tanya Rose yang heran dengan sikap keduanya.
Devine dan Erchilla bungkam. Rose mendekati Erchilla menatapnya serius, namun sahabatnya masih saja bungkam.
"Aku melakukan kasalahan fatal dan aku mau bertanggung jawab.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimous #4 - END
RomanceUpdate sebisanya | 21+ ⚠Don't Copy My Story⚠ Erchilla memutuskan kembali pulang setelah kepulangannya beberapa tahun yang lalu. Ia menganggap jika Dean telah berubah mau menerimanya menjadi teman, teman lama. Tapi, semua bayangan Erchilla tak sama...