13. Tentang Hujan

3.9K 165 4
                                    


####


Isyah dan Ai pun akhirnya sampai di apartemen Ai.

“Alhamdulillah Come on!” ajak Ai dengan menarik tangan Isyah memasuki salah satu ruangan dari apartemen besar tersebut. Isyah menurut, rasanya gadis itu masih ingin berdiam diri dengan pikirannya yang berkelana di mana-mana. Hanya ingin melupakan sejenak pikirannya tentang suaminya.

Wow, your apartment is beautiful, Ai, which is neat,” puji Isyah saat melihat apartemen Ai. Nampaknya gadis itu kini menyadari di mana ia berpijak sekarang.

Hmm, thanks. Oh yeah, have you eaten yet?” Isyah hanya menggeleng pelan. Namun, mengingat bahwa dirinya belum makan sejak siang tadi, membuatnya kini merasa lapar.

“Hehe ... then let’s eat first! I happen to be hungry too.” Ai lalu membuka penutup kain yang selama ini melekat di wajahnya.

Isyah terkejut. “Ai, you are really beautiful, huh!” Isyah begitu terkesima dengan wajah cantik Ai. Benar saja ternyata di balik cadarnya Ai, rupanya cantik dan manis.

Ai terkekeh. “Hehe ... Isyah is also really beautiful, so it’s no wonder that someone already has one.”
Seketika senyum cantik Aisyah kemudian berubah dengan raut kesedihan, ia pun menunduk dan entah karena apa peristiwa beberapa menit yang lalu kini kembali merasuki pikirannya.

Ai tersadar dengan ucapannya. “Oh, I’m sorry I say that.”

Hmmm it’s okay, oh yeah, where’s your bathroom?”

The bathroom is in my room, there!” Ai menujuk kamarnya. Kemudian dibalas dengan anggukan dari Isyah. Setelah memasuki kamar mandi itu, Isyah kembali menatap wajahnya pada pantulan cermin lebar di depannya.

Ia terus menatap cermin tersebut sampai cairan hangat keluar dari matanya. Ia menangis, lagi. Kilasan-kilasan akan suaminya kini kembali menggerogoti hatinya bahkan naik ke pikirannya.

“Ya Allah.”

Hembusan angin membuatnya kembali tersadar dari sedihnya, ia mencari sumber angin tersebut. Ia melihat satu jendela yang setengah terbuka, kemudian dibukanya jendela itu.

Saat lensanya melihat dari ketinggian di bawah sana terlihat jelas rumah-rumah yang tertata dengan rapinya, namun satu rumah besar membuatnya merasa tidak asing.

“Bukankah itu ....” Aisyah lalu menyipitkan matanya agar bisa mengingat kembali.

“Hah ... itu apartemen Mas Rivan!!” Tanpa berpikir lama, ia kemudian menghapus sisa-sisa air matanya dan keluar dari kamar mandi tersebut.
Where you going?” tanya Ai dengan membawa nampan berisikan dua porsi nasi goreng.

Thanks in advance Ai, but I have to go home now!”

Uh, but what do you want to ride home, let me take you!” Ai lalu menyimpan nampan yang ia pegang di atas meja.

It’s okay. It turns out that our house is close by, right behind your apartment, so you don’t have to. I can go home alone,” kataa Isyah dengan segera keluar dari pintu apartemen Ai.

“Oh, okay. But take this, it’s cloudy now.” Ai pun mengambilkan payung untuk Isyah.

Oke thanks, Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam, be careful!”

“Okay!”

****

Sepertinya alam telah membaca isi hati Aisyah sehingga langit mulai memunculkan sisi lainnya. Tiba-tiba titik air turun dengan serentak membuat Aisyah tersadar dari lamunannya.

“Hujan, aku kadang iri padamu. Meski engkau telah berkali-kali terjatuh. Namun, engkau tetap setia pada tugasmu yaitu memberikan kehidupan untuk semua makhluk hidup. Andai aku bisa menjadi hujan maka jadikanlah dia sebagai pohon yang rindang, agar aku bisa terus menjaganya tetap hidup.”

Hujan deras berhasil mengguyur Kota California, payung yang sejak tadi di genggam oleh Aisyah kini tergeletak begitu saja di atas trotoar jalan. Aisyah begitu menikmati setiap tetesan air yang jatuh mengenai setiap inci dari tubuhnya. Ia terus berjalan meninggalkan payung hitam yang tergeletak itu.

“Terima kasih Hujan! Berkatmu sekuat apapun tangisku, sederas apapun air mataku mengalir, ada dirimu yang bisa menutupinya,” batin Aisyah bersuara.

****

Rivan kini tampak begitu kalang kabut. Berkali-kali ia mengusap kasar wajahnya dengan frustrasi. Bagaimana mungkin lelaki itu bisa mencari istrinya di tengah luasnya Kota Los Angeles ini.

“Aisyah kau di mana?”

Beberapa kali ia menelepon sahabatnya, Joshua. Siapa tahu sahabatnya itu mengetahui keberadaan istrinya. Tapi tunggu, Joshua saja tidak pernah bertemu dengan Aisyah, bagaimana mungkin itu bisa membantu. Rivan kembali memukul stir mobilnya. Tidak ada pilihan lain selain mengerahkan semua anak buahnya.

Lelaki itu akhirnya kembali mempercepat laju mobilnya. Kini ia harus pulang dan akan mencari istrinya kembali nanti. Walau itu artinya ia harus mencari di setiap sudut kota, maka akan ia lakukan. Untuk mencari istrinya, gadis yang telah mengisi hatinya.

Rivan mengerutkan dahinya. Samar-samar ia melihat seorang wanita yang berdiri di tengah jalan.

“Apakah wanita itu tidak sadar bahwa ia berada di tengah jalan?!” Ia lalu membunyikan klaksonnya. Namun, walau sudah beberapa kali membunyikan klakson, tetap saja wanita itu tidak bergeming. Rivan kembali menajamkan penglihatannya.

“Itu Aisyah!” seru Rivan dengan panik.

Aisyah berdiri di tengah perempatan jalan. Dalam kabut hujan yang menyelimuti jalanan hingga tanpa disadari sebuah mobil berkecepatan tinggi melambung melawan lampu merah dan seketika menabrak wanita itu.

“AISYAH!”


Assalamualaikum..
Alhamdulillah yaa bisa update lagi...^-^
jangan lupa yaa ramaikan chapter ini dengan pendapat pendapat kalian,..
soalnya Author butuh kritik dan saran membangun dari kalian semua..oke...

okelah Author pamit wassalam♥

[Selalu jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang UTAMA ya gaes]

RSS[1]: Ketika Hati Berucap [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang