33. Senyuman palsu

2.8K 171 9
                                    

"Aku akan selalu sabar, meski cercaan dan makianmu selalu menyertai pendengaranku. Aku akan selalu bertahan dan menunggu. Karena aku tau, kau mencintaiku"

~Istri yang kau cintai.

####

Hari ini adalah hari dimana Aisyah akan kembali memulai hidupnya bersama Rivan. Untuk ketiga kalinya ia kembali dari awal untuk membangun rumah tangganya kembali dan berusaha untuk mendapatkan hati suaminya. Lagi. Mungkin ini akan membutuhkan kesabaran, tetapi inilah yang harus ia lakukan karena Rivan adalah suaminya.

Ia bahkan belum memberi tau Rivan tentang kehamilannya. Tetapi, apa bedanya beri tau atau tidak, meskipun dia tau itu tak akan mengembalikan kembali ingatannya. Jadi Aisyah hanya ingin membiarkan waktu sendiri yang menjawabnya.

Sungguh berbeda, perlakuan Rivan terhadapnya berubah 180°, biasanya setelah sampai pada tujuan Rivan selalu membukakan pintu untuk Aisyah, namun sekarang begitu berbeda. Rivan hanya turun sendiri dari mobil tanpa memperhatikan seseorang yang dari tadi selalu diam disampingnya.

Aisyah membuka pintu mobil, dengan langkah pelan ia mengikuti langkah Rivan memasuki rumah mereka.

"Bisakah kau jalan lebih cepat?" Rivan menatap tajam Aisyah.

Tentu wanita itu terkejut, "B-baiklah, mengapa kau menungguku?"

Rivan tak menjawab pertanyaan itu, ya dia merasa pertanyaan itu sama sekali tak membutuhkan jawaban, lagian ia tak akan berbicara pada wanita didepannya ini terkecuali itu penting. Ia langsung masuk rumah, dan mengurungkan niatnya untuk menunggu Aisyah.
Lagi pula mengapa ia harus menunggunya?

Aisyah menghela nafas pelan, dadanya serasa kembali sesak melihat perlakuan Rivan yang begitu dingin padanya. Tetapi ia kembali berpikir positif, "mungkin Mas Rivan lagi capek, baru keluar dari rumah sakit dan sekarang udah nyetir mobil. Baiklah ini saatnya untuk menjadi istri yang baik"

Aisyah memasuki rumah besar didepannya itu, tetapi saat ia masuk ia tak mendapati Rivan disitu, mungkin ia langsung masuk kamar untuk beristirahat. Pikirnya.

Tak mau mengganggu suaminya, akhirnya Aisyah memutuskan untuk menonton tv sejenak. Sudah banyak yang ia lalui hari ini, dan ia pun harus beristirahat juga. Tetapi pikirannya masih melayang tentang Rivan. Apa yang suaminya itu lakukan sekarang? Apakah dia tak apa-apa? Baiklah, ia benar-benar khawatir sekarang.

Adzan magrib telah berbunyi, Aisyah tersenyum manis, ia telah menunggu adzan ini. Menunggu saat-saat dimana ia bisa mengeluarkan keluh kesahnya pada rabbnya.
Namun sebelum itu, pertama-tama ia harus memasak nasi dulu. Jadi setelah sholat nanti ia tinggal memasak makanan lainnya.

Setelah memperkirakan nasi akan matang sekitar 10 menit, Aisyah lalu beranjak menuju kamar berniat untuk sholat magrib. Namun langkah terhenti saat melihat Rivan yang baru keluar kamar yang telah rapi dengan peci hitam lengkap dengan sajadah yang tergantung di pundak kanannya.

"Mas mau ke masjid?"

Lagi dan lagi, Rivan tak merespons pertanyaan itu. Ia hanya berjalan terus menuju garasi mobilnya untuk pergi ke masjid.

Aisyah kembali menghela nafas pelan. Dengan menatap keatas demi menahan jatuhnya air matanya, "Mungkin Mas nggak perduli, tapi malam ini isyah masak. Jadi mas makan dirumah ya?"

Rivan menghentikan langkahnya, "Terserah," lalu ia kembali berjalan tanpa menengok kebelakang.

Aisyah tersenyum, walau jawabannya bukan jawaban yang Ia harapkan tetapi ia lega. Ternyata suaminya ini masih bisa mengeluarkan suaranya.

RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang