Kalian tahu tidak, setiap aku lama update aku akan ketakutan kehilangan kalian. Tapi terimakasih yang sudah mau komen di part sebelumnya dan antusias kalian yang luar biasa.
Kalian tahu nggak, menulis satu paragraf itu gak selama kalian klik bintang. Buat kalian para silent reader, semoga hati kalian tergugah.
"Hadirmu seperti Ksatria tapi sifatmu seperti pedang."
***"Kenapa hanya tanah secuil seperti itu kau perdebatkan? Kita akan menepati perjanjian nenek moyang kami yang mengharuskan menyerahkan tanah itu. Tapi kami perlu waktu untuk mengatur tempat tinggal rakyat kami di tanah sengketa itu. Beri Rabbani waktu dan tanah itu akan menjadi milik Thabrani," ucap Syaid-adik Shafaq pada pertemuan alot kedua Kerajaan yang tengah bermasalah itu. Perwakilan Thabrani hanya memandang lurus ke arah Syaid tanpa ingin membalas perkataan Syaid tadi.
"Saya setuju. Untuk menghindari peperangan dan mencapai kedamaian masing-masing kerajaan."
Semua mata langsung tertuju pada wanita yang dengan berani membalas kata-kata Syaid, wanita itu tak lain tak bukan adalah Malka. Pangeran Kahfi yang turut hadir di pertemuan itu hanya memandangnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Wanita itu melepas hijabnya. Rambut hitamnya yang setengah di sanggul dan setengahnya dibiarkan terurai mencuri perhatian Pangeran Kahfi. Kali ini Pangeran Kahfi merasa kecewa.
"Putri tidak bisa seperti itu. Kita harus membicarakannya dengan Raja Indra," kata lelaki berkumis tebal yang menjadi perwakilan Thabrani. Tatapan Malka menghunus lelaki itu, "saya putri kerajaan. Itu keputusan saya!"
Pangeran Kahfi berdecih tidak suka melihat wanita itu bertindak tegas seolah punya kuasa. Padahal jelas status putri kerajaan hanya bisa menyatukan dua kerajaan dengan pernikahan, bukan seperti ini. Pangeran Kahfi berdiri dari duduknya-mengundang perhatian orang-orang. Malka yang melihat itu hanya menghela nafas pelan.
"Pertemuan ditutup. Keputusan telah diambil."
Setelah pertemuan ditutup, langkah Malka menuju lantai atas istana Thabrani. Saat menaiki tangga ia melihat punggung itu membelakanginya. Berada di anak tangga teratas. Malka semakin dekat dengan tangga teratas dan orang itu-Pangeran Kahfi-berbalik, menatap tajam ke bola mata coklat Malka. "Tunjukkan tempat Raja Indra," pinta Pangeran Kahfi sangat pelan bahkan terdengar seperti bisikan.
"Ada perlu apa Pangeran dengan ayah saya?" tanya Malka.
"Meminta putrinya untuk kembali pada saya...
"Karena putrinya semakin buruk rupa saat tidak memakai kerudungnya. Takutnya ia tidak laku dan membuat kerajaan malu."
Malka mendengus mendengar sindiran halus mantan suaminya itu. Wanita itu menatap Pangeran Kahfi yang tengah menunduk menatapnya karena perbedaan tinggi badan, Malka memelankan suaranya kemudian berjinjit untuk berbisik tepat di samping telinga lelaki itu, "atau anda sendiri yang malu karena lamarannya ditolak oleh si buruk rupa."
Pangeran Kahfi memejamkan matanya saat mencium harum tubuh Malka yang terasa sangat dekat, sejak tadi tangannya mengepal agar tidak menarik perempuan itu ke pelukannya.
"Ayah..."
Suara itu seperti mengendalikan tubuh Pangeran Kahfi yang tiba-tiba berbalik dan melihat anak lelaki itu berjalan dengan semangat ke arahnya, memeluk kakinya erat-erat, matanya yang menurun sang ibu-coklat bening itu menatapnya lucu, "ayah Jalu rindu."
***
Jika wanita hamil akan mengalami gelaja yang wajar-muntah dipagi hari-dalam artian muntahnya manusia normal, maka tidak dengan Shafaq yang justru mengeluarkan darah segar. Pangeran Kahfa yang hanya mengamatinya dari jendela kamar yang langsung tertuju ke sumur di rumah tempat Shafaq disembunyikan sang ayah hanya bisa menahan diri untuk tidak menghampiri wanita itu.
Wanita itu mendudukkan dirinya di tanah dan bersandar pada pinggiran sumur. Kemudian Pangeran Kahfa mendengar tangis wanita itu. Sebenarnya, Pangeran Kahfa sangat tidak tega tetapi ia benar-benar ingin memberi tahu Shafaq bahwa ia akan berjuang sendiri jika masih mempertahankan janin itu.
Pangeran Kahfa menggeram saat wanita itu menghapus kasar air matanya, kemudian membersihkan sisa darah di wajah dan kerudungnya. Wanita itu sangat keras kepala. Saat malam, wanita itu tidak akan berhenti mengganggu tidur Pangeran Kahfa dengan suara berisiknya dari dapur. Wanita itu akan menghabiskan buah-buahan dan besok paginya akan ke hutan untuk mencari buah itu sendiri dan Pangeran Kahfa hanya mendiamkan wanita yang tampaknya tengah mengidam itu.
Seperti saat ini, Pangeran Kahfa mengeryit saat melihat Shafaq keluar kamar-tapi lewat jendela-Pangeran Kahfa melihat wanita itu tengah menuju pohon kelapa dan berusaha mencari galah.
"Jangan bilang wanita itu ingin minum air kelapa," guman Pangeran Kahfa.
Pangeran Kahfa menyusul Shafaq yang tampak keberatan memegang galah panjang itu, Pangeran Kahfa menghela nafasnya pelan sebelum akhirnya mengambil alih galah itu dan mengambilkan kelapa muda itu untuk Shafaq. Wajah cerianya tak bisa Shafaq tutupi saat suaminya itu ternyata masih perduli padanya.
"Terimakasih," cicitnya pelan kemudian memungut dua buah kelapa muda yang jatuh tak jauh dari pohonnya.
Pangeran Kahfa masih mendiamkan istrinya itu hingga ia lagi-lagi mendapati Shafaq yang tengah kesusahan membuka kelapa muda itu.
"Apa kau tengah mengidam?" tanya Pangeran Kahfa.
"Mungkin."
"Shaf-"
"Aku tidak ingin mendengar apapun, Kahfa. Aku hanya ingin makan daging buah kelapa ini, bisakah kau membantuku?" Pangeran Kahfa tentu saja tak bisa menolak Shafaq yang terlihat sangat menginginkan memakan buah itu.
Tempat tidur menjadi tujuan Shafaq saat telah menuntaskan keinginannya. Shafaq memandangi punggung Pangeran Kahfa, ini malam kedua mereka tidur saling memunggungi dan mendiamkan. Shafaq memeluk gulingnya erat-erat, ia sangat ingin menangis saat ini.
"Kahfa... mari berjuang bersama."
***
Maaf kalau feelnya ga dapat.
Intinya, Pangeran Kahfa itu berusaha ingin yg terbaik utk Shafaw dan anaknya tapi dia sendiri bingung. Pangeran kahfa gamau kalau nanti shafaq harus mengorbankan pengobatannya demi si anak dan kahfa juga gamau kalau dia benci anaknya sndiri krn scr ga langsung bunuh istrinya. Ada lho org yg kaya gitu.
Siapa yg suka kukasih scene Kahfi-Malka hehee?
Semoga kalian suka, doakan aku lancar menulis ya.
Salam
Dzi
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Espiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."