24. Kerasukan

4.2K 174 7
                                    

Air mata masih saja turun dengan deras membasahi pipi meski aku tidak terisak. Kedua mataku menatap lurus ke depan pada pantulan bayanganku sendiri di dalam cermin. Wajahku muram, pikiranku ke mana-mana membayangkan setiap kata yang terucap dari Pak Bram dan juga Aditya.

Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Apakah ada cinta segitiga tanpa sepengetahuanku selama ini?

'Dia tinggal dengan ayah saya. Awalnya hubungan kami baik-baik saja, tapi lima tahun lalu kami jadi saling memusuhi hanya karena seorang wanita.'

Seketika perkataan Pak Bram tadi pagi muncul di ingatanku. Jadi, wanita yang dia maksud benar-benar aku? Ya Tuhan, apakah aku sudah menghancurkan hubungan kakak-beradik di antara mereka? Fakta itu membuatku jadi sesenggukan sendirian, menahan rasa sesak di dalam dada.

Ketika aku sedang berusaha menenangkan diriku sendiri, sebuah bayangan hitam berkelebat di belakangku. Meski takut, tapi aku berusaha mengabaikannya. Saat pikiranku kacau begini, seringkali aku memang tidak memedulikan apa pun di sekitarku. Mendadak pikiranku kosong karena terus melamun. Tanpa sengaja aku melihat ada bayangan Santi di belakangku, sangat transparan dan nyaris tidak terlihat, tapi aku masih bisa menangkap sosoknya yang tersenyum padaku dari dalam cermin. Aku tetap tidak ingin peduli dan berusaha fokus pada bayanganku sendiri.

Tanpa kusangka, entah hanya sekadar perasaanku atau apa, tiba-tiba aku merasa seperti ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuhku, membuatku tersentak dan sedikit terhuyung. Mendadak kepalaku pusing dan tubuhku jadi terasa berat.

Ada apa ini? Kenapa aku seperti tidak bisa menguasai diriku lagi? Padahal aku sedang tidak ingin tersenyum, tapi kedua sudut bibirku justru terangkat membuat lengkungan bulan sabit yang tidak kuinginkan.

-oOo-

Entah bagaimana, aku sudah sampai di dapur, memotong beberapa sayuran. Tubuhku bergerak dengan sendirinya tanpa bisa kukendalikan sepenuhnya. Aku sendiri bahkan tidak tahu apa yang sedang kulakukan sekarang. Perasaan gembira memenuhi hati meski logikaku memberontak marah.

Ada roh lain di dalam tubuhku.

Dia mendesakku menyingkir, mengurungku di tempat tersembunyi sementara dirinya mengendalikan tubuhku sesuka hati. Ingin sekali rasanya berteriak keras, mendobrak ruang tertutup itu dan segera mengambilalih tubuhku kembali, Tapi aku benar-benar tidak bisa melakukannya.

"Kalau sedang tidak baik-baik saja, tidak perlu memasak."

Suara berat Pak Bram di belakang sana membuat pergerakan tanganku terhenti, diam mematung begitu saja. Perasaan aneh tiba-tiba muncul menyelubungi jiwaku, seperti ada rindu tak tertahankan yang bersiap meledak di dalam sana, seolah diriku ini bisa ikut merasakan apa yang dirasakan roh pengganggu ini.

"Saya bisa memesan makanan sendiri," lanjutnya.

Tanpa seizinku, tubuhku berbalik, pandanganku langsung mendapati sosok Pak Bram yang sudah bersiap melangkah pergi. Pisau yang kupegang terjatuh menciptakan suara yang tidak begitu keras ketika membentur lantai, namun itu cukup mampu membuat Pak Bram diam terpaku dengan posisi memunggungiku.

"Honey!" Kakiku seperti bergerak sendiri, mempercepat langkah lalu menubruk punggung pria itu dan kedua tanganku melingkari pinggangnya.

Aku tahu, dia pasti terkejut karena tiba-tiba aku memeluknya dari belakang begini meski dia berusaha tidak tersentak. Aku bisa merasakan napasnya yang tertahan.

"Honey, aku mencintaimu," suaraku lirih, roh itu memaksaku mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak kuinginkan.

Tampaknya Pak Bram semakin tercekat, tubuhnya pun semakin kaku. Tapi tak lama kemudian tangannya bergerak melepas tanganku perlahan. Aku sempat kecewa, tapi perasaan itu memudar ketika Pak Bram berbalik menghadap ke arahku.

Pembantu Jadi Cinta (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang