Aku dilema. Kata-kata Aditya tadi membuat perasaanku kacau.
Kenapa baru sekarang? Kenapa dia tidak bicara begitu saat masa-masa indah kami dulu? Saat aku selalu menunggunya, saat hatiku masih berbunga-bunga karena mencintainya, saat aku menantikan kesempatan untuk mendapatkan cintanya.
Ya Tuhan, hatiku sakit sekali.
Dulu, aku benar-benar tidak tahu apa yang kurasakan. Entah mengapa, saat itu adalah pertama kalinya aku tahu bagaimana rasanya merindukan seorang pria. Hingga pada akhirnya aku mulai menyadari satu hal. Alasan kenapa jantungku selalu berdegup gila setiap kali berada di sampingnya, alasan kenapa dia selalu menjadi pusat perhatianku, dan alasan kenapa aku ingin selalu dekat dengannya.
Ya, aku mencintainya, lebih dari yang dia tahu, dan dulu dia memang tidak pernah tahu karena aku selalu menyembunyikan perasaanku.
Dua tahun aku menyimpan perasaan itu sendirian. Aku baru menyadari sesuatu setelahnya, ketika aku mendengar gosip dari teman-temanku jika dia sudah menjalin hubungan dengan Kismaya, juniorku sekaligus teman curhatku. Kismaya tentu tahu pasti bagaimana perasaanku pada Aditya, tapi aku sangat-sangat kecewa karena dia justru membongkar rahasia kami pada Aditya, sehingga membuat Aditya marah dan menjauhiku.
Sampai detik ini, aku masih bertanya-tanya, kenapa dulu Aditya menjauhiku setelah menjalin hubungan dengan Kismaya. Entah kenapa pikiran negatif itu muncul, bisa jadi Kismaya menceritakan sesuatu yang tidak benar pada Aditya. Sejak awal gelagatnya memang aneh, tingkahnya seringkali membuatku cemburu karena dia terkesan seperti sengaja mendekati Aditya, dan rupanya memang benar. Dia merebut pria yang kucintai.
Karena sakit hati, waktu itu aku sempat mencari pelarian. Tidak kusangka, aku menemukan seorang pria, namanya Munaf, teman sekelasku. Dia mahasiswa yang dikagumi oleh banyak dosen di kampus kami karena kecerdasannya yang mumpuni di bidang Hypnoteraphy. Agamanya pun bagus karena dia jebolan dari pondok pesantren.
Aku mencoba bahagia bersamanya, meskipun pikiran dan hatiku tidak henti-hentinya memikirkan dan menangisi kepergian Aditya. Aku meyakinkan pada diriku sendiri, aku pasti bisa melupakan Aditya untuk selama-lamanya.
Ya, perasaanku memang sedikit terobati. Ada Munaf yang mengisi pandanganku, senyumnya yang manis seringkali menghibur lukaku. Dia juga cukup perhatian membuatku kadang terbuai oleh pesonanya yang beda dari yang lain. Meski begitu, aku agak bosan menjalani hubungan dengannya, karena semua yang dia ceritakan padaku hanyalah pembahasan setiap mata kuliah yang kami ambil, mengajakku berdiskusi tentang teori ini dan itu. IPK-ku memang menunjukkan peningkatan karena dia, tapi di saat yang sama aku stress karena kapasitas otakku tidak sepadan dengan dirinya yang memang mempunyai pengetahuan lebih.
Lama-kelamaan aku mulai terbiasa dengan Munaf dan segala yang ada dalam dirinya. Aku senang dia pria yang lebih dewasa, tidak seperti Aditya yang super lebay dan tukang tebar pesona.
Tapi sebenarnya, itulah yang membuat aku menyukai Aditya. Munaf memang orang yang cukup serius dan melewati berbagai masalah seperti air mengalir. Sikap Munaf memang jauh berbeda dengan Aditya yang juga si tukang ember penyebar gossip.
Aku sendiri juga heran kenapa aku bisa mencintai orang seperti Aditya. Cara bicaranya, perhatiannya, dan sikapnya padaku. Perasaan memang tidak bisa dibohongi. Bersama Aditya aku bisa super duper bahagia. Bukan karena leluconnya yang terlalu dibuat-buat. Tapi karena aku senang bisa bertemu dengannya, mendengarnya bicara, melihat wajahnya. Ya ... meskipun wajahnya juga tidak sebegitu tampan, apalagi bisa duduk di sebelahnya dan mengobrol bersamanya itu sudah cukup membuatku senang sekali. Rasa dag dig dug jantung yang berdebar kencang, aku seperti terkena serangan struk mendadak karena senangnya bisa bertemu dengan Aditya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Jadi Cinta (Terbit)
RomanceREADY STOCK @90k Untuk pemesanan bisa WA : 085877790464 Cover : @marudesign Genre : romance-horror Siapa bilang pembantu itu tidak berpendidikan. Tidak semuanya begitu, dan tidak semua pembantu punya kelas rendahan. Aku misalnya. Kini aku...