Harum lotion yang dikenakan gadis cantik itu tercium sampai ke bawah, ia masih mematut dirinya di cermin untuk menundukkan rambutnya. Ia harus menyisir rapi dan mengikatnya menjadi ekor kuda sebelum benar-benar pergi. Ketukan di pintu kamarnya terdengar, ia tak peduli dan tetap saja memperhatikan rambut hitamnya.
"Hei, itu rambut udah rapi mau rapi model gimana lagi, sih?" tanya suara lelaki di ambang pintu.
Gadis itu melirik sekilas di kaca, kemudian menunduk sedikit. "Harus rapi, aku enggak suka ada helaian rambut jatuh ke depan ganggu kayak kamu."
Lelaki itu tertawa, kemudian melemparkan buah apel dari tangan kanannya ke arah si Gadis. "Orangtuamu saja senang aku gangguin kok."
Gadis itu mengangkat tangannya sigap menangkap buah apel yang dilemparkan padanya. "Mereka saja yang tak enak bilang gitu, aslinya? Ya keganggu juga."
"Mau kuantar ntar? Mumpung aku berbaik hati loh," tawarnya pada si Gadis.
"Enggak usah deh, 'kan belum juga jadi calon kakak ipar," tolak si Gadis keluar dari kamarnya.
Lelaki itu tersenyum masam sedikit, menurutnya benar juga perkataan Gita. Kakaknya-Erchilla-belum ada kemauan menemuinya barang sekali saja, hingga hari ini secara tak sabar menunjukkan diri pada keluarga Benecio untuk melihat sendiri bagaimana rupawannya Erchilla Benecio.
"Paling tidak aku tahu kalau kakakmu secantik dirimu tapi versi wanita," kata lelaki itu ikut menuruni tangga.
Gita-adik Erchilla-berhenti meniti tangga dan berbalik menatap garang ke arah lelaki di belakangnya. "Kaukira aku pria?"
Lelaki itu mengangkat kedua tangannya, "Sedikit dan itu fakta."
"Devine, Gita ayo sarapan dulu," panggil mama Gita dari bawah.
Gita melirik dan menggigit bibir bawahnya, "Maa, jangan mau dirayu dia, tukang kibul dan flirting mulu."
"Flirting? Hei, aku hanya mencoba dekat dengan kalian, bukan flirting!" tolak Devine pada Gita.
Gita duduk dan meilirik Devine. "Urusi kerjaanmu sana, malah minta sarapan ke sini."
"Gita, biarin ah. Devine 'kan meluangkan waktunya yang sibuk buat makin dekat dengan keluarga kita. Sopan dikit ah, dia calon kakak iparmu," pinta Alanza meminta Gita untuk menghormati Devine.
"Iya kalau Kak Chilla mau, Ma. Kak Chillanya aja sampai sekarang enggak ngomong apa-apa tuh," kata Gita.
"Kalau aku enggak jadi sama Chilla, aku mau sama kamu aja, sama uniknya." Devine menatap ke arah Gita sambil menaikkan alisnya sedikit.
"Ntar kalau matahari terbit dari utara."
"Sudah-sudah," kata Alanza smabil tertawa kecil.
"Oh, ada kau, pagi sayang-sayangnya papa," kata Micha mendekati meja makan sambil mengecup pipi isteri dan anaknya.
"Pagi juga, Paman Micha." Devine menyapa Micha.
"Sebuah kejutan kau pagi-pagi ke sini, Dev."
"Iyalah, dia mau minta makan mama, Pa."
"Hush!" Alanza berseru.
Micha tertawa kecil, "Enggak apa, Gita. Masakan mama kita memang lezat sehingga buat Devine ke mari."
"Masakan Tante Alanza memang lezat, tapi bukan karena itu saja aku ke mari, aku enggak sabar bertemu dengannya," kata Devine menatap ke arah pigura Erchilla yang besar di ruang tengah.
"Hmm, yeah, sayangnya Kak Chilla ke Indo tuh buat mastiin cinta monyetnya, Kak Chilla maunya sama si pipi merah muda Kak Dean bukan Kak Devine, ingat tuh!" Gita berkata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimous #4 - END
RomantizmUpdate sebisanya | 21+ ⚠Don't Copy My Story⚠ Erchilla memutuskan kembali pulang setelah kepulangannya beberapa tahun yang lalu. Ia menganggap jika Dean telah berubah mau menerimanya menjadi teman, teman lama. Tapi, semua bayangan Erchilla tak sama...