Sulit Rasanya - 1

365 6 0
                                    

"Sulit Rasanya"

Gue melangkah tertatih menyusuri jalan setapak dipinggir kota Jakarta. Suasana menyeruak bagai pasar disiang hari. Namun, ini beda, ini malam. Tepatnya malam yang buruk bagi gue. Seorang Hany dengan langkah tertatih tak tentu arah yang akan ditempuhnya. Gue hanya bisa terus berjalan lurus sampai menemukan suatu titik terang yang menjadi penunjuk jalan gue. Menuntunnya kearah yang benar dan tepat.

Bising kendaraan begitu terdengar ditelinga gue. Suara lalu-lalang orang yang berjalan sangat terdengar ditelinga gue. Dan mengacuhkannya. Menganggap, bahwa disini hanya ada gue sendiri.

Gue menatap kejauhan. Dengan tatapan kosong. Persis seperti orang yang putus asa. Yah, cahaya matahari pagi yang sempat menyinari gue, menerangi jalan pikiran gue tampaknya hanya mampu menerangi sejenak, tidak lama. Dan sekarang, pikiran gue terlihat redup lagi. Buntu. Titik cahaya itu hilang entah kemana. Dan membuat langkah gue terhenti.

Lyra.

Cewek anggun yang kini berubah menjadi serigala berbulu domba itu telah membuat titik itu redup bahkan menjadi hilang. Dia membuat gue berhenti melangkah. Dan ini semakin membuat gue putus asa.

Lyra mengancam gue. Cewek yang gue pikir tidak ada nyali untuk melakukan itu. Ternyata dugaan gue salah. bahkan sangat salah besar. Dia memberikan dua pilihan sulit bagi gue. Dengan satu rahasia ada ditangannya. SHITT!!!

Apa yang harus gue lakukan??, batin gue sambil terus berjalan ditrotoar dengan langkah yang pelan. Hanya kata-kata itu yang terus bertanya dalam benak gue. Ditengah kerumunan banyak orang yang lalu-lalang, sibuk dengan urusan masing-masing. Tanpa mau tahu apa yang terjadi pada orang lain.

Lyra membuat gue semakin bingung. Bingung menentukan arah jalan lagi?? Dia meredupkannya sekaligus menghilangkannya dalam sekejap. Dalam beberapa menit saja. Dan kini, entah, apa yang harus gue lakukan, pikir gue merana.

Gue berhenti melangkah. Berniat untuk duduk sejenak dihalte.

Ada dua jalan dan arah yang mesti gue tempuh. Namun, namun...gue harus memilih salah satu diantara keduanya, ujar gue sambil menoleh kanan dan kiri.

Satu, dimana gue pantang menyerah untuk merebut seorang Bisma yang gue cintai. Terus maju untuk mendapatkan cintanya. Hal yang sama yang gue lakukan kepada Morgan---dulu. Kemudian, mengabaikan ancaman Lyra yang menakutkan itu. Tidak peduli apa yang akan dilakukannya untuk membongkar dan mengatakan semua rahasia gue. Semua identitas gue yang sebenarnya. Dan...dan soal sandiwara pembantu itu. Gue gak habis pikir, merasakan kalau hidup gue ada ditangannya. Lebih tepatnya soal percintaan gue ada ditangan dia, ujar gue dalam hati tanpa mempedulikan satu bus yang berhenti tepat didepan halte. Berharap gue masuk kedalamnya. Bus yang mencari penumpang.

Gue Cuma diam. Dan lambat, bus itu berlalu tanpa gue suruh pergi.

Dua, sebuah jalan dimana gue harus menyelesaikan satu rahasia paling menyebalkan dan menyiksa hidup gue. Soal kejahatan Bokap yang selama ini tersimpan baik-baik didalam hatinya. Didalam pikirannya. Menyimpannya selama mungkin. Dan berharap tak ada yang tahu satu pun. Termasuk gue. Dan...dan apakah Nyokap tahu soal ini??, ujar gue dengan pandangan yang mulai berbayang. Air mata sudah mengumpul dipelupuk mata gue.

Hidup memang penuh pilihan. Banyak pilihan yang harus kita pilih. Karena kita tahu, tak semua pilihan kita jalani dan setiap pilihan mengandung sebuah resiko diantaranya. Resiko yang harus kita terima, baik disisi baiknya maupun disisi buruknya. Dan menurut gue, semua pilihan yang menghimpit gue berakibat buruk nantinya. Resiko buruk yang harus gue terima.

___

Tiba-tiba saja gue merasakan satu titik air yang jatuh ke kepala gue. Dari satu titik berubah menjadi banyak, banyak, dan banyak. Berganti membasahi wajah gue kemudian tangan dan kaki gue.

Bukan Pembantu BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang