Hari Pertunangan | 34

3.3K 506 93
                                    

Awas! Alur maju-mundur syantik yes!

Rumah keluarga Kezlin terasa senyap, jika kemarin-kemarin jam makan malam begitu hangat sekarang mendadak suram. Sari yang menata meja makan hanya menoleh ke kursi-kursi yang kosong. Majikannya tak keluar dari kamar justru membawakannya makanan ke kamarnya, anak-anak tuannya pun tak ada satu pun yang ke luar dari kamar.

"Mbak Sari nyari apa? Kok noleh ke sana sini?" tanya Alucian.

"Oh, enggak kok, Mas Alucian. Mas mau makan?" tawar Sari.

"Iya," ujar Alucian yang duduk sendirian.

"Yang lain enggak makan malam, Mas?" tanya Sari.

Alucian tak bisa menjawab, hanya bisa tersenyum dan makan dalam kesendirian. Kakak-kakaknya ada di dalam kamar, mungkin enggan turun karena tak ada mamanya. Ya, Arsha tengah sakit, mungkin jika sakit raganya segera sembuh dibawa ke dokter, ini berbeda. Batin Arsha yang tengah sakit, akibat rasa kecewa karena Dean tak bisa memenangkan hati Erchilla.

Alucian membawakan dua porsi makan malam dibantu Sari untuk kedua kakak kembarnya. Mereka berdua tengah rebahan di ranjang sambil berdiskusi soal pekerjaan mereka.

"Kenapa diantar? Ntar juga aku turun," kata Alerion.

"Sari bisa antar makanan ke kamar Kak Dean?"

Sari mengangguk kemudian pergi keluar kamar double A. Alucian duduk di tepian ranjang Arion. "Mama masih nangis, Kak?"

Arion menoleh. "Mungkin enggak kalau papa yang bujuk."

"Obat mama sembuh ya Kak Erchilla."

"Kami tahu, tapi susah sekali ngomong sama Kak Dean. Tahu sendiri gengsinya setinggi tower telepon." Alerion berkomentar.

Alucian menunduk berpikir. "Aku akan bicara dengan Kak Dean."

"Soal Kak Erchilla?"

"Good Luck deh!" Alerion memberi semangat.

Alucian keluar dari kamar kakak kembarnya dan mendekati kamar kakak tertuanya. Ketika ia masuk, Dean tengah berkutat dengan laptopnya, mempersilakan ia duduk.

"Kak, bisa kita bicara sebentar?"

Dean melirik Alucian dan menutup laptopnya. "Ya, bicaralah."

"Ini soal undangan emas itu," kata Alucian.

Dean menarik napasnya. "Kenapa?"

"Bisakah kautaruh egomu dan bicara sejujurnya pada Kak Erchilla soal perasaanmu?"

"Kenapa dengan perasaanku?"

"Bisakah kautaruh egomu dan bicara apa adanya?"

Dean menatap lekat-lekat adik kecilnya. "Aku sudah berusaha asal kautahu, ke Jogja tanpa persiapan apa-apa."

Alucian tersenyum tipis, "Aku tahu."

"Darimana kautahu?"

"Paman Silas kami bertemu di kampus. Tapi, apa yang terjadi sampai undangan itu sampai lebih cepat dari dugaanku kalau kalian bertemu di sana?" Alucian menodong jawaban.

"Aku bertengkar dengan calon tunangannya."

"Apa alasannya? Apa ada hubungannya dengan pelipismu yang lebam, Kak?"

Dean terdiam, ia tak menjawah pertanyaan Alucian dan memintanya keluar dengan alasan akan beristirahat. Alucian yang kepo dengan apa yang terjadi di balik lebamnya pelipis kakak tertuanya, tapi ia memilih diam. Dean sudah meraih sendok makannnya, tapi bayangan kejadian semalam membuatnya tak jadi nafsu makan lagi.

Equanimous #4 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang