29. Ketika hati menjadi retak

3.2K 172 9
                                    


"Aku bahkan sudah duluan mencintainya sebelum kau mencintainya!"

~Muhammad Adnan Refa'il

####

Udara sejuk dengan terik matahari yang menyengat, membuat mata elang seorang lelaki menyipit agar bisa melihat dengan jelas bagunan tinggi dihadapannya.

Lelaki berhoodie hitam itu berjalan mendekati bangunan di depannya. Benar-benar tidak ada yang berubah dari bangunan itu. Sejak kepergiannya bahkan sampai kepulangannya semua masih nampak sama. Dan itu membuatnya bahagia.

"Assalamu'alaikum!" Sahut nya lalu mendorong perlahan pintu besar didepannya. "Mama? Buya?"

Masih tak mendapat Sahutan, lelaki itu pun memilih untuk masuk lebih dalam lagi. Ia memasuki ruang tamu, namun tidak ada tanda makhluk hidup disana, kemudian ia sedikit mengintip di ruang keluarga.

Senyumnya mengembang kala melihat seorang wanita paruh baya yang tengah asik menonton dengan semangkuk keripik pisang yang berada diatas pahanya.

Lelaki itu berinisiatif untuk melakukan sesuatu yang menarik.
Ia perlahan mendekat, mencoba melangkah dengan pelan agar tidak diketahui oleh wanita yang tengah membelakanginya itu.

"Mama!!"

"ASTAGHFITULLAH!!!" Maryam menoleh ingin memukul seseorang yang mengagetkannya itu.

"Adnan!!" Bukannya memukul Maryam lalu memeluk lelaki itu, "Ya Allah, Nak. Kok kamu pulang nggak ngabarin Mama sih!!"

"Ehehe sekedar surprize, Mah" Maryam kembali membuka anak bungsunya itu. Ia benar-benar merindukan anaknya yang satu ini.
"Buya mana, Mah?" Tanya Adnan.

"Buya masih dikantor ama Kakakmu" Adnan lalu menatap bingung kepada Maryam," Kak Rivan?"

Maryam mengangguk, "Iya, Sayang. Yaudah kamu gantian dulu gih. Sebentar lagi pasti Buya pulang. Nggak lama kok" Adnan mengangguk pelan.

"Biar Mama bikinin makanan dulu ya, Nak!"

Ada kembali mengangguk, lalu segera berjalan menuju kamarnya.
"Rivan masih ada disini?"

****

Setelah mengganti pakaiannya, Adnan tidak langsung beranjak keluar kamar. Ia harus membereskan semua pakaiannya didalam koper lalu memindahkannya di lemarinya.

Tok tok!

Suara ketukan pada pintu kamar Adnan, membuat lelaki itu sedikit meninggikan nada bicaranya, "Buka aja. Nggak ke kunci kok!"

"Makanan udah siap, Nan. Nggak mau turun?" tanya Maryam.

"Adnan mau beresin dulu pakaian ini, Mah. Abis itu turun."

"Makan dulu, Sayang. Terus beresin ini, entar Mama bantu deh. Ayo!" titah Maryam. Tentu ia memiliki banyak pertanyaan tentang London pada anak bungsunya ini.

"Hh baiklah, Mamaku!"

Adnan tersenyum lucu melihat Mamanya yang menyiapkan semua makanan kesukaannya ini. Tentu ia begitu merindukan rendang buatan Mamanya, dan juga nasi goreng sosis yang membuat nafsu makannya melonjak. Dan yang paling membuatnya bahagia adalah tidak ada opor ayam di meja makan. Karena ia tidak suka dengan opor ayam. Sebelum Adnan pergi meninggalkan rumah, Maryam terus saja memasak opor ayam. Katanya jika ia memasak opor ayam maka seakan Rivan ikut makan bersama mereka.

Bukankah itu kedengaran menjengkelkan? Ya itu menjengkelkan bagi Adnan.

"Assalamualaikum!" sahut Edward saat membuka pintu rumahnya. Tidak ada sahutan selain dentingan jam besar di ruang tamu.

RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang