Perasaan | 19

4.1K 754 88
                                        

Rose memeluk erat Erchilla, hari ini Rose akan kembali pulang ke Singapura. Mama dan papanya tak sabar lagi menunggu kepulangan anak semata wayangnya. Erchilla juga tak enak menahan Rose terlalu lama di sini, terlebih lagi jika kliniknya telah buka.

"Jangan nangis gitu donk, kaukira aku pergi ke mana?" tanya Rose yang melihat wajah Erchilla memerah.

Erchilla tertawa kecil. "Jangan lupa telepon aku begitu nyampe sana."

"Iya, iya. Kau itu sudah bilang gitu empat kali loh." Rose tersenyum.

Rose melihat ke arah lelaki yang selalu saja berdebat dengannya, Sivan. Pentolan band Foska itu ikut juga mengantar kepulangan Rose, bahkan membawakan bekal ukuran sedang berisi makanan jadi, sekiranya Rose lapar di perjalanan.

"Apa nih?"

"Makanana. Masa bom," jawab Sivan.

"Wehee, tumben banget! Mimpi apa semalam kasih bekal aku segala."

"Spesial tuh," ujar Erchilla.

"Mimpi ketemu kuntilanak jadi pria."

"Ih, kok serem sih!" Rose mencubit perut Sivan.

Sivan menghindar tapi cubitan Rose sudah lebih dulu mendarat di kulit perutnya. "Sakit banget cubitanmu! Enggak mau sini kubawa pulang lagi."

Rose memegang erat bekal dari Sivan, isinya kue bolu buatan mamanya dan permen cokelat yang isinya mete. "Ohoo hoo, tidak bisa. Makasih, Tahu Bulat!"

"Sweet." Erchilla berkomentar.

Rose dan Sivan menatap Erchilla bersamaan kemudian menggelitikinya, dokter wanita itu lantas meminta ampun dan merangkul kedua sahabatnya.

"Aku akan merindukan kita kumpul lagi," kata Erchilla.

"Tenang saja, aku nanti tiba-tiba udah tidur di ranjangmu, acak-acak lagi. Ini hanya rayuan buat mama dan papa, jangan sedih gitu donk." Rose menyandarkan kepalanya di bahu Erchilla.

"Hei, itu bukannya pesawat yang akan kautumpangi kan? Udah dipanggil masuk tuh!" Sivan memberitahu Rose jika pengeras suaraa itu memanggil penumpang dengan tujuan Singapura akan segera berangkat.

Rose menatap Erchilla dengan senyumnya, kemudian pada Sivan. "Hei, Tahu bulat! Jaga bener-bener tuh Erchilla dari si Monster kelinci. Gorok aja dia kalau udah enggak tahan, oke?"

"Oke! Hati-hati, jangan petakilan di dalam pesawat."

"Tunggu!" seru sebuah suara. Devine berlari mendekati ketiganya sambil membawa boneka beruang kecil warna cokelat muda, berbando dan semanis Rose. "Ini buatmu. Hhh, aku kira bakal ketinggalan."

"Buatku? Ih, manis bangeeet! Makasih ya Pak Pengusaha bonekanya, aku suka." Rose memeluk boneka itu dan tersenyum.

"Sudah pergi sana, ntar ketinggalan dimasukin bagasi kamu!" seru Sivan.

"Iya, iya. Bye Chillaku sayang, Bye Tahu bulat, Bye Devine!" Rose melambaikan tangan beruang perempuannya pada ketiganya sambil berjalan memeluk bekal dari Sivan.

"Hati-hati!" seru Devine pada Rose diambang pintu.

Rose tersenyum ke arah Devine dan dua sahabatnya yang lain. Tapi, ada yang mengganjal di hatinya hingga tertahan beberapa menit sampai petugas bandara mengingatkannya untuk segera menaiki pesawat, dia penumpang terakhir. Rose melihat Sivan berbalik, tak biasa dan terlihat aneh di benaknya. Rose ingin sekali menyalakan data ponselnya dan menelepon Sivan, tapi jelas itu dilarang bukan?

Devine memegang tangan Chilla. "Cari minum, yuk! Aku haus lari-lari ke sini tadi."

"Ayo. Sivan, mau ikut?" tanya Erchilla.

Equanimous #4 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang