"Ck, ck, ck kasihan Paman, sabar ya Paman. Ayok main sama Elian aja," ujar Elian sambil mengelus lengan Dean.
Dean menoleh ke samping, pasien anak-anak itu begitu memperhatikannya dan bertindak seolah dia paham apa yang terjadi.
"Paman antar kau kembali ke ruang rawat ya," ajak Dean ramah.
Elian merangkul tangan Dean erat, "Paman mau pergi? Ke mana? Elian ikut ya?"
"Nanti paman akan ke sini lagi saat jam makan siang," janji Dean.
"Awas kalau boong! Nanti hidunnya Paman segede ini!" seru Elian menelungkupkan kedua tangannya.
Dean benar tertawa akan sikap manja Elian, pasien anak-anak itu begitu menyukainya, bahkan mamanya saja tak bisa membujuk dan menawar keinginan Elian. Mamanya sudah menunggu di ambang pintu ruang perawatan, berkata terima kasih pada Dean. Ponsel Dean berdering, nama mamanya tertera di layar.
"Ada apa, Cian?"
"Ini mama, Dean."
Dean teetegun, "Iya, Ma. Ada apa?"
"Kamu kapan baliknya? Enggak ada kabar katanya mau ketemu sama Mr. siapa itu?"
Dean menggaruk tengkuknya, "Aku ada urusan lain, sedikit masalah jadi enggak bisa langsung balik."
"Yakin?"
"Iya, Ma."
Ada keheningan setelahnya, Dean menatap layar ponselnya. Sambungan telepon itu masih tersambung, tapi mamanya diam saja.
"Maa," panggil Dean
"Biskah kamu turuti permintaan mama, Dean? Mama hanya minta kamu minta maaf sama Erchilla soal kemarin dan ajak dia menikah. Langsung saja lamar dia," pinta Arsha mantap.
Dean menelan salivanya, "Mama lupa kalau dia punya calon tunangan?"
"Justru itu, kamu harus duluin dia!"
Dean merasa sedikit punya strategi, "Aku ... ada urusan dulu, Ma. Mama baik-baik di rumah, aku akan segera pulang."
"Kamu pokoknya usahain gimana caranya, mama mau dia jadi menantu mama, Dean."
Perkataan terakhir mamanya terngiang di telinga Dean. Bahkan sambungan telepon itu sudah berakhir beberapa menit lalu tapi masih saja berdengung. Mamanya menginginkan satu wanita cantik yang pantas jadi menantunya, masalahnya ia harus berhadapan dengan Devine soal itu, kemudian dengan egonya karena tak mudah menurunkan gengsinya untuk Erchilla.
#
Devine tersenyum melihat Erchilla bagaimana menjalani profesinya. Ia tidak diperkenankan masuk ke ruang dokter selain petugas kesehatan, jadi ia melihat semuanya dari balik kaca. Netranya tertumbuk pada tas karton yang tergeletak di bawah meja kerja kekasihnya. Ia menggigit bibir bawahnya, bagaimana caranya bisa tahu apa yang ada di dalam tas. Apakah benae isinya seperti apa yang dikatakan Dean tadi? Erchilla mencuri pandang lewat kaca saat pasien yang diperiksanya selesai. Saat itulah Devine masuk ke ruangan.
"Aku mau balik ke hotel, lelah. Nanti akan kujemput untuk makan siang."
"Kau hapal jalan ke sini?"
"Ada GPS dan bisa tanya ke orang-orang." Erchilla tersenyum mengangguk sementara Devine meraih tas karton dari Dean. "aku bawa ini ke hotel biar enggak jadi beban pada pekerjaanmu, selamat bekerja."
Devine membungkam perkataan Erchilla yang belum sempat terucap dengan kecupan di dahinya. Kehangatan Devine disaksikan seorang suster yang tak sengaja masuk membawa pasien selanjutnya. Erchilla mau tak mau mengurungkan perkataannya perihal tas karton dari Dean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimous #4 - END
RomanceUpdate sebisanya | 21+ ⚠Don't Copy My Story⚠ Erchilla memutuskan kembali pulang setelah kepulangannya beberapa tahun yang lalu. Ia menganggap jika Dean telah berubah mau menerimanya menjadi teman, teman lama. Tapi, semua bayangan Erchilla tak sama...