16. What The ...!

3.8K 159 0
                                    


####


Hari-hari sibuk bukanlah sesuatu yang baru lagi di kota besar bernama Los Angeles. Dengan penduduk puluhan juta bahkan ribuan juta jiwa, membuat kota di bawah langit eropa itu menjadi salah satu kota terpadat juga tersibuk. Salah satunya seorang pria yang sedang melakukan rapat bersama tetangga perusahaan.

"Baiklah, saya akan memikirkan kembali tawaran Anda. Dengan ini saya mengakhiri rapat hari ini, terima kasih atas kerja samanya!" Lelaki itu pun segera meninggalkan ruang rapat.

"Sir! Anda masih punya jadwal untuk ...."

"Cancel my schedule today. I am busy!" ujar lelaki itu dengan masih mempertahankan wajah temboknya.

"But, sir-" Lagi-lagi perkataan wanita yang berprofesi sebagai sekertaris itu harus terhenti akibat tatapan dingin yang ia dapatkan dari atasannya.

Lelaki tinggi berjas itu langsung segera melajukan kecepatan mobilnya menuju sebuah rumah sakit. Jadwal meeting perusahaan tentu penting. Namun, jika dibandingkan dengan pentingnya menemani sang istri, tentu Rivan akan memilih opsi kedua Dengan sebuket bunga mawar berwarna merah muda yang berada di genggamannya, ia terus melangkah membelah koridor demi koridor yang dilewatinya. Setelah sampai di tujuan perlahan lelaki itu membuka pintu dan memasuki ruang rawat itu.

Satu senyuman tulus mengiringi langkahnya mendekati seorang wanita cantik yang sedang tertidur pulas dengan wajah pucatnya. Lelaki itu menaruh sebuket bunga di atas meja yang berada di samping ranjang itu. Melakukan kebiasaannya, duduk dan hanya diam dengan pandangan yang selalu tertuju pada wajah sendu milik wanita berkerudung itu.

"Apakah kau akan terus tertidur seperti ini? Ini sudah satu bulan dan kau terus saja berbaring. Apa kau tau, saya sudah tau semuanya. Mengapa kau pergi begitu saja saat bulan lalu saya ingin menjemputmu, mengapa kau bisa sakit dan tertidur seperti ini. Saya sudah tau semuanya. Maafkan saya ... maaf. Mama benar, saya bukanlah suami yang baik untukmu. Kau terlalu sempurna untuk menjadi milik saya. Namun, tetap saja saya tidak akan melepaskanmu." Rivan memegang erat tangan dingin Aisyah.

Seperti yang dikatakan Rivan, ini sudah sebulan semenjak insiden yang menimpa Aisyah. Dalam waktu sebulan juga Rivan telah mengetahui semuanya dari Linda, Mama Joshua. Terhanyut dalam lamunannya, Rivan merasakan kedua matanya kini terasa berat, ia mencoba melawan rasa kantuknya, tetapi nihil ia terus saja menguap kemudian tertidur dengan posisi duduk dan kepala yang terbaring di atas ranjang rumah sakit.

Getaran benda pipih yang berada di dalam saku kemeja, membuat kedua netra Rivan perlahan terbuka. Saat kesadarannya telah pulih, dibukanya benda pipih hitam tersebut, dalam layar tertulis 15 panggilan tak terjawab oleh Joshua. Rivan mengkerutkan kedua alisnya, dan kemudian Ia pun menelpon Joshua.

"Ha ...."

"Gimana keadaan Aisyah?! Kenapa nggak jawab sih panggilan? Lo baik-baik aja kan? Aisyah udah sadar apa belum?"

Mendengar pertanyaan berurut dari Joshua membuat Rivan menghembuskan nafas perlahan.

"Bertanya tuh satu-satu, Botol! Bingung saya jawabnya!"

"Sorry-sorry kelepasan, abisnya lo nggak jawab panggilan gue."

"Iya, saya ketiduran tadi."

"Terus Aisyah udah sadar belum?"

"Belum."

"Ini sudah seminggu, gue kesitu!"

Joshua kembali mematikan panggilannya secara sepihak.

" Dih nih anak!" gumam Rivan sambil melihat layar ponselnya.


Rivan masih melihat layar benda pipih kecil di genggamannya, dan dilihatnya jam telah menunjukkan waktu asar. Ia pun segera bergegas menuju musholla rumah sakit. Rumah sakit ini memang sudah menjadi langganan untuk Rivan. Karena walau berada di lokasi yang minoritas beragama muslim, pihak rumah sakit membuat satu ruangan untuk yang beragama muslim guna menjalankan kewajibannya.

****

Setelah mengakhiri doanya, Rivan menyempatkan waktunya untuk bertasbih di hadapan Rabbnya. Kini Rivan telah meninggalkan musolah. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di depannya.

"Mengapa banyak suster yang masuk di ruangan Aisyah?" batinnya. Ia pun mempercepat langkahnya, dilihatnya Joshua yang tengah bersandar pada dinding depan ruangan di mana Aisyah dirawat.

"Jo, apa yang telah terjadi?"

"Beberapa menit yang lalu gue masuk ke ruangan Aisyah, gue kira ada lo di sana ternyata enggak." Jelas Joshua dengan memasukkan sebelah tangannya di saku samping celananya.

"Terus? Kok banyak suster yang masuk di ruang rawat Aisyah?"


"Ooh itu, pas gue mau keluar, tiba-tiba gue lihat jari Aisyah bergerak, gue langsung panggilin dokter. Untung lo bisa bersepupu ama gue, kalau enggak?" Jantung Rivan seakan berhenti berdetak untuk beberapa detik saat mendengar penjelasan Joshua.

"Tatapannya biasa aja, nggak usah melotot kek gitu. Serasa mau ketelen gue!" ujar Joshua dengan nada jijiknya.

"Kalau boleh udah saya telan kamu dari dulu!" sahut Rivan sarkas. Yang membuat Joshua mengidik ngeri.

Suara pintu terbuka yang menapaki seorang wanita yang mengenakan baju kebesarannya.

"How is my wife doing, Doc?!" tanya Rivan walau wajahnya masih terlihat khawatir.

"You are really lucky, sir. Your wife has passed her critical period, but now she is still unconscious." Dokter wanita itu pun tersenyum.

"Can we see her, Doc?" tanya Joshua.

"Ooh, yes sure!"

Mata Rivan kembali berbinar, tatkala melihat wajah Aisyah tanpa alat bantu bernapas, hanyalah seutas selang infus yang melekat pada tangan kanan Aisyah.

"Gue turut senang, Van! Akhirnya doa lo selama ini terkabulkan." Joshua pun menepuk pundak Rivan.


"Alhamdulillah, Makasih ya Allah." Rivan mengangguk. Batinnya tak henti-henti mengucap syukur pada Allah yang telah menyembuhkan Aisyah.

Keheningan tiba-tiba membuyar kala deringan ponsel memenuhi suara ruangan yang sunyi. Langsung Joshua mengangkat teleponnya.

"Hallo!" Joshua nampak serius dengan panggilannya.

"Didn't I order you to take care of the files from the neighboring company?!" Rivan mengerutkan alisnya. Joshua nampak begitu kesal dengan seseorang di balik telepon itu.

"Oh come on! Okay. I'll be right over there, and make sure it's all over when I get there, okay!" titahnya dan segera mematikan ponselnya.

"Ada masalah apa, Jo?" tanya Rivan saat melihat raut cemas dari Joshua.

"It's okay, ini bukan masalah besar. Gue akan mengurusnya sendiri. Baiklah gue pergi dulu, Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

"Anak itu, selalu saja merepotkan dirinya sendiri!" batin Rivan.

"Ada apa, Mas?"

"Enggak, itu Joshua dapat masalah lagi di kantornya," jawab Rivan tanpa menyadari siapa yang bertanya padanya.

"Ooh gitu."

"Iya." Rivan masih tidak menoleh pada lawan bicaranya.

"Eeh! What the ...."


Bersambung ....
Jangan lupa vote dan komentar!
Jazakallah
💓🍉



RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang