Dean menghigit hibir bawahnya, gemas dengan dirinya sendiri yang tak bisa tegas mengambil keputusan secepatnya. Ia berdiri, menatap beberapa petugas keamanan dan mulai bergerak.
"Anggap saja aku nekat dan gila saat ini, ya aku memang gila." Dean berjalan semakin cepat menjauh dari tempat duduk yang terasa dibedakan dengan tamu lain.
Dean melangkah tak tentu arah, ini bukanlah rumah Erchilla. Jika ini rumahnya akan begitu mudah menemukan kamar pribadi dokter umum itu. Tapi, ini adalah ballroom hotel, jadi ia menggunakan instingnya untuk menebak sekiranya di mana Erchilla berada.
"Anda mau ke mana, Pak? Tempat acara sebelah sana," tegur sapah satu petugas keamanan yang mengikutinya.
Dean berbalik. "Aku tahu, hanya cari toilet."
"Mari saya antar," tawar petugas keamanan hendak merangkul pundak Dean.
Dean mengelak. "Tidak perlu diantar, terima kasih."
"Itu sudah menjadi tugas saya, mari." Mata petugas keamanan teralihkan karena melihat sosok Erchilla dan Rose keluar dari salah satu deretan pintu kamar hotel.
Dean mengikuti perintah petugas keamanan, tapi hanya dua langkah saua selebihnya ia mengelak dan dicekal oleh sepasang tangan. Ia memutar tubuhnya ke belakang sementara kedua tangannya memutar cekalan itu dan kakinya menendang perut si petugas. Ia berlari meraih tangan Erchilla dan membawanya pergi tanpa aba-aba. Wanita berkebaya modern putih itu tunggang langgang mengikuti langkah Dean melewati lorong dengan lolongan petugas keamanan dan Rose.
Dean melihat Erchilla tertegun menatapnya meski ia berlari mengikuti pria yang tak mau melepaskan genggamannya. Mereka berdua menuruni tangga darurat kemudian pintu belakang hotel tapi tak segera keluar parkiran melainkan ke suatu ruangan di mana langkah mereka tak terkejar. Deru napas keduanya saling bersahutan, kegilaan Dean terhenti.
"Kau ... gila! Kenapa menarikku ... dan membawaku ke sini, huh?"
Dean menatap Erchilla setelah helaan kedua. "Entahlah, mungkin ... karena aku tak setuju ... dengan ini semua."
"Maksudmu?"
Dean mengembuskan napasnya panjang dan berdiri tegak. "Aku tak setuju kau bertunangan dengannya."
"Kenapa? Apa sebabnya?" tanya Erchilla sambil melipat tangannya di dada.
"Apa aku harus menjawabnya?"
"Lebih baik aku kembali ke acaraku." Erchilla melepaskan lipatan tangannya dan berbalik menjauh dari Dean.
Dean meraih tangan Erchilla dan menariknya dalam dekapan. "Aku mencintaimu."
Dean mengatakan isi hatinya secara lugas dan jelas sementara Erchilla diam dalam pelukan Dean. Ia memejamkan matanya menghirup bau parfum Erchilla dan tak membiarkan wanita cantik itu pergi darinya. Ia menatap wanita cantik itu kemudian memagutnya, ciuman hangat yang ia beranikan beri dan menyingkirkan konsekuensi di ujungnya. Pagutan itu membuatnya melayang dan memejamkan mata kembali, tangannya mengelus lengan Erchilla yang diam saja menyetujui tindakannya.
"Hei, lepaskan tanganku! Hei, hello!"
Dean membuka matanya cepat, kaget dengan apa yang terpampang di depannya. Ia melihat Erchilla sudah duduk bersanding dengan Devine, keduanya tersenyum merekah dan memamerkan cincin yang melingkar di jari masing-masing. Ia menoleh pada sumber suara, tangan yang dipegangnya memang tangan wanita, tapi itu bukanlah Erchilla melainkan wanita lain yang melotot marah padanya.
"Dasar lelaki kurang ajar!" Sebuah tamparan mendarat di pipi Dean. Tak begitu sakit dibandingkan perasaannya melihat Erchilla dan Devine bertunangan tapi suara tamparan itu sedikit menyita perhatian si pemilik acara dan tamu lain, terutama bagian keamanan yang tak jauh berasa di dekat Dean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimous #4 - END
RomanceUpdate sebisanya | 21+ ⚠Don't Copy My Story⚠ Erchilla memutuskan kembali pulang setelah kepulangannya beberapa tahun yang lalu. Ia menganggap jika Dean telah berubah mau menerimanya menjadi teman, teman lama. Tapi, semua bayangan Erchilla tak sama...