Chapter 35 |Penghianatan|

15.6K 1K 263
                                    

Happy Reading~

"Rencana pertama sudah selesai, Ayah. Saatnya rencana berikutnya."

Kedua pria berbeda usia itu saling melempar senyum miring, ada pacaran muslihat di kilat manik keduanya. Sudah cukup puas dengan hanya membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, mereka sangat tidak sabar.

Mereka meneguk segelas cairan bening mengandung alkohol di tangan mereka setelah melakukan cheers terlebih dahulu. Mereka sangat senang. Puas merajalela.

"Mck! Akhh!" Pria dengan perawakan tegas itu mengeluarkan decakan nikmat ketika segelas cairan bening itu berhasil lolos melewati tenggorokannya, menimbulkan rasa hangat yang sialnya begitu nikmat.

"Dia ternyata masih saja sama, terlalu bodoh. Sangat mudah untuk menghancurkannya." Ucap pria itu sambil menelisik gelas kosong yang ada ditangannya. Smirk iblis kembali terbit ketika mengingat betapa bodohnya sang musuh.

"Kejutannya sudah siap, kini saatnya menentukan kapan dan bagaimana kejutan itu kita berikan."

***

Hari demi hari berlalu.

"Hah!" Aldrick terengah - engah dengan keringat yang sedikit membasahi anak rambutnya. Pria itu mendudukkan tubuhnya di atas rumput taman sambil terus mencoba menetralkan deru nafasnya.

Matanya terus mengikuti pergerakan lincah Scarletta yang berlarian ria sambil menjulurkan lidahnya, meledek Aldrick. Kemudian netranya jatuh pada wanita dengan dress panjang berwarna maroon yang tampak duduk tanpa ekspresi signifikan di bangku taman. Aldrick menghela nafasnya, ia rasa permintaan maafnya tak ada gunanya.

Sejak malam itu Joanna tampak sama, tidak banyak bicara dan tak banyak memberikan ekpresi sebagaimana wanita itu sebelumnya. Jika ditanya maka Joanna akan menjawabnya dengan anggukan dan gelengan, atau yang lebih parah dia hanya melirik tanpa menjawab sama sekali. Seolah seperti badan kasar yang ditinggalkan oleh sang nyawa. Mati.

Aldrick berdiri dan berjalan mendekat ke arah bangku taman, dia sedikit berdeham untuk menarik perhatian Joanna yang tampak melamun. Namun tak ada respon yang wanita itu tampilkan—membuat Aldrick tersenyum simpul.

Bagi seorang Aldrick, diabaikan seperti ini bukanlah hal yang ia sukai. Aldrick membenci hal itu. Namun, untuk kasus Joanna, Aldrick cukup mengerti. Kesedihan masih membelenggu hati wanita itu. Aldrick tidak marah karena Joanna mengabaikannya, ia justru semakin merasa bersalah. Untuk itulah Aldrick berusaha sekeras mungkin membuat wanita itu nyaman, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa mulai saat ketika ia menyatakan perasaannya pada Joanna, maka pada saat itu juga Aldrick akan menjaga dan merubah semua sikap buruknya.

Joanna berharga baginya, dan Aldrick sudah menyadari itu.

Aldrick kemudian duduk di samping Joanna dan memeluk sang wanita dari samping, kepalanya bertumpu di bahu sebelah kiri wanita itu. Matanya berkeliaran menelisik setiap inci wajah Joanna dari samping. Cantik adalah satu kata yang pantas menggambarkan sosok Joanna. Sejak awal, Aldrick sudah menyadari bahwa Joanna memiliki paras tegas yang begitu cantik. Hal itulah yang membuatnya tertarik pada perempuan itu.

Sedikit usil, Aldrick memberi sapuan nafasnya, meniup - niup telinga Joanna hingga membuat wanita itu sedikit terkejut dan memejamkan matanya. Aldrick sedikit kecewa, sungguh. Reaksi yang Joanna berikan tak sesuai harapannya, wanita itu hanya memejamkan mata dan menghela nafas. Tak melayangkan protes seperti yang biasa wanita itu lakukan.

ALDRICK'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang