"Apa yang kaulakukan, Vin!" seru Erchilla pada Devine saat berhasil menjauhkan dagu pria pengusaha di Singapura itu.
Devine menatap Erchilla dengan wajah sama merahnya Erchilla. "Aku ingin dia sadar siapa kau dan dia."
"Tapi juga enggak begitu, Vin!" seru Erchilla. "Ini tempat umum."
Devine meraih jemari Erchilla. "Aku serius dengan perkataanku. Aku membawa kabar baik, keluargaku ingin pertunangan kita dipercepat atau tidak ada acara pertunangan langsung ke pelaminan saja. "
Erchilla melongo. Benar dia memang memberi Devine peluang untuk mendapatkan hatinya, bahkan sudah menyetujui pertunangan itu, akantetapi untuk menikah hatinya masih belum benar bisa menggantikan Dean di sudut hatinya.
"Kita pulang, Vin." Erchilla memijit pelipisnya.
"Kamu sakit? Ayo ke rumah sakit," ajak Devine.
"Aku hanya butuh istirahat, Vin."
"Yakin? Sayang, mama dan papa sudah telepon orangtuamu soal itu, mereka setuju dan antusias. Kita akan jadi suami isteri, Sayang! Akan kupastikan hanya aku yang layak buat kau bahagia." Devine mendekap tangan Erchilla di dada.
Erchilla tersenyum kecut, "Aku ingin pulang, Vin. Aku capek."
"Siap! Nanti aku pijit okey!"
Erchilla hanya tersenyum menanggapi perkataan Devine, pria itu begitu menyanjungnya, menghargai keputusannya berbeda sekali dengan Dean sebelum berubah seperti hari ini. Sepanjang jalan, Devine membicarakan soal pernikahannya nanti model seperti apa, soal souvenir yang memang ia punya kenalan dan berkualitas bagus serta unik.
Erchilla hanya tersenyum dan mengangguk, selebihnya berharap Devine tak benar serius soal perkataannya. Sayangnya, Gita membenarkan perihal omongan Devine padanya tadi, jika mama dan papanya menyutujui permintaan keluarga Xander. Seketika bayangan hidup menjadi isteri Devine berkelebat, jauh dari ekspektasinya sejak kecil jika dirinya menjadi isteri Dean, si Monster Kelinci Super Jahil.
Devine tak merasa ada masalah dengan penginapan Erchilla, ini termasuk kelas menengah ke atas karena fasilitasnya cukup memadai. Hanya saja, jarak antara penginapan Erchilla dengan penginapan Dean tak begitu jauh hanya dipisahkan dua jalan besar yang jalan kaki saja sudah bisa sampai.
"Kenapa kita enggak pesan hotel saja?"
"Mahal, Vin. Kemungkinan aku di sini juga lumayan lama, bisa-bisa gajiku hanya cukup buat bayar hotel."
"Masa, ah? Kalau begitu aku yang urusi semuanya, kamu berberes saja dulu," pinta Devine.
"Ini dekat dengan rumah sakit, Vin."
"Cari hotel yang dekat dengan rumah sakit, enggak harus di sini. Jauh pun ada aku, aku siap antarkan kau ke mana saja, apa kau lupa hmm? Aku yang akan mengantar dan menemanimu setiap hari, waktu juga."
"Karena dia dekat sini?"
"Aku tak mau kau terganggu dengan masalah lain, aku ingin kau tenang dan nyaman jalani profesimu sebagai dokter, mengobati pasien yang diajukan Paman Leri."
"Paman Daryn."
"Ya dia pokoknya. Sudahi debat kita, aku telepon buat pesen hotel kamu berberes oke?"
Erchilla menggigit bibirnya kemudian mendesah mau tak mau ia menuruti keinginan Devine. Selama pria itu menelepon, ia melamun sambil berberes, kemungkinan-kemungkinan lain yang akam timbul jika tak menuruti Devine berkeliaran. Apalagi jika sampai melihat Devine dan Dean baku hantam karena satu cinta saja.
#
Dean kembali ke penginapannya menjelang pukul tiga, setelah menghabiskan dua mangkuk wedang ronde. Mungkin karena adegan hangat antara Devine dan Erchilla membuatnya menjadi kalap. Ketika akan melangkah masuk, kamar penginapan sebelah terbuka, Mbak Wati keluar sambil membawa kipas dari kardus bekas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimous #4 - END
RomansaUpdate sebisanya | 21+ ⚠Don't Copy My Story⚠ Erchilla memutuskan kembali pulang setelah kepulangannya beberapa tahun yang lalu. Ia menganggap jika Dean telah berubah mau menerimanya menjadi teman, teman lama. Tapi, semua bayangan Erchilla tak sama...