Adegan Hangat | 31

4.2K 599 93
                                    

Berada di tempat yang jauh dari rumah bagi Dean memang bukan hal baru, terlebih lagi saat kecil ia suka sekali berpetualang dari tempat satu ke tempat lain tanpa ada rasa takut sedikit pun. Tapi, bagi Erchilla yang tak pernah menjadi Dean Sang Petualang tentunya ada rasa takut. Akantetapi jika keduanya berada di tempat asing bersama? Akan berbeda ceritanya bukan?

"Monggo, diminum tehnya," ujar wanita tua sambil menaruh nampan berisi dua cangkir dan poci berisi teh hangat.

"Nenek jangan repot-repot," kata Erchilla.

"Enggak repot kok," timpal nenek.

Dean yang duduk di kursi rotan tak jauh dari Erchilla duduk, menyadari bahwa dirinya sudah terlalu jauh bertindak di luar batas kenormalan dalam kamus hidupnya. Ia tengah bersama dengan tunangan orang lain, bahkan semalam dia tidur bersamanya meski hanya tidur tapi dalam satu ruangan bahkan ranjang yang sama pula.

Ponsel Erchilla berbunyi, wanita yang berprofesi dokter itu lantaa menerima panggilan yang datang dengan senyum merekah, meminta pamit pada si nenek yang ternyata beralih memperhatikannya.

"Kenapa nenek menatapku seperti itu?" tanya Dean.

Nenek masih memperhatikan Dean seksama. "Nenek tidak percaya kalau kamu suaminya seperti apa yang dikatakan Erchilla."

"Kenapa bisa enggak percaya?"

"Mana buku nikahmu?" tanya nenek.

Dean tergagap. "Di hotel, masa iya aku bawa ke mana-mana?"

Nenek mencibir, "Kamu kalau bohong ya bohong aja, bocah geblek. Buku nikah koo ditinggal-tinggal saat bepergian gini."

Erchilla yang menerima telepon dari Devine tak bisa fokus, bagaimana bisa fokus jika Dean yang menjawab pertanyaan Nenek Jayanti begitu frontal mengatakan jika buku nikah dirinya dan Dean ketinggalan di kamar hotel. Devine yang tak tahu bahwa tunangannya bersama Dean pun mulai bertanya.

"Itu suara pasien? Kok tumben suara pasien yang terdengar hanya itu, kurasa enggak asing suaranya. Kayak suara .... Dean. Kamu bersama Dean, Sayang?"

"Aku e iya itu ... Dean."

Hening. Erchilla bisa mendengar desahan Devine yang terdengar tak suka dengan keberadaan tunangannya tercinta bersama pria lain. Meski Erchilla sudah menjelaskan dan menjauh dari Dean tapi tetap saja Devine bisa mendengarnya.

"Aku akan menyusul ke Jogja."

Erchilla tertegun. "Urusan di sana sudah selesai? Kau kan masih sibuk, Dev."

"Bisa ditangani lainnya, soal kamu aku mengesampingkan lainnya, aku enggak suka kamu dekat dengannya. Kamu masih bantu Paman Daryn, oke aku juga bisa bantu kok."

"Dev, halo, Dev?" Erchilla melihat ke layar ponselnya, sambungan telepon itu disudahi Devine. Dean yang mendengar Erchilla memanggil Devine pun menoleh, jelas ada sesuatu.

Erchilla mengambil barang belanjaannya dan berpamitan pada nenek. Nenek tak segan memintanya untuk sering mampir selama tinggal sementara di Jogja, dokter wanita itu mengiyakannya. Dean mengikuti langkah Chilla pun penasaran mengapa dirinya sedikit berbeda setelah mendapat telepon dari Devine.

"Kau mau pulang? Aku antar."

"Kita berpisah di sini saja. Terima kasih sudah menolongku, membantuku. Nanti Devine yang akan mengganti uangmu."

Di persimpangan kampung rumah Nenek Jayantilah mereka berdua berpisah. Erchilla mengatakan jika tak perlu khawatir soal penginapannya selama di Jogja karena ada Devine nanti yang mengurusinya. Dean masih setia menatap punggung Erchilla yang menjauh, wajahnya berubah masam dan bimbang, tak bisa menerima kenyataan jika Erchilla telah membatasi jaraknya.

Equanimous #4 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang