4. Ketegasan Seorang Abah

4.5K 210 0
                                    

Badan Sarah bergetar kuat kala melihat lelaki yang tidak diharapkan kedatangannya kini berdiri dengan raut wajah marahnya.

“S ... sayang! Hei, kamu ngapain di sini?” Sarah perlahan mengeluarkan  senyuman manisnya.

Adnan mendorong tubuh Sarah agar menjauh dari Aisyah. “PERGI LO!” bentaknya pada kelima teman Sarah. Yang langsung membuat semuanya lari meninggalkan Aisyah kecuali Sarah. Gadis itu masih terduduk di atas tanah.

“Apa yang udah lo lakukan, Ra! Lo nggak punya otak nge-bully kayak gini?!” Adnan membentak mantan kekasihnya. Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu lalu segera menggendong tubuh Aisyah. Tidak peduli jika ia harus membolos karena ia akan membawa Aisyah ke rumah sakit.

“ADNAN! Lo cuman peduli ama wanita penguntit itu dibanding gue?! Bukankah kita saling mencintai! Bukankah sejak lama lo emang cinta ama gue!?”

Adnan menghentikan langkahnya. Ia menatap wajah Aisyah yang layaknya tertidur itu kedua pipinya kini membiru akibat tamparan dari Sarah. Belum lagi sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.

Tanpa menoleh ke belakang Adnan berkata, “Dulu gue emang suka ama lo. Tapi melihat sikap lo yang nggak beda jauh ama iblis itu buat gue jijik. Berhenti panggil gue ‘sayang' kita udah mantan!”

Seakan mendapat tamparan keras dari Adnan, kini Sarah terdiam di tempat. Entah apa yang ia pikirkan hingga tega melakukan hal kasar pada Aisyah.

****

Aisyah langsung dilarikan ke UGD. Sedangkan Adnan sedang duduk di kursi tunggu dengan memijit pelipisnya.

“Mengapa ini bisa terjadi?!” batinnya.

“Kak, maaf. Nisa udah suuzan sama Kakak.” Nisa kemudian ikut mendudukan pantatnya di atas kursi di samping Adnan.

“Nggak, ini memang salah aku. Ini semua nggak akan terjadi kalau aku nggak maksa Aisyah untuk ikut bersamaku ke sekolah, aku memang bodoh!” lirih Adnan.

“Nisa!” sahut Mira yang berlari pelan diikuti oleh Kevin di belakangnya.
“Nak, Aisyah di mana? Bunda mau lihat keadaannya!”

“Tenang, Mah. Tenang.” Kevin hanya bisa berusaha menenangkan istrinya, bukan berarti ia tak khawatir, bahkan ia sangat cemas terhadap putri bungsunya, tetapi kita kembali ke realita. Ini rumah sakit dan kita harus tetap tenang.

“Bunda,  Aisyah masih di ruang UGD, Bunda harus tetap tenang, ya.”

Berpaling dari Nisa dan istrinya, kevin menatap Adnan yang masih terduduk diam. Kevin pun berjalan mmendekat dan ikut mendudukkan dirinya. “Ini salah Adnan, Om. Kalau saja Adnan tidak memaksa Aisyah untuk ikut berangkat ke sekolah bersama, mungkin hal ini tidak akan terjadi.”

“Aku tidak akan membiarkan anakku di sakiti seperti ini. Maaf Adnan, Om mau nanya. Siapa pelaku yang udah buat Aisyah celaka?!” tanya Kevin pelan namun tegas.

Adnan terdiam. Ia bingung harus menjawab apa.

“Sarah, Paman! Dia Kakak kelas Aisyah dan aku,” jawab Nisa menggantikan Adnan. Abah Kevin mengepal tangannya dengan kuat.

“Akan kupastikan anak itu tidak bisa sekolah lagi!”

****

Udara sejuk di hari Rabu membuat satu tarikan bibir membentuk sabit kala mengirupnya. Aisyah tersenyum, saat ini ia memang tidak naik angkot atau pun naik bus. Tapi sekarang ia diantar oleh abahnya. Abah Kevin berpikir jika Aisyah akan naik angkutan umum lagi ia khawatir akan terjadi apa-apa.

“Kok anak Abah, senyum-senyum sendiri sih?” tanya Kevin.
Aisyah terhentak. ”Apaan sih, Bah. Enggak, kok. Aisyah cuman kepikiran sama Nisa, soalnya kemarin Aisyah nggak hadir,” kata Aisyah dengan jujur.

“Oowh, kalau pulang. Nanti Abah yang jemput, ya.”

“Nggak usah, Bah. Aku bisa jalan kaki sama Nisa, kok.” Aisyah menolak, karena ia ingat kalau sekarang Abah nya ini sedang sibuk di kantor, ia tak ingin merepotkannya.

“Enggak, kamu tuh baru sembuh dari rumah sakit, jangan sampai terjadi apa-apa lagi. Pokoknya biar Abah yang jemput. Mau ajak Nisa juga boleh.”

Aisyah menghela nafas. “Yaudah deh, Bah.”

“Alhamdulillah udah sampai.” Aisyah keluar dari dalam mobil, dan menyalimi tangan Kevin.

“Isyah duluan ya, Bah. Assalamualaikum!”

“Waalaikumsalam.” Aisyah tersenyum, kemudian melihat mobil Abahnya yang semakin menjauh.

Gadis itu lalu segera berjalan memasuki gerbang sekolah. Hari ini ia akan mencoba bersikap tenang dan melupakan apa yang telah terjadi beberapa hari yang lalu. Mungkin itu tidak akan mudah, tapi apa salahnya berpura-pura melupakan?

“Aisyah!” Aisyah menoleh. Gadis itu melotot melihat Adnan yang sedang berjalan mendekatinya.

Segera mungkin ia mempercepat langkahnya menuju kelasnya. Tidak peduli apa yang lelaki itu akan pikirkan tentangnya, yang pasti ia masih tidak ingin berbicara dengan Adnan.

Bersambung ...
Jangan lupa vote dan komentar ya!

Jazakallah💓🍉

RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang