12. The Truth

4.3K 180 6
                                    

####

T

erlihat seorang lelaki yang duduk di ruangan kebesarannya dilengkapi dengan papan nama yang bertuliskan Muhammad Revan Refa'il. Lelaki itu nampak terduduk sambil memainkan pulpennya. Memikirkan apa yang akan ia lakukan sekarang. Sebenarnya ia bisa saja pulang ke rumah sekarang. Toh jadwal hari ini sudah selesai. Namun, lelaki itu pasti akan sendirian tanpa Aisyah. Ia pun melirik jam kecil yang berada di tangannya.

"Sepertinya Aisyah udah pulang kampus. Mungkin sebaiknya aku menjemputnya sekarang!" Masih berbicara pada dirinya sendiri, Rivan pun beranjak keluar setelah mengambil kunci mobilnya.

"I'm going home, please cancel all my schedules today, I have business!" titah Rivan pada sekertarisnya.


"Okay sir!"

****

"Dia belum pulang." Rivan bergumam saat melihat belum ada tanda-tanda kepulangan sang istri. Melihat ada kafe terdekat, Rivan pun menjalankan perlahan laju mobilnya dan memarkirkan mobilnya tepat di depan cafe. Setelah memasuki kafe tersebut, ia langsung menuju pada kursi yang lebih dekat dengan jendela kaca pada sudut depat cafe.

"What do you want, sir?" tanya salah satu pelayan disana.

"Mochaccino, please!"

Sibuk dengan ponselnya Rivan tidak menyadari kehadiran seorang wanita cantik yang berpakaian dress pendek bahkan tidak mencapai lututnya. Dengan tanpa permisi wanita itu duduk di depan Rivan.

"Hai Honey! Did you miss me?" ujar wanita itu.

"What you doing at here?"

"I just want to see how you are, honey. Is it wrong if I came to see you?"

Candy lalu duduk di hadapan Rivan.

"Obviously wrong, because it makes me uncomfortable."

"Come on! We dated for 3 months, Van. Did you not love me during those three months?!" Candy pun berdiri dan mulai mendekati Rivan.

Rivan mengusap wajahnya. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan Candy. Pacaran? Mendekati gadis itu saja tidak ia lakukan.

"You need to know! We never dated! And yes, we were close too because of your father's demands!" Berkali-kali Rivan melafazkan istighfar.

"But I already love you! Please open your heart for me, Rivan."

Candy memberikan senyumannya. Mereka memang pernah dekat. Di sebabkan Ayah Candy yang merupakan pimpinan dari perusahaan yang ingin menjalin kerjasama dengan Rifa'il Corp. Rivan tahu, lelaki lansia itu sudah beberapa kali melakukan korupsi di perusahaannya sendiri. Yang membuatnya ingin agar Rivan menikahi anaknya, Candy. Ini juga salah satu caranya agar dapat menguasai perusahaan Rivan.

"No matter how big your request is, love cannot be forced. I already love other women, so please don't ever see me again!" kata Rivan berusaha setenang mungkin. Kini senyuman yang berada di wajah cantik Candy berubah menjadi amarah dan rasa kebingungan saling bercampur aduk.

"Don't say something that you might regret in the future!" ujar Candy dengan mata membunuhnya yang ditujukan oleh Rivan.

"Really? I don't think I will regret this decision." Rivan tersenyum meremehkan.

"Why can you never love me Rivan?! Why?!" Candy menatap Rivan dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Don't you remember? Incident 3 months ago." Candy semakin kebingungan dengan teka teki Rivan ini.

"What incident are you talking about?"

"The incident when you forced to marry me. We were close only because your father wanted to work with my company. And I know that your father only wants to control my company. 5 times he have been caught in a corruption case in his own company, and now you want to destroy me? Fuck it!"

"So you hate me?!" Candy menangis. Ia melakukan semua itu agar membuat Rivan mau menerimanya sebagai seorang kekasih. Walau niat awalnya hanya ingin menghancurkan perusahaan Rivan. Namun, seiring berjalannya waktu ia menjadi jauh hati dengan lelaki itu.

"Heh .... If you still had shame, of course you wouldn't appear in front of me again!" Rivan kembali meminum Mochaccinonya.


"I don't care, all I know right now is I love you!"

"But I don't love you, even since the past I never loved you the slightest, and also you need to know one thing. I've married a good woman. So you don't have to see me anymore!" Rivan kembali menyeruput moccachino-nya. Seakan tidak memiliki beban sama sekali.

Brak!

Candy membanting meja yang menengahi dirinya dan Rivan. Ia pun menjulurkan jari telunjuknya mengarah pada Rivan dan berkata, "So this is the reason you let me go? Tell Rivan! tell me who is the damn woman who has snatched you from me?" Candy pun memukul-mukul dada Rivan.

"Stop calling her a damn woman!" Rivan mendorong pelan tubuh Candy. Namun, tidak membuat Candy terjatuh. Dan merapikan bajunya yang kusut akibat di tarik oleh candy.

"Rivan I love you, anything other than ending this, I am willing to be your second wife." Candy pun mendekat dan memeluk erat lelaki yang telah mencuri hatinya itu.

"Astaghfirullah!" Sambil menutup mulut dengan telapak tangannya Aisyah menangis. Air matanya lolos begitu saja saat melihat kedua insan saling berpelukan indah tepat di depan matanya.

"M-mas Rivan" umpatnya di sela-sela tangisnya. Ingin rasanya ia menhampiri dan menjauhkan wanita itu dari suaminya. Namun, bukankah sudah jelas terpampang kebahagiaan pada wajah sang suami. Bahkan terlihat jelas Rivan menerima pelukan itu dengan senang hati. Yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan meratapi dirinya yang begitu pengecut.

Tubuh gadis itu bergetar, dengan berat hati Aisyah memaksa tubuhnya untuk berbalik dari kenyataan dan perlahan menjauh. Setidaknya untuk sementara waktu, ia menenangkan hatinya yang terluka. Sempat ia terjatuh. Namun, perlahan ia kembali bangkit dan melanjutkan perjalanannya menuju entah kemana.

"Stop hugging me! I'm fed up with all this, one thing you have to remember, don't ever appear in front of me, keep that in mind!!" Rivanpun keluar dari cafe tersebut. Meninggalkan seorang wanita yang menangis setelah menerima kenyataan pahit ini.

****

Bak mayat hidup, Aisyah terus berjalan sampai jatuhnya menyadarkan kembali bahwa ia telah lari dari kenyataan.

"Umah, hiks hiks .... Mengapa, mengapa di setiap hari pertamaku selalu berakhir kekecewaan ... hiks hiks!" Berharap dari kejahuan sang bunda mendengar renungan hati yang penuh dengan kepiluan, Aisyah masih setia menangis dan menyesal. Ia tidak menyesal dengan pernikahannya dengan Rivan. Namun, yang disesali adalah mengapa ia sebagai istri tidak bisa sedikit bertindak saat melihat wanita lain memeluk suaminya.

Aisyah terus menangis tidak mempedulikan gamisnya yang kotor oleh debu-debu jalan yang beterbangan. Sampai tangisnya reda saat mendengar suara klakson motor dari arah samping.

"Isyah! What has happened?!" Ai pun membuka helmnya dan beranjak membantu Isyah untuk berdiri. Sedangkan Isyah hanya bisa diam tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Ai.

"Hmm okay I understand. Then I'll take you to my apartment. Maybe there you can rest a little." Mendengar Ajakan dari Ai, Isyah hanya mengangguk lesu. Lelah rasanya jika Ia harus pulang kerumahnya sendirian lagipun Ia tidak tau arah ke mana rumahnya berada di kota besar ini. Ai pun tersenyum dibalik kain yang menutup wajahnya dan segera berangkat menuju apartemen membawa teman pertamanya di negara besar ini yaitu Aisyah.

Sedang dilain tempat, terlihat seorang tengah mondar mandir dengan raut wajah yang susah untuk dijelaskan antara kesal dan khawatir. Ia pun melihat seorang petugas bersih bersih di kampus tersebut dan menghampirinya.

"Excuse me, have you ever seen this woman?" Rivan pun memperlihatkan foto Aisyah yang tersimpan di galeri ponselnya.

"Oowh yes I know. she's been home sir, maybe since 30 minutes ago," ujar si petugas itu dengan sopan.

"Oowh thank you." Tanpa memperdulikan jawaban si petugas, Rivan pun segera pergi mencari keberadaan sang istri.

"Kemana kamu, Isyah? Sudah aku katakan untuk mengabariku jika kau ingin pulang. Sekarang kamu di mana?"





Bersambung...

(Selalu jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama!)

RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang