17. Mulai Memaafkan

3.9K 176 4
                                    


####


K-kamu udah sadar?!” Rivan terbelalak, melihat Aisyah yang sudah sadar dari komanya.

Aisyah hanya diam, dan menoleh ke samping. Rasa sakit itu kembali lagi, entah mengapa saat ini ia tak ingin melihat keberadaan Rivan.

“Sudah saya duga, dia marah pada saya.” Rivan membatin.

“Apakah kamu mau makan?” Perkataan Rivan membuat Aisyah sedikit berdecak kesal.

“Apakah itu perlu ditanyakan?!” pikir Aisyah.

Rivan merasa kebingungan sekarang. Sayangnya, ia tidak memiliki pengalaman untuk menangani sikap wanita, Rivan mengikuti arah pandangan Aisyah. Dilihatnya Aisyah menatap dinding rumah sakit dengan tatapan kosong.

“Biar saya yang beliin makanan, ya.” Sebelum meninggalkan ruangan itu, Rivan mencium kening Aisyah lama lalu keluar dari ruangan itu tanpa melihat ekspresi Aisyah.

Aisyah membungkam. “Ya Allah, maafkan Aisyah yang marah dengan Mas Rivan, Isyah hanya ingin menenangkan hati, ya Allah, Isyah sangat merindukannya. Namun, hati Isyah masih sakit melihat bayang bayang waktu itu,” batin Aisyah, seketika setetes cairan bening keluar dari pelupuk mata Aisyah.

****

“Assalamualaikum.” Seorang wanita paruh baya kini memasuki ruang rawat Aisyah, wanita itu sedang menenteng sebuah bingkisan yang berisi berbagai buah segar.

“Waalaikumsalam, Tante!” Aisyah mengukir senyuman pada bibit pucatnya. “Hai, sayang. Apa kabar?”

“Alhamdulillah sudah baikan, Tan. Cuman Isyah masih agak lemas.” Bibir pucat Aisyah seakan terpaksa untuk tersenyum yang membuat Linda menjadi iba.

“Rivan kemana, Nak?”

“Katanya mau beli makanan, tapi kok sekarang dia belum datang juga, ya. Mungkin bertemu dengan wanita cantik waktu itu.” Nada suara Aisyah sedikit menurun, ia sakit. Saat mengingat kembali insiden beberapa waktu lalu, hati Aisyah masih sesak, bayangan wanita itu masih terus menghantui Aisyah.

“Nak, jangan seperti itu. Awalnya, tante juga berpikir demikian. Tapi saat tante tau yang sebenarnya ini bukanlah salahnya. Ini salah paham, Isyah harus bisa memaafkan Rivan.” Aisyah membalikkan badannya, sulit ia menerima kenyataan pahit ini.

“Bukankah seorang istri harus bisa memaafkan kesalahan suaminya, maafkanlah dia, sayang. Berilah dia kesempatan kedua untuk membuktikan dirinya. Apa kau tau, selama masa komamu, Rivan tak pernah absen menjagamu. Ia terus saja menanti agar kamu sadar, Nak. Aisyah, jangan seperti tante. Tante pernah melakukan kesalahan terhadap suami Tante. Dulu waktu Joshua masih berumur 10 tahun, Tante pernah salah paham padanya.
Tante kira dia telah berselingkuh, ternyata itu hanyalah sekretarisnya yang mengumpulkan proyek. Tentu Tante marah besar, sampai satu minggu Tante tidak mebiarkannya buat masuk rumah. Terakhir, Tante dengar berita terjadi kecelakaan. Suami Tanta juga termasuk korbannya. Tante menyesal. Namun, menyesal sekarang pun takkan mengubah takdir. Suami Tante meninggal saat Tante belum meminta maaf padanya. Ingatlah, Nak, penyesalan selalu datang belakang. Tante hanya tidak ingin kejadian yang menimpa tante tidak terulang padamu, Nak.” Jelas Linda panjang lebar.

Ucapan panjang Linda tanpa sadar membuat Aisyah kembali menangis pilu. Ia benar-benar telah salah memilih jalan, ia lebih memilih egonya dibanding berpikir jernih tentang suaminya.

“Maafkan aku, Tante. Baiklah, Isyah akan berusaha untuk memahami Mas Rivan, Isyah akan memaafkan Mas Rivan.”

Linda terharu ia pun segera memeluk tubuh Aisyah, wanita itu telah menganggap Aisyah sebagai anaknya sendiri.

“Maryam, betapa beruntungnya dirimu mendapatkan Aisyah sebagai anakmu, Rivan juga sangat beruntung. Kuharap aku akan mendapatkan seseorang yang sama dengan Aisyah untuk anakku Joshua, Aaamiiin ya Allah,” batin Linda.
“Assalamualaikum.” Dua orang pria memasuki ruang rawat Aisyah, “Waalaikumsalam”

“Mama, sejak kapan ada di sini?” Joshua langsung menyalimi tangan kanan Linda.

“Mama, baru aja datang.”

“Isyah, saya bawain bubur ayam. Dimakan, ya.” Rivan lalu menyimpan nampan bubur di atas nakas. Aisyah melirik Linda sekejap, Linda lalu mengangguk dengan tersenyum.

“Makasih, Tante!” batin Aisyah.

“Bro, Aisyah baru pulih dari komanya. Lo biarin Aisyah makan sendiri?” Rivan menatap bingung Joshua. Joshua menghela napas kasar, sahabatnya itu memang tidak peka.

“Yaudah, biar gue aja yang suap Aisyah.” Joshua hendak duduk di samping Aisyah.

“Eehh kok gitu sih! Di sini suaminya Aisyah itu saya!” Rivan lalu menarik Joshua menjauh dari Aisyah. Aisyah sedikit terkekeh melihat tingkah kekanak-kanakan mereka.

“Ya lo, sih, jadi suami tuh harus peka!"

“Yaudah sini. Makanya cari juga dong, demen banget sendiri mulu.” Rivan mengambil mangkuk bubur ditangan Joshua lalu duduk disebelah istrinya.

“Inshaallah, entar gue cari deh!”
Rivan tersenyum melihat Joshua salah tingkah, memang untuk umur Joshua sudah matang jika harus memilih teman hidup secara ia sudah berumur 25 tahun. Namun, pertanyaannya siapa yang akan menjadi teman hidupnya? Entahlah.

Aisyah menatap lekat Rivan, entah mengapa ia selalu berhasil terhanyut dalam keelokan karya Sang Khaliq yang tersaji dalam diri Rivan.

“Udah dong, Syah. Saya malu diliatin terus, ayo sekarang makan. Aaaa ....”Aisyah terkejut, ia telah ketahuan pasti tadi sungguh memalukan. Pikirnya.

Ia pun membuka mulutnya kecil memberi ruang untuk suapan makanan dari Rivan. Sedangkan lelaki itu nampak ingin mengatakan sesuatu. Namun, rasanya ia malu. Ia menghela napas, mencoba memikirkan kalimat yang cocok untuk ia gunakan.

“Syah, maafkan Mas. Mas nggak ....”

“Mas panas!” Aisyah menutup mulutnya dengan tangannya, benar saja bubur yang ditelannya begitu panas sehingga lidahnya merasa kesakitan.

“Maaf, Sayang. Mas lupa niup, ini minum.” Rivan langsung memberikan air mineral kepada Aisyah. Tak bisa dipungkiri, jantung Aisyah berdetak kencang.

“Sayang?”

“Aduh kayaknya ada yang keceplosan, tuh!” rayu Linda, yang sejak tadi hanya memperhatikan Aisyah dan Rivan.

“Keceplosan apa, Mah?” tanya Rivan dengan nada polosnya.

“Maaf, sayang. Mas lupa niup.” Linda meniru gaya bicara Rivan, membuat Rivan sedikit kikuk.

Rivan menatap Aisyah, merasa di tatap Aisyah hanya mampu memalingkan wajahnya.

“Jomblo kayak gue mah apa atuh,” sahut Joshua sambil membaringkan kepalanya di atas paha Linda yang sedang duduk.

“Jones, ya?” ledek Rivan. Membuat Aisyah memukul lengan Rivan pelan.

“Ihh, Mas apaan sih . Kak Joshua lagi sedih, tuh. Masa diledekin!”

“Bener, Syah. Seandainya aja, lo itu jadi istri gue.” Joshua ikutan keceplosan.

“COBA ULANGI LAGI!”

[Terus jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama]

;)

RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang