#19

6.5K 296 0
                                    

***
Sang bintang dan dewi malam masih setia menyelimuti langit dengan kehangatannya
Dahi kian menyatu dengan kesunyian sajadah yang menenangkan..

Ku ambil air wudhu dan ku laksanakan shalat tahajjud seperti kebiasaan yang ku lakukan... Aku selalu menjadikan waktu ini untuk berbincang dengan Allah subhanallahu wa ta'ala...

"Astagfirullah haladzim... Astagfirullah haladzim.. Astagfirullah haladzim.." kalimat istighfar yang ku ucap mengingat begitu banyak dosa untuk meminta pengampunan dari Rab ku..
Tak lupa, aku pun menceritakan perihal mbak Dina yang sudah aku sakiti meskipun tanpa niat sedikitpun aku melakukannya...

"Ya Allah, Tuhanku, ya Rahman, ya Rahim.. Hamba merasa sangat bersalah karena mbak Dina pasti kecewa ustadz Imran memilihku untuk diajak kenalan lebih dekat, hiks... Hiks... Hiks.. ya Rab.. Aku tidak pernah sedikitpun bermaksud menyakiti atau membuat kecewa mbak Dina, namun disisi lain, hamba juga menaruh rasa pada ustadz Imran, hiks... Hiks... Hiks... ya Rab hamba pasrahkan hati hamba pada-Mu, tunjukkan jalan terbaik-Mu dan berilah kelapangan hati hamba dalam menerima keputusan-Mu..hiks.. Hiks.. Hiks.." curahan hatiku pada Allah subhanallahu wa ta'ala dengan isakan tangis yang kian mengalir menyertai rasa bimbangku

Aku larut dalam tangis ku menghamba kepada-Nya hingga aku sekadar tidur dengan mata terbuka diatas sajadah....

Brak...

Ada suara barang terjatuh yang berasal dari samping ranjang mbak Dina, ku rasa dia tidak sedang tidur, memang dia sholat lebih awal dariku....

Aku tak berani untuk sekadar menegur mbak Dina sebab masih teringat perbincangan kita semalam...

Sampai subuh berlalu dan sang mentari menyapa pun, belum ada pembicaraan satu kata pun antara aku dan mbak Dina..

Ketika aku hendak berangkat kuliah, ku beranikan diri untuk mendahului menyapa karena memang aku dalam posisi salah meski aku tak pernah menginginkan berada pada posisi ini..

"mbak.." sapaku pada mbak Dina yang aku usahakan seolah tidak terjadi apa-apa

Mbak Dina mendengarnya namun tak ada jawaban...

"mbak, aku berangkat dulu.. Mbak jangan lupa sarapan tadi aku udah buat makanan untuk mbak" ucapku lagi
"hmm" jawab mbak Dina dengan singkat dan dingin

"Assalamu'alaykum mbak" ucap salamku seraya meninggalkan bilik kamar
"wa'alaykumsalam" jawab mbak Dina dengan datar

***
Di kampus...

"Mir, kamu kenapa kok murung gitu, kalau ada masalah cerita aja ke aku, setidaknya bebanmu akan berkurang" tawar Anita dengan merangkul pundakku saat melihatku gunda gulana

"eh Nit, ndak ada apa-apa kok, Mira baik-baik saja" jawabku seolah tidak terjadi apapun

"udah deh Mir, gausah bohong, aku tuh tau kamu, jadi cerita aja deh jangan kebiasaan memendam nanti jadi sakit" jelas Anita yang peduli dengan keadaanku

"hmmm.. Iya deh" jawabku sambil tersenyum ke arah Anita

"jadi gini Nit, kamu tau kan ustadz Imran yang ngisi kajian tempo hari?" ujarku menjelaskan perlahan
"iya tau Mir, ustadz Imran kan?" tanya Anita
"iya nit, kamu tau nggak, dia mau datang ke rumahku minta izin ke orangtuaku ngajak aku ta'aruf terus kalau cocok dia mau melamarku jadi istrinya" jelasku padanya..

"Haaa?? Apa mir? Ustadz Imran ingin....??" ucap Anita dengan raut wajah sangat kaget

"Nit, jangan keras-keras bicaranya, nanti kedengaran temen-temen" kataku sambil membungkam mulut Anita perlahan

"uppss.. Iya-iya Mir, maaf..." ujar Anita

Aku kembali tertunduk lesuh...

"terus apa masalahnya Mir? Dia kan agamanya baik, kalau aku jadi kamu pasti udah aku bawa ke rumah.. Hehhehe" kata Anita sambil cengar-cengir

"iya nit, itu sih mudah, tapi ada satu masalah... Kamu tau mbak Dina yang dulu bertemu di kantin?" sahutku lagi
"mbak Dina?? Oh iya-iya aku ingat.. Memangnya ada apa dengan dia?" ucap Anita sambil mengingat-ingat

"Dii..Diaa.. Hiks.. Hiks.." ucapku terbata-bata tak terasa air mata mengalir

"kenapa Mir mbak Dina? Kamu kok menangis? Udah ceritain aja semua, tangisin semua biar kamu lega" tanya Anita

"mbak Dina, dia punya rasa sama ustadz Imran dan aku pernah bicara untuk tidak menyukai ustadz Imran, tapi kenyataannya, aku sudah menyukai ustadz Imran sejak sebelum mengenalmu dan mbak Dina, dulu dia pernah tinggal di kotaku cukup lama jadi perlahan rasa itu muncul Nit, tapi aku tidak pernah bicara kapada siapapun..hiks.. Hiks.. Hiks" jelasku pada Anita sambil menangis

"Mira... Kasihan sekali kamu" ujar Anita sembari memeluk tubuhku dengan mengusap-usap pucuk kerudung panjangku

"tapi kamu udah nyoba jelasin ke mbak Dina belum Mir?" tanya Anita
"udah nit udah, tapi mbak Dina hanya diam tak ada jawaban, bahkan sampai sekarang dia belum bicara sama sekali denganku" tambahku lagi

"hmmm... Mungkin saja mbak Dina masih perlu memikirkan hal ini dengan kepala dingin Mir, kamu juga pasti tau kalau diposisi mbak Dina itu tidak mudah, jadi mbak Dina butuh waktu Mir" tutur Anita menenangkanku

"iya nit aku paham, tapi aku pun tidak ingin semuanya ini terjadi..hiks.. Hiks... Hiks..." kataku dengan menangis

"iya Mir, tunggu saja sampai mbak Dina ikhlas menerimanya" ucap Anita

"hmmm, iya Nit.. Semoga semuanya berjalan baik aamiin" jawabku
"Aamiin... Udah-udah Mir, hapus tuh air mata udah ada dosen nih"

"emm.. Iya deh, makasih ya nit udah mau aku curhatin" jawabku pada Anita sambil mengusap air mataku

Dosen pun datang memulai mata kuliah seperti biasanya, namun tetap saja aku tidak fokus pada apa yang disampaikan.....



>>>Bersambung<<<

Assalamu'alaykum readers yang semoga selalu dalam keberkahan Allah subhanallahu wa ta'ala....

Haii sahabat Imran dan Ameera, kasihannn yaa Ameera, gunda gulana gitu, untung aja ada Anita yang setia..

Gimana kelanjutannya, terus tunggu updatean selanjutnya yaakkk..

Jangan lupa vote dan komen yaakkk.. Terimakasih 😁😅😅
Jgn lupa baca al-quran

Wassalamu'alaykum... 😅😅🤗🤗🤗

Jannah Ku Bersamamu Ustadz (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang