18. Mulai dari Awal

4.1K 173 3
                                    


####

Seminggu berlalu begitu cepat, Aisyah sudah bisa terbebas dari suasana berbau obat rumah sakit. Kini mereka sudah berada dalam perjalanan menuju kampus. Walau selama satu bulan Aisyah tidak hadir, gadis itu bersyukur pihak kampus masih memberikan kebijakan. Walau Rivan yang harus turun tangan sendiri untuk meminta izin langsung pada pimpinan Kampus.

“Maaf, ya, Mas. Isyah jadi ngerepotin sampai Mas yang turun tangan sendiri buat izin ke pihak kampus.” Aisyah menunduk.

Gadis itu merasa sudah banyak merepotkan suaminya. Padahal ia tau, bahwa Rivan saat ini masih sibuk dalam pekerjaannya. Rivan menoleh sekilas. Ia lalu menggenggam tangan Aisyah dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya memegang stir mobil.

“Kenapa minta maaf? Kan ini emang udah kewajiban saya buat melindungi kamu.” Aisyah mengulum bibirnya. Sorot mata indahnya menatap ke arah tangannya yang di genggam begitu erat oleh Rivan.

Gadis itu tersenyum. “Makasih, Mas.”

“Jadi, apa yang harus saya berikan pada istri Mas yang cantik ini?” Rivan melirik Aisyah sekilas.

“Isyah boleh nggak minta satu hal?” tanyanya.

“Banyak hal pun boleh. Minta apa?” Aisyah mengeratkan genggamannya.
“Cinta dari kamu.” Mungkin Aisyah terdengar begitu egois. Ia meminta agar Rivan mencintainya. Padahal gadis itu tidak mengetahui perasaan Rivan terhadap dirinya. Walau kini Aisyah telah membuka hatinya untuk Rivan, belum tentu Rivan demikian.

Rivan menghentiian mobilnya. Ia tidak sembarang memberhentikan mobil, itu karena mereka kini telah sampai di Kampus Aisyah. Gadis itu menunduk.

“Permintaan Isyah susah, ya?” Rivan terlihat masih terdiam.

“Sudah kuduga, Mas emang belum cinta dengan Isyah.” Airma tanya hampis saja menetes. Namun, ia berusaha menahannya. Jatuh cinta sendirian memang semenyakitkan ini.

“Aisyah!” panggil Rivan saat melihat Aisyah yang menunduk diam. Aisyah menatap Rivan dengan diam.

“Kenapa malah sedih?”

Aisyah menunduk kembali. “Mas nggak cinta Isyah,” jawabnya dengan begitu pelan. Namun, masih bisa didengar oleh Rivan.

“Dari mana kamu tau kalau saya tidak cinta kamu?”

“Tadi Isyah nanya, tapi mas Rivan nggak jawab pertanyaan Isyah.” Rivan tersenyum pelan. Langsung lelaki itu memeluk Aisyah dengan erat.

Aisyah melotot, rasanya jantungnya ingin segera jatuh menuju perutnya. “Apa jawabannya iya?” batinnya.

“Saya rasa, saya tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Karena sedari awal, saya sudah jatuh cinta kepada istri saya,” bisiknya pada Aisyah.

Aisyah merasa perutnya dipenuhi dengan kupu-kupu terbang. Rivan melerai pelukannya. Sedikit membungkuk untuk menyetarakan tingginya pada Aisyah.

“Apa kamu ingin menjadi pacar saya?” Pertanyaan yang langsung membuat Aisyah terkekeh. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Perlahan ia mengangguk.

“Apa? Kok nggak kedengeran?” tanya Rivan dengan jahil.

Aisyah kembali tertawa pelan. “Isyah malu, Mas. Mending sekarang Mas pergi ke kantor.”

“Enggak sebelum Mas dengar jawaban langsung selain anggukan. Jadi mau nggak jadi pacar saya?” Aisyah berdecak, rasanya ia benar-benar dibuat salah tingkah oleh suaminya sendiri.

“Anu ... Isyah mau jadi pacar Pak Rivan,” jawab Aisyah dengan langsung.

Rivan terkekeh. “Saya jadi malas ke kantor.”

Aisyah memukul pelan pelan pundak Rivan. “Tuh kan! Sana ayo pergi ke kantor. Nanti kalau pulang nanti Isyah telpon oke!” Rivan tersenyum.

“Oke, ibu negara!”

Aisyah tertawa lalu segera menyalimi punggung tangan suaminya. “Isyah mau nuntut ilmu dulu. Assalamualaikum, pacar!”

Kini Rivan tersenyum. “Waalaikumsalam, pacar.” Lelaki itu menatap punggung istrinya yang semakin menjauh.

“Saya yakin sepenuhnya, Syah. Hati ini udah kamu kuasai, tidak mungkin ada orang yang akan menerobos masuk, makasih telah menjadi pelengkap iman. Saya sudah mendapat jawaban dari doa saya selama ini, dan jawabannya dari pertanyaan saya yaitu kamu.” Rivan tersenyum, lalu segera berbalik menuju mobilnya.

“Jadi ini yang sebenarnya. Tunggu aja, aku akan beri tau hal ini dan membuat mereka hancur!” ujar seseorang dari kejauhan yang sejak tadi setia mendengar percakapan Rivan dan Aisyah.

****

Aisyah kini kembali menginjakkan kakinya pada tempat yang ia gunakan sebagai tempat menimba ilmu. Ia berjalan menuju ruang dosennya.

Excuse me, Ma'am!” ucap Aisyah sopan di depan pintu dosennya yang terbuka.

Yes. Come here.”

Aisyah mendudukkan pantatnya pada kursi yang tersedia di depan meja dosennya. “Sorry, Ma'am. I want to make one request.”

And what is it?”

I just wanna take a short semester for acceleration.” Awalnya Aisyah ragu-ragu meminta. Namun, apa boleh buat. Ia tak ingin selalu dibebankan masalah kuliah, karena ia juga harus mengurus rumah tangganya.

Why do you want to take a short semester?”

Incidentally, my IP also meets the standards, and I also have a husband, so I want to finish my study immediately. Because I could not possibly take care of college and household matters at once.” ujar Aisyah jujur, Dosen itu kini mengangguk.

Well, your grades are really good. Okay starting tomorrow you will take the short semester.”

Yes, Ma'am! Thank you so much!”

Bersambung....

[TERUS JADIKAN AL-QUR'AN SEBAGAI BACAAN YANG UTAMA]

RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang