[33] TEMPAT PENGASINGAN

445 62 30
                                    


***

"Aku tidak ingin mendengar apapun, Kahfa. Aku hanya ingin makan daging buah kelapa ini, bisakah kau membantuku?" Pangeran Kahfa tentu saja tak bisa menolak Shafaq yang terlihat sangat menginginkan memakan buah itu.

Tempat tidur menjadi tujuan Shafaq saat telah menuntaskan keinginannya. Shafaq memandangi punggung Pangeran Kahfa, ini malam kedua mereka tidur saling memunggungi dan mendiamkan. Shafaq memeluk gulingnya erat-erat, ia sangat ingin menangis saat ini.

"Kahfa... mari berjuang bersama."

***


Biarkan dia mencintai dirinya sendiri dulu.




Sekalipun Shafaq tahu ia tidak benar-benar bisa mencintai seseorang, tapi ia bisa belajar dari tempat sekitar yang mengajarkannya cara memperlakukan orang yang ia cintai. Sekalipun nanti hatinya tidak berfungsi, maka ia masih bisa menyimpannya dalam kenangan bahwa caranya mencintai adalah seperti ini.

"Shaf, air mawarmu," kata Pangeran Kahfa menyerahkan segelas air mawar biru yang biasa Shafaq minum. Shafaq menerimanya sembari tersenyum. Shafaq menghabiskan minumnya kemudian merapikan pakaian Pangeran Kahfa yang tampak kusut di bagian bahu. Shafaq menampilkan senyum terbaiknya kemudian berkata, "ayo berbaikan. Aku sangat tidak suka situasi seperti ini."

"Memangnya kita bertengkar?" Pangeran Kahfa mengangkat alisnya saat Shafaq justru mendorongnya ke dinding dan tangannya mencekik Pangeran Kahfa, "jika aku tidak ingat itu dirimu yang menjadi suamiku, sudah sejak kemarin kepalamu ini lepas dari badanmu!"

Pangeran Kahfa mendorong Shafaq saat oksigen tidak lagi masuk ke paru-parunya. Matanya menatap Shafaq nyalang. Hubungannya dengan Shafaq benar-benar tidak baik saat ini. Dan ia tidak ingin ada yang mati konyol hanya karena emosi Shafaq yang mudah berkobar.

"Cukup, Shaf! Ayo temui tabib itu dan tanyakan tentang kehamilanmu. Aku tidak akan menyuruhmu menggugurkannya. Bagaimanapun dia memang anakku," desis Pangeran Kahfa kemudian menyeret Shafaq untuk mengikutinya. Karena kehamilan Shafaq ia tidak bisa menaiki kuda jadi sepanjang jalan itu mereka berdua hanya berjalan kaki dengan diam. Shafaq tak ada mengeluh sama sekali justru beberapa kali wanita itu berhenti untuk memetik apel dan memakannya sambil berjalan.

Pangeran Kahfa melirik Shafaq yang masih mengunyah apelnya sambil berjalan. Pangeran merebut apel itu dari tangan Shafaq kemudian melemparnya jauh-jauh, "makan itu duduk, bukan sambil berjalan!"

"Makanan itu masih banyak, jika dibuang itu mubazhir. Orang mubazhir temannya setan!" balas Shafaq tak mau kalah.

Pangeran Kahfa mendengus kemudian berjalan dengan langkah lebar-lebar meninggalkan Shafaq yang malah kembali memetik apel yang masih di kawasan milik Rabbani. Kebun bersama. Jadi Shafaq tidak perlu meminta izin untuk memakannya.

Tak lama kemudian Shafaq sudah berjalan di sampingnya-tanpa memakan apelnya. Pangeran Kahfa merasa kasihan karena wanita itu terus menerus menatap apel di tangannya, Pangeran Kahfa dengan sangat terpaksa menyuruh Shafaq naik ke punggungnya dan membawa wanita itu ke tabib yang rumahnya tak jauh lagi. Wanita itu mengunyah apelnya dan bunyi kunyahan itu terasa jelas di telinga Pangeran Kahfa sebab wajah wanita itu pas di lehernya.

"Berisik!"



***


Pangeran Kahfa hanya diam saat mendengar penjelasan tabib itu, hatinya benar-benar bimbang saat ini. Pangeran Kahfa dan sang tabib sengaja berbicara empat mata dan membiarkan Shafaq menunggu di luar. Tabib itu menyerahkan selembar kulit sapi yang telah bertinta. "Kunjungi tempat itu dan Pangeran akan mendapatkan jawabannya," katanya dengan sorot mata penuh misteri.

Pangeran Kahfa mengambilnya dan membacanya sebentar, kemudian mengangguk.

Sepertinya, Shafaq tidak akan suka keputusannya kali ini, tapi peduli apa Pangeran Kahfa.

Pangeran Kahfa benar-benar mendatangi tempat itu setelah berbohong pada Shafaq bahwa ia akan pergi menemui Kahfi. Pangeran Kahfa memacu kudanya dengan kekuatan penuh, membawanya cepat pada tempat tujuan. Menyingkirkan penasaran yang bersarang sejak semalam dan membawanya pada kelegaan. Namun, kenyataannya berbanding terbalik dengan harapannya, saat dilihatnya hanya ada menara setinggi 17 kaki yang membuat Pangeran Kahfa pias.

Jadi... ini jawabannya?

Pangeran Kahfa meremas rambutnya dan meraup wajahnya dengan perasaan frustasi, sekarang bagaimana bisa hidup sedang Shafaq akan diasingkan di menara ini. Dalam keadaan mengandung buah hati mereka, pula. Pangeran Kahfa rasanya akan marah, tapi tak tahu pada siapa.

***


"Wanita terkutuk seperti Shafaq tidak bisa kau genggam di dekatmu. Biarkan dia asing dan temui dia setelah dia sembuh."

"Pengasingan itu membuat Shafaq mencintai dirinya, mensyukuri dirinya, mengerti dirinya. Karena sejak awal Shafaq tidak siap dengan keberadaan dirinya."

"Kau adalah orang yang dicintainya, tapi Shafaq tak pernah mencintai dirinya."

"Sejak kecil ia tak pernah mendapat banyak cinta."

"Kembalilah saat Shafaq sembuh."

"Bayi itu tidak akan bisa lahir, Pangeran."

"Hati Shafaq tak memiliki cinta itu, aku tahu aku bukan Tuhan. Tapi yang kuyakini sekarang Shafaq tak akan bisa melahirkan bayi itu."

"Shafaq harus sembuh terlebih dahulu untuk itu."

Pangeran Kahfa kembali memutar perkataan tabib di kepalanya, kini perasaannya tengah gundah. Pangeran menatap Shafaq yang kini memandanginya dengan tatapan polos, menuntut tanya dari mana kepergiannya. Pangeran Kahfa tersenyum kecil kemudian menghampiri Shafaq yang kini duduk di pinggiran ranjang, Pangeran Kahfa menggenggam jemari halus Shafaq. "Semuanya akan baik-baik saja, Shafaq," kata Pangeran Kahfa sembari merapikan anak rambut Shafaq yang berantakan.

"Kahfa, aku keguguran," ucap Shafaq dengan nada datar.

Pangeran Kahfa segera membawa Shafaq ke pelukannya, memeluknya erat, "saya mencintaimu, Shafaq Atifa."

"Aku tidak tahu perasaan apa ini, tapi ini sangat menyakitkan, Kahfa. Harapanmu terkabul, dia menyerah."

Mendengar itu membuat Pangeran Kahfa merasakan ngilu di hatinya, pelukannya semakin erat. "Maafkan saya, Shaf."

***

Terimakasih kalian yang masih setia.

Aku minta maaf bgt ya💛

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kerajaan RabbaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang