Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami membuka untuk mereka pintu keberkahan dari langit dan bumi
(Al-A’raf: 96)***
“Rendra, antar aku,” titah Pangeran Kahfa dengan santainya sambil mengambil posisi menunggang kuda.
“Antar? Kemana?” tanya Rendra yang tidak paham dengan Pangeran Kahfa, sejak tadi Pangeran tampak kacau.
“Kediaman Haula, teman Fatonah.” Rendra mengangguk kemudian mulai mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan kuda coklat.
“Bisa cepat, tidak?” Pangeran Kahfa mulai tak sabaran.
“Ya sudahlah, kita menungang kuda berdua saja. Seperti orang yang sedang berbulan madu,” jawab Rendra sambil bersiap ikut duduk di belakang posisi Pangeran Kahfa.
“Kenapa tidak di depan saja, supaya makin terasa bulan madunya!?” sindir Pangeran Kahfa.
***
Khusus untuk hari ini Shafaq memilih untuk mengurus kebun bunga yang berada di halaman belakang. Shafaq melihat mawar biru yang setengah layu, melihat mawar biru itu mengingatkannya pada Pangeran Kahfa. Sejak penolakannya itu, ia sama sekali belum bertemu Pangeran.
“Kak Shafaq,” panggil pemuda bertubuh jangkung yang baru saja turun dari kudanya, Syaid, adik Shafaq.
“Assalamu’alaikum waramatullah,” salam Shafaq terlebih dahulu sambil mengulas senyum tipis. Syaid menjawab salam kemudian mencium takzim punggung tangan sang kakak.
“Kenapa pulang cepat?” tanya Shafaq pada Syaid yang kini menggiring kudanya untuk diikat pada sebuah pohon.
“Sebentar lagi ‘kan akan ada perundingan dengan Kerajaan Thabrani, aku ingin ikut perundingan itu,” jelas Syaid. Shafaq mengeryit bingung kemudian bertanya, “Apa masalah perebutan tanah Rabbani?”
***
Setelah perdebatan panjang dengan Rendra akhirnya Pangeran Kahfa memillih berjalan kaki menuju kediaman Haula, sedangkan Rendra hanya menurut saja saat diputuskan untuk berjalan kaki. Hingga sampailah pangeran Kahfa pada sebuah rumah kayu yang banyak ditumbuhi tanaman rambat hingga seluruh atap rumah itu tampak hijau.
Seorang gadis yang memakai khimar hitam tampak sedang menjemur pakaian, dengan khimar hitam itu membuat wajahnya tampak lebih terlihat bersih. Si gadis bernama Haula itu menoleh saat menyadari keberadaan orang di sampingnya. Haula menatap sekilas Pangeran Kahfa dan Rendra.
“Mencari siapa?” tanyanya, nada suaranya lembut namun tidak terlihat dilembut-lembutkan, sangat kentara jika ia memang memiliki tabiat yang lemah lembut.
“Haula. Ada titipan dari Putri Fatonah,” jawab Pangeran Kahfa. Pangeran menyerahkan sebuah kotak kayu titipan Fatonah. Dengan hati-hati Haula meraihnya kemudian mengangguk tanda terima kasih.
“Sebenarnya, kami punya maksud lain,” kata Pangeran Kahfa. Wajah Haula berubah pias kemudian detak jantungnya mulai berdetak tak beraturan. Haula menunduk beberapa detik, kemudian kembali mengangkat kepalanya, ia mengangguk singkat.
“Bisakah kamu pergi ke tenda penampungan para wanita dan anak-anak? Tolong ajak teman atau siapapun untuk mengurus mereka. Pasangkan khimar dan jilbab pada mereka dan berikan mereka pengertian soal menutup aurat dan menjaga kehormatannya. Apa kamu tidak keberatan?” tanya Pangeran Kahfa. Haula mengangguk mantap dengan wajah yang tampak bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Espiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."