Happy reading ~
Joanna duduk terdiam di depan meja rias, gadis itu menatap intens pantulan dirinya pada kaca di depannya. Sudah dua hari semejak Aldrick memaksakan kehendaknya kepada Joanna. Pria itu melamarnya, lamaran berupa paksaan yang membuat Joanna tak berdaya, sebab memang tak ada yang bisa untuk dia lakukan. Pria itu terlampau kejam, tak menerima penolakan apapun.
Semenjak hal gila yang Aldrick lakukan padanya diruangan bawah tanah tempo lalu, Joanna sangat enggan meninggalkan kamar merah maroon ini. Gadis itu begitu waspada, sebisa mungkin ia menghindari kegiatan yang mungkin nantinya dapat mempertemukannya dengan Aldrick.
Pikiran gadis itu dipenuhi dengan memori hari itu, kalimat paksaan Aldrick terus berputar – putar di kepalanya. Joanna tidak tahu harus melakukan hal apa lagi. Gadis itu sempat berniat untuk mencoba kabur lagi, namun, sayangnya Aldrick sangat licik untuk bisa di tebak. Pria itu memerintahkan dua orang bodyguard untuk mengikuti kemanapun Joanna pergi, beserta satu maid yang tugas sama dengan para bodyguard itu. Hal itu membuat Joanna sama sekali tidak bisa berkutik. Aldrick benar – benar mematikan pergerakannya.
Aku benar-benar tidak ingin menikah dengannya. Aku harus bagaimana?
Ingin rasa Joanna mengakhiri hidupnya. Namun, gadis itu sadar, bahwa hal tersebut sangatlah tidak bijak.
Argh! Ini membuatku gila!
Joanna benar – benar terjebak dalam masalah ini. Menikah? Bahkan, tak pernah terlintas sekalipun dalam benaknya untuk menikah diusia semuda ini. Joanna belum siap untuk itu, dan tidak akan pernah siap jika Aldrick yang menjadi suaminya. Akan seperti apa hidupnya setelah menikah dengan Aldrick. Pria yang bahkan Joanna tak ketahui bagaimana sifatnya. Pria itu kasar, pemaksa, juga arogan. Tak ada barang satupun sifat pria itu yang membuat Joanna terkagum, semuanya justru malah membuat dirinya merasa terancam.
Apa lagi mengingat hinaan pria itu kepadanya. Berkali – kali, Aldrick berhasil melukai harga dirinya. Terlebih ketika pria itu dengan santainya menyinggung tentang masalah keluarga Joanna, hal itu membuat Joanna sugguh membencinya.
Joanna berdiri, berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya disana. Helaan nafas kembali terdengar, tak terhitung sudah keberapa kalinya gadis itu menghela nafas berat. Pikirannya sungguh kacau, tinggal lima hari lagi menuju pernikahan tak diimpikannya itu.
Joanna sudah sangat lelah menangisi nasib tragisnya. Lagi pula, jikapun ia menangis darah, semuanya tidak akan berubah. Hati Aldrick sedingin es, mustahil pria itu akan mengubah keputusannya. Apalagi mengingat wajah datar dengan rahang mengeras miliknya, terlalu arogan. Joanna yakin ego Aldrick terlampau besar, hingga tak terima bila ada seseorang yang berani menggores ego kebanggannya itu.
Pada akhirnya Joanna hanya bisa menyesal dan menyesal. Gadis itu menyesali keputusannya untuk pergi ke kota ini. Menyesal karena telah mengejar pria yang merampas tas miliknya. Dan menyesal karena mengikuti keinginan hatinya yang memaksa untuk ke New York, menyusul seseorang yang telah mengisi tempat di hatinya sejak dua tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDRICK'S
Chick-Lit[REVISI] 21+ Bagi seorang gadis desa seperti Joanna, menginjakkan kaki di tanah kota adalah salah satu hal yang Ia idamkan. Baginya kota sangatlah indah, lengkap dengan tatanannya yang berkelas. Sayangnya hal itu berubah sesaat setelah ia bertemu d...