"Sungguh kalian baegitu berhasrat atas kepemimpinan (kekuasaan), padahal kepeimpinan (kekuasaan) itu bisa berubah menjadi penyesalan pada Hari Kiamat kelak."
__HR. Al-Bukhari__
***
Di bagian bekalang istana, ada sebuah danau yang tepat di dermaga kayunya ada sebuah pohon berdaun rindang yang daunnya berwarna orange. Bukan pohon maple, namun sedikit mirip. Dan di tempat itulah Shafaq menghabiskan waktunya sore ini. Sambil menikmati matahari yang mulai tenggelam. Sama seperti namanya—Shafaq—yang berarti senja.
Dia bukanlah penikmat apalagi mendeklarasikan diri sebagai pecinta senja, ia hanya butuh sunyi dan tenang untuk menjernihkan pikiran.
Meskipun sudah dilarang Shafaq untuk tidak mengikutinya, namun Pangeran Kahfa tetap mengawasinya dari jauh. Shafaq duduk dengan dagu bertumpu pada kedua lututnya yang ditekuk—memandang gamang ke arah air danau yang tampak tenang.
Merasa lelah terus memandangi dari jauh akhirnya Pangeran Kahfa memutuskan mendekati Shafaq dengan langkah pelan. Suara tapak kakinya yang bersentuhan dengan kayu dermaga membuat Shafaq menoleh ke arah belakang—menatap tajam Pangeran Kahfa yang kini justru menghentikan langkahnya. Shafaq kembali menghadap ke depan seolah membiarkan Pangeran Kahfa untuk menghampirinya.
Pangeran Kahfa duduk sengaja menggantungkan kakinya pada udara di atas air. Sepatunya sibuk membuat gambar astrak yang sukses mengundang Shafaq untuk melakukan hal yang sama. Keduanya masih memainkan air dengan kebisuan.
"Terlalu tinggi jubahmu kau angkat," kata Pangeran Kahfa tertawa samar di akhir kalimatnya.
Shafaq menoleh ke arahnya kemudian menarik kakinya untuk ia tekuk kembali.
"Ada satu tempat yang indah di sekitar sini, ingin ikut denganku?" tawar Pangeran Kahfa yang juga mulai menarik kakinya ke atas dermaga.
Shafaq tak menjawab namun mengangguk.
Pangeran Kahfa membantu Shafaq untuk bangun kemudian berjalan beriringan.
Pangeran Kahfa melihat air muka Shafaq yang sendu, kemudian tatapannya jatuh pada tangan kiri Shafaq yang bergelantung bebas di sampingnya. Takut-takut akhirnya Pangeran Kahfa menggenggamnya, Shafaq sempat berhenti dari jalannya, menatap Pangeran Kahfa dan tautan tangan mereka bergantian. Tetapi sesaat kemudian Shafaq membalas genggaman tangan mereka dan mulai melangkahkan kakinya berjalan beriringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."