Chapter 3 |Perintah bukan Permintaan!|

35.6K 1.9K 120
                                    

Tolong tandai kalau ada typo ^^
Supaya bisa aku perbaiki.

Happy Reading~


Alih – alih melajukan mobilnya ke area mansion mewah miliknya, Aldrick justru berubah pikiran. Pria tersebut memutar arah mobilnya meninggalkan kawasan elit mansionnya. Tatapan Aldrick masih terfokus ke arah depan, memperhatikan jalanan lenggang yang kanan kirinya dihiasi pohon jati dengan daun berguguran. Sedangkan Joanna masih terus terisak, isakan tertahan yang berusaha diredamnya.

Lelah dengan tangisannya, Joanna memilih menghapus air mata yang berjejak di kedua pipinya. Gadis itu mendongak, dengan gestur bahu yang tegak. Ia melirik ke arah Aldrick dengan takut – takut, namun, walaupun begitu sorot matanya masih memancarkan tatapan tajam akan kebencian. Ingin rasanya Joanna membunuh pria berengsek yang dengan angkuh duduk disampingnya ini. Hah! Ya, seandainya Joanna bisa melakukan hal itu, maka akan dia lakukan saat ini juga. Nyatanya Joanna sama seperti manusia kebanyakan, manusia yang masih takut akan karma dan berperikemanusiaan. 

Merasa diperhatikan, Aldrick menoleh sebentar ke arah kursi di sampingnya. Membalas tatapan gadis yang terlihat begitu membencinya itu. Aldrick hanya memberikan senyum kecil angkuhnya, sebelum kembali menatap jalanan besar yang dipenuhi dengan kendaraan dan keramaian. Mereka sudah keluar dari kawasan elit milik Aldrick.

“Cih! Bajingan.”

Aldrick mengangkat satu alisnya ketika rungunya dengan samar menangkap suara umpatan dari gadis disampingnya. Pria itu masih fokus ke depan, hanya saja sebuah senyum terbit dikedua sudut bibirnya. Gadis ini berbeda, Aldrick menyukainya.

“Kemana kau akan membawaku? Apa setelah penolakanku tadi, kau berniat menjualku? Cih!”

Joanna berujar , gadis itu merebahkan bahunya pada sandaran jok. Mata bengkaknya menatap jalan raya yang ramai. Tak sadar bahwa kini Aldrick tengah mencekam setir mobil dengan kuat setelah mendengar ucapannya.

“Ya. Tentu aku akan melakukan hal itu. Tapi tunggu sampai aku merasa bosan dengan tubuhmu. Aku bahkan belum mencicipinya, jangan terburu – buru … Anna.”

Untuk kesekian kalinya, Aldrick kembali melukai harga dirinya. Joanna melirik pria itu dengan tatapan nyalang, amarahnya terasa meluap kepermukaan. Kedua tangan gadis itu kini sudah menggepal, menyalurkan rasa marah yang tak bisa dilampiaskannya.

“Berengsek!”

Pada akhirnya dia hanya bisa mengumpat sembari memalingkan wajahnya. Aldrick sendiri tersenyum penuh kemenangan mendengar umpatan yang sarat akan ketidakberdayaan gadis itu. Pria tersebut menancap gas dengan kuat, menambah kecepatan laju mobilnya ditengah padatnya jalanan kota. Joanna yang tersentak akan hal itu seketika langsung berpegangan pada penyangga di langit – langit mobil tersebut.

ALDRICK'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang