BAGIAN II
Angin malam yang dingin terasa begitu menusuk kulit, apalagi aku hanya memakai gaun malam selutut tanpa lengan yang tak lain merupakan pemberian Kak Bram. Tak hanya itu, kekasihku itu juga membelikan sepatu heels yang terpaksa kutinggalkan di ballroom tadi.
Di sini, di balkon atap gedung hotel, aku hanya bisa menangis tersedu, hanya sendirian di tengah area yang cukup luas dengan cahaya temaram.
Apakah aku ini wanita lemah yang hanya bisa menangis? Ya, tidak bisa dipungkiri itu memang benar. Kekuatan seperti lenyap dariku saat perasaan sudah bicara, bahkan seringkali aku jatuh sakit karena terlalu banyak memikirkan berbagai hal negatif yang bisa saja menimpaku.
Kenapa cinta terasa sesakit ini? Setelah sekian lama, baru aku sadari mengapa aku selalu saja menahan rasa sakit di dalam hati. Ingin sekali rasanya menghapus semua tentang dirinya, tapi ... entah kenapa terasa sulit sekali untuk dilakukan.
Tentu saja aku ingin marah pada Kismaya, menjambak rambutnya, menampar wajahnya sekeras mungkin. Tapi ... ini hari paling bahagia dalam hidupnya. Sebagai sesama wanita, aku tidak ingin sekejam itu dan merusak pernikahannya.
"Menangis lagi? Karena Aditya?" suara berat itu membuatku terkejut. Aku mendengar derap langkah yang kian mendekat. Aku tahu, itu pasti Kak Bram. Benar saja, tak lama pria itu sudah berdiri tepat di sampingku. "Aku mencarimu ke mana-mana. Bertanya ke sana kemari, ternyata kamu di sini."
Saat ini aku benar-benar tidak sanggup mengatakan sesuatu, hanya bisa menangis sesenggukan. Sungguh, hatiku teramat sakit sampai tak bisa menahan kesedihan ini. Aku harap dia bisa mengerti keadaanku sekarang.
Kak Bram melangkah lebih dekat, aku tidak bisa mengelak saat dia membawaku dalam pelukannya yang hangat dengan pelan, membuatku terhanyut. "Jangan menangis lagi," ucapnya sambil membelai kepalaku dengan sayang.
"Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Kenapa? Apa salahku? Wanita itu bahkan tidak tahu apa-apa, tapi kenapa dia bicara seperti itu?" aku berusaha bicara meski sesenggukan.
"Dia mengira kamu sudah merebut Aditya. Dia hanya cemburu, dan tidak benar-benar marah padamu."
Alah, ucapan basi untuk menghiburku belaka!
"Tapi tadi, kan, kamu dengar sendiri bagaimana cara bicaranya?! Jelas-jelas dia tidak suka padaku!"
"Ran, tidak semua orang suka pada kita. Masih banyak orang di luar sana yang menyukaimu, bahkan mencintaimu, seperti aku misalnya."
"Ah, kamu!" Tanpa sadar tanganku memukul dadanya yang bidang. Dia justru meresponsnya dengan tawa pelan. Perlahan, tangisku pun mulai reda. Aku berusaha mencari ketenangan dalam posisi ini. Malu sebenarnya, karena tidak bisa dipungkiri diam-diam aku menikmati setiap pelukan yang dia berikan.
"Bisa jadi ... Kismaya juga trauma dengan kisah cinta kakaknya dulu, dengan Erlangga."
"A-apa?! Maksud kamu apa? Santi dengan Erlangga?" Aku sedikit mendongakkan kepala demi bisa menatap wajahnya.
Kak Bram melepaskan pelukan kami, menjauhkan tubuhku darinya, lalu menatapku dengan lekat. "Aku akan kasih tahu kamu sesuatu, tapi kamu jangan menangis lagi, okay?" Dua ibu jarinya mengusap lembut pipiku yang basah.
Ah, menyebalkan! Kenapa aku malah menikmati setiap sentuhannya? Aku hanya mengangguk pelan demi mengiyakan perkataannya.
"Bram, ayo katakan sesuatu." Lama-lama aku kesal karena dia justru mematung dan memberi sorot lekat yang membuatku jenuh.
"Ceritanya nanti saja, di sini dingin. Aku tidak akan membiarkan wanitaku berlama-lama di tempat ini." Senyuman manisnya yang melebar membuatku terkesima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Jadi Cinta (Terbit)
RomanceREADY STOCK @90k Untuk pemesanan bisa WA : 085877790464 Cover : @marudesign Genre : romance-horror Siapa bilang pembantu itu tidak berpendidikan. Tidak semuanya begitu, dan tidak semua pembantu punya kelas rendahan. Aku misalnya. Kini aku...