Katakan Cinta - 2

475 7 0
                                    

"Sorry."

Gue mengernyit. Dengan satu alis terangkat kuat.

"Karena gue dateng waktu acara audisi itu. Semua jadi berantakkan. Elu terpaksa ninggalin tugas. Dan lebih memilih berlari keluar menghindari gue."

Gue menarik nafas kuat. Dan menghembuskannya, perlahan. Membuang kabut sisa kecewa yang singgah dalam benak gue. Mencoba lebih dewasa dan memahami arti tanggung jawab dan kepercayaan yang susah diselipkan dalam hati orang lain terhadap gue.

"Gue, kan tegar. Jadi,...ya, udahlah. Biarin aja itu jadi urusin gue. Mungkin ini yang namanya pergorbanan cinta." seru gue mencoba senang. Namun, dalam hati. Merintih sakit. Menangis tersedu-sedu.

Bisma tergelak. "Emang setegar apa sih seorang Hany yang gue kenal selama ini?? Elu memang tegar, diluar. Tapi didalam, elu rapuh." Kata Bisma. seakan dia mengingat kenangan dulu. Saat dulu. Saat gue masih berada dekat dan tinggal satu rumah dengan dia. Dan kayaknya, kata-kata itu pernah dia ucapin sebelumnya deh, tanya gue dalam hati.

"Heh, kalian ini. Kok ketemu bukannya akrab atau gimana, malah ribut kecil gini sih?? Nggak malu dari tadi dilihatin sama pegawai lain?" seru Mbak Egi tiba-tiba. Yang ternyata gue dan Bisma cuekin.

"Sorry, Mbak. Gue juga heran, setiap ketemu dia rasanya pengen ribut terus."

"Bisma udah cerita. Semuanya. Dari A-Z. Jadi, kamu punya hutang lain sama aku, Han." Kata Mbak Egi dengan sangat bangganya.

"Loh?? Kapan ceritanya??" tanya gue berasa orang paling blo'on.

"Satu jam yang lalu. Nggak sengaja gue ketemu sama dia. Waktu elu lagi dipanggil Bokap. Ya, jadi ngobrol kayak gini deh. Sambil cerita semua yang udah terjadi sama gue dan elu."

Melongo. Gue persis sapi ompong.

Asal, jangan elu ceritain aja soal ciuman gue dan elu. Eh, salah, itu, kan elu duluan yang nyosor, gerutu gue was-was dalam hati.

"Lagian, siapa juga lagi, Han yang nolak diceritain atau enggak ngobrol langsung sama artis terkenal kayak Bisma. Apalagi, dia idola aku. Sejak dulu, lagi." Bangga Mbak Egi, lagi. Dengan sombong yang mentereng seraya merangkul Bisma yang duduk disebelahnya.

___

Segar. Dengan handuk yang menempel di atas rambutnya. Morgan berdiri didepan meja makan. Dengan tangan menuangkan segelas air mineral ke dalam gelas kecil. Di tenggak. Minuman itu langsung habis dalam mulutnya. Ia menggeser satu kursi ke belakang dan duduk disana. Dengan mata menjalar ke satu koran Hot Issue---yang sebelum mandi ia ambil dikantong pintu apartement. Tempat ditaruhnya segala macam benda yang ia pesan pagi-pagi.

"Gilak!! Semua berita tentang Bisma." ujarnya tergelak saat melihat dua koran yang sama-sama menceritakan batalnya pertunangan antara Lyra dan Bisma. "Bahkan, sampai koran yang notabene berisi politik dan ekonomi kalah sama berita batalnya pertunangan mereka." Sambung Morgan dengan garis senyum tak menyangka sama sekali.

Ia membuaka koran yang satunya lagi. Sama. Topik berita lebih dominan soal batalnya pertunangan Bisma dan Lyra. Juga kepergian Bisma yang sudah tercium oleh wartawan bahwa ia pergi ke Korea. Diam-diam. Untuk mengejar cewek yang dicintainya.

"Lyra. Apa dia baik-baik aja??" tanya Morgan pada diri sendiri. Tiba-tiba teringat akan Lyra yang tidak ada kabar beberapa hari ini. Ia yakin, pasti cewek itu tersiksa. Ia tahu benar bagaimana sifat Lyra. Bagaimana sifatya bila sesuatu yang diinginkan tidak bisa diraih. Bahkan, sampai ke ujung dunia pun, cewek itu akan mengejarnya.

Segera. Morgan berdiri dari duduknya dan meraih handphone yang ada diatas meja. Lalu, memencet beberapa tombol. Dan kemudian mendekatkan handphone-nya ke telinga. Terdengar suara operator wanita disana. Bukan, suara cewek yang sangat ia cemaskan. Handphone Lyra tidak aktif.

Bukan Pembantu BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang