####
Hanya dentingan jarum jam yang menemani kesendirian wanita yang sedang duduk pada sofa single tepat di depan TV yang menyala. Walaupun iris matanya menatap layar TV. Namun, pikirannya seakan melayang entah ke mana. Jarum jam yang telah menunjukkan angka 11 waktu setempat, membuat wanita itu tak henti-hentinya menguap.
Menunggu. Kata itu begitu mudah untuk di ucapkan. Namun, begitu berat saat di jalankan. Istri mana yang tidak akan khawatir saat suaminya tidak pulang selama berjam-jam? Ya begitu lah yang dirasakan seorang wanita yang bernama Aisyah itu. Sejak siang tadi, Rivan memang masih berada di dalam rumah. Tetapi telpon yang berasal dari sekretarisnya selalu menggangu ponsel Rivan. Yang pada akhirnya Aisyah membujuk suaminya itu untuk segera pergi ke kantor. Dan setelah pergi, Aisyah selalu sendiri seperti ini. Sampai larut Rivan belum juga pulang ke rumah.
Walaupun Raganya ingin sekali untuk tertidur, hati dan pikirannya tidak. Berkal-kali pikiran negatif muncul di benaknya. Ia berusaha untuk tidak memikirkannya. Matanya benar benar telah berat untuk terbuka, rasa kantuk kembali menyerangnya.
"Mas Rivan, cepatlah pulang," gumamnya kemudian tertidur dengan posisi duduk sambil memeluk kedua lututnya.
Berbeda dengan suasana yang berada di pusat kota. Tepatnya di perusahaan multimedia Refa'il Corps. Lelaki itu tengah di buat pusing oleh keberadaan seseorang yang membuat harinya menjadi berantakan. Rivan harus terpaksa bekerja lembur dan menandatangani setumpuk berkas yang beberapa hari ia tinggali. Dan selain itu lelaki itu juga di ganggu lagi oleh seorang wanita.
"Honey, I can't just break up with you! What have I done wrong?!" ujar gadis itu dengan menangis di hadapan Rivan.
"Since when did I date you? I have never been in contact with any woman. Sorry, please come out!" Rivan masih berusaha tetap tenang. Hanya saja ia tidak ingin membuang waktu untuk mengurusi wanita ini. Lagi pula ia masih memiliki janji untuk tidak pulang terlalu larut. Tapi sepertinya ia akan melanggar janjinya pada Aisyah.
"You kicking me out, honey?! I only miss you! Am I wrong?" Rivan mencium bau alkohol dari tubuh Candy. Lelaki itu kini memahami satu hal, wanita itu pasti bersikap seperti ini gara-gara dia sedang mabuk.
Rivan diam. Lelaki itu kini tinggal menandatangani berkas terakhirnya.
"Alhamdulillah!" gumamnya.
Segera ia merapikan semua berkas-berkasnya lalu segera pulang ke rumah. Namun, beberapa langkah ia meninggalkan kursinya, ia terhenti melihat tubuh Candy kini terbaring pingsan di lantai kantornya. Rivan menghela napas kasar. Ia memijit pelipisnya. Bagaimanapun Candy adalah wanita, dan seorang wanita tidak bisa dibiarkan dalam keadaan seperti ini. Walau Rivan memang kesal dengan kelakuannya yang semena-mena tapi ia juga bukan lelaki yang membenci seorang wanita.
"Sepertinya saya harus mengantarnya."
Rivan mengangkat tubuh Candy. Kini suasana kantor sudah sangat sepi menyisakan beberapa office boy dan office girl. Lelaki itu menggendong tubuh Candy lalu memasukkannya ke dalam mobilnya. Sekitar sepuluh menit dari wilayah kantornya, kini Rivan sampai di depan gedung apartemen. Rivan memang sudah tahu mengenai tempat tinggal Candy. Setelah membuka pintu apartemen yang di ketahui adalah milik Candy, Rivan lalu membaringkan tubuh Candy di atas sofa.
Setelah memastikan Candy sudah tertidur, Rivan beranjak keluar apartemen. Namun, langkahnya terhenti ketika merasakan sentuhan di lengannya.
"Are you leaving me? Like you left me first?!" Candy mengeratkan genggamannya pada lengan Rivan.
"Candy hear, there is no relationship between you and me. Please .... Let me go!" Namun, genggaman itu semakin mengerat membuat Rivan berdecak.
"I don't wanna let you go, Rivan. You know that I really love you!"
"Sorry! But I have to go!" Dengan cepat Rivan melepas genggaman Candy lalu segera meninggalkan apartemen.
"Rivan .... Even though we're almost married! Why is it this easy for you to say you want to leave me!" Candy menangis. Walau gadis itu tengah dalam keadaan mabuk, rasanya ia masih sepenuhnya sadar akan apa yang telah Rivan katakan padanya.
****
Rivan membuka pintunya perlahan, lampu di ruang depan telah dimatikan. Menandakan bahwa orang-orang di rumah ini telah tertidur. Rivan mengerutkan keningnya, siapa yang tidak akan kebingungan dengan seorang wanita dengan rambutnya yang terurai duduk di atas Sofa dengan TV yang masih menyala.
Rivan pun sedikit mendekat mencoba untuk melihat lebih jelas wanita yang sudah berani memasuki rumahnya itu. Rivan terdiam. Dengan kedua matanya yang tak berkedip menatap gadis tersebut.
"A-Aisyah!" gumamnya, ia terkejut melihat wanita dengan rambut terurai itu adalah Aisyah, istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]
Spiritual[SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS] #Highrank 1 in Aisyah - 3 September 2020 #Highrank 1 in Amanah-5Juni 2019 #Rank 8 in Allah-27 April 2020 PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷 [SPIRITUAL-ROMANCE] Si gadis remaja yang mencintai seseorang namun sayangnya ia harus...