Sebuah Rasa - 2

475 8 0
                                    

"Ssstt, Han." Panggil Mbak Egi, berbisik pelan ditelinga Hany yang sedikit tertutup oleh rambutnya. Rekannya itu tengah tertidur diatas meja. Menelungkupkan wajah letihnya.

Tak butuh waktu lama, Hany terbangun. Dengan ekspresi wajah tidurnya.

"Udah dua jam kamu tidur disini." katanya memberi peringatan ke Hany. "Kantor juga udah tutup. Lebih baik kita pulang sekarang. Menyiapkan tenaga buat besok." Wanita dengan kacamata hijau gelapnya itu menaruh sebuah gelas teh hijau yang baru saja ia buat untuk Hany.

Hany mengucek matanya. Memperjelas sebagian padangannya.

"Emmm...bukannya Mbak Egi udah pulang??" tanyanya serasa masih berada di alam bawah sadar.

Mbak Egi tersenyum. "Enggak. Aku dari tadi disini. Nunggu kamu yang kayaknya lagi nyenyak banget tidurnya."

Hany ternganga. Padahal ia sudah menyuruh wanita ini segera pulang cepat. Tidak usah memperdulikan dirinya. Dan lebih baik mengurusi dirinya sendiri. Tapi, emang rasa kepeduliannya yang tinggi, Mbak Egi tetap setia menunggu Hany yang tertidur lelap diruang kerjanya. Hanya beralaskan sebuah meja kaca.

Mbak Egi melangkah ke sofa yang sejak tadi ia singgahi. Sebuah laptop menyala dan kertas berserakan terpancar dari tempat Hany duduk. Ia berdiri. membawa dirinya lebih sadar lagi dan langsung duduk disamping Mbak Egi yang seperti biasa---asyik browsing.

"Harusnya, Mbak pulang aja lagi. Gak usah nungguin aku sampai malem begini." Seru Hany dengan tenggakan pelan teh hijau ke dalam mulutnya. Rasa manis langsung menyeruak didalam mulutnya. Memberikan kesegaran ditengah kantuk.

"Mau pulang juga lagi ujan salju diluar. Kan, sekalian cari tumpangan." Mbak Egi berdecak, dengan jari-jari menari di laptopnya. Sebuah keyword ia tulis disana. Keywordyang selalu ia tulis. Tentunya untuk mengetahui berita terbaru mengenai artis idolanya.

"Heh...dasar." Ujar Hany dengan tawa candanya.

Mbak Egi tak bergeming. Konsen dengan layar didepannya. Tak berapa lama, sebuah gambar atau lebih tepatnya foto tergambar disana. Dengan sederet huruf yang tertulis besar-besar. Seperti menjelaskan berita yang menggemparkan.

"Hah?? Bisma batal tunangan??" pekiknya memenuhi ruangan. Hany yang semula membiarkan Mbak Egi melakukan hobinya itu, berusaha masa bodoh, tidak tertarik dengan hobinya dan tidak terlalu memperdulikannya, langsung terlonjak kaget. Membuat air teh hijau yang kebetulan tengah di telannya, menyangkut ditenggorokan dan keluar cepat lagi ke atas, menaik sampai ke mulutnya, kembali mengalir.

Hany terbatuk-batuk. Berkali-kali hingga matanya memerah. Dibantunya Hany sambil menepuk pelan bahunya. Lalu, memberikan air putih miliknya yang kebetulan masih ada.

"Kamu nggak apa-apa, Han?? Hati-hati dong kalau lagi minum." Nasehatnya bijak tanpa mengetahui alasan penyebab Hany tersedak parah seperti itu.

Hany menaruh gelas ke atas meja. Memegang dadanya yang terasa sesak juga, seketika dalam rentan waktu tidak lama. Baru saja ia ingin melupakan dari segala macam masalah, kebingungan, kebimbangan, rasa bersalah dan kejutan yang ia dapatkan hari ini. Dan baru saja ia menenggelamkan ke dalam tidur nyenyak meski hanya dua jam itu. Ternyata tetap saja gagal. Nihil. Tidak merubah apapun. Ia kembali mengingat semuanya. Memutarkan dalam memori otaknya yang sepertinya permanen. Tak akan bisa dilupakan.

"Mungkin masih ngantuk aja, Mbak jadi nggak konsen minumnya." jawab Hany, asal. Jawaban yang tidak masuk akal dan membuat alis Mbak Egi bertaut kencang. Hany mengelap mulutnya dengan tissue. Juga air matanya yang keluar dari peradaban.

"Tapi, nggak ada hubungannya sama berita Bisma yang tadi aku baca, kan??" tanya Mbak Egi memastikan. Sedikit kecurigaan muncul dalam benaknya.

Diam. Lama. Hanya tidak menjawab pertanyaan yang makin membuat dirinya serasa terhimpit dalam dua ruang sempit yang berbeda. Dengan permasalahan yang berbeda. Air matanya terus mengalir bersamaan dengan batuknya yang dibuat-buat.

Bukan Pembantu BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang