Assalamualaikum, sebelum baca, aku mau jelasin knp gak update satu bulan lebih. Karena aku memang agak sibuk. Doakan aku lancar kegiatannya ya ehe.
Ada jawaban qna jangan lupa dibaca kalau gak sibuk.
Selamat membaca ya.
Part ini agak manis, mellow dan ya gak tau lah.
Putar playlistnya!
***
Loving you was cool, hot, and sweet. But, loving you had consequences.
__consequences, Camilla__
***
"Masalah silsilah keturunan adalah hal yang besar. Apalagi ini menyangkut tahta pewarisan. Nasab Rasulullah tetap terjaga untuk mengenali keturunannya. Sedang, saya abu-abu—antara mengikuti aturan tak tertulis untuk pergi dari Kerajaan—atau—menetap atas dasar ikatan kasih sayang. Tapi.., akan tidak pantas rasanya dilihat beberapa petinggi kerajaan melihat saya tetap di sini. Saya memilih meninggalkan kerajaan dan melepas gelar pangeran," tutupnya.
"Kahfa, jangan memperkeruh suasana. Ayah menerimamu, kami butuh kamu, kerajaan butuh kamu. Sekalipun kau bukan darah dagingku, tapi dijiwamu mengalir didikanku, itu lebih dari cukup untuk membuatmu bertahan. Jika bisa kulakukan, saat ini juga akan kutukar darahku untuk mengaliri tubuhmu," ucap Sultan Sulaiman menahan amarahnya.
"Aku benar-benar tidak butuh tempat di kerajaan, aku bukan orang yang gila tahta. Aku akan lebih lega jika meninggalkan kerajaan."
Hati Pangeran Kahfa benar-benar terluka, dirinya benar-benar tidak ingin mendengar apapun saat ini, entah pembelaan ataupun bujukan untuk tetap bertahan.
Kakinya membawanya menuju kediaman Shafaq. Mungkin Shafaq dapat mengerti keadaan hatinya saat ini.
***
Shafaq memperhatikan jedelanya yang terbuka, ia sengaja membukanya agar Pangeran Kahfa dapat datang kapan saja. Shafaq sangat bosan hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar, dan menunggu Pangeran Kahfa adalah pekerjaan yang cukup menyenangkan. Sambil menunggu Shafaq bisa mengulang hafalannya, berdzikir bahkan membaca buku.
Dua hari sejak kepergian Pangeran tapi suaminya itu masih juga belum kembali.
Shafaq menutup bukunya kemudian mulai menyalakan lilin di ujung ruangan, hari sudah beranjak malam. Shafaq menuju jendela untuk menutupnya dengan berat hati. Sebelum menutupnya, Shafaq menunggu hingga sepuluh menit, barangkali Pangeran Kahfa akan datang, tapi hingga menit ke lima belas tanda-tanda kedatangan itu masih juga belum terlihat. Akhirnya ia menutup jendelanya dan mengakhiri penantiannya.
Shafaq kembali membuka jendelanya setelah menunaikan sholat isya, dilihatnya arah hutan yang gelap itu. Apa Pangeran Kahfa tersesat? Atau pingsan di hutan sana saat akan menemuinya? Shafaq menggelengkan kepalanya, berusaha menepis prasangka buruk. Mungkin, dirinya hanya terlalu merindukan lelaki itu setelah tidak berjumpa selama dua hari. Tapi, mengapa hatinya benar-benar terdorong ingin memasuki hutan itu dan mencarinya.
Shafaq menuju pintu kamarnya dan melihat keadaan rumah yang sepi, mungkin abinya sudah tertidur. Shafaq menarik kursi untuk pijakannya keluar melalui jendela. Dengan hati-hati ia berhasil keluar melalui jendela. Sudah lama sekali rasanya ia tidak menginjak tanah dan rumput, beberapa saat Shafaq asik memainkan kakinya pada rumput yang sedikit basah dengan embun malam.
Suara lolongan anjing membuat Shafaq tersadar, kaki mungilnya segera berlari sambil tangan kanannya memegang lampu teplok. Hatinya mendadak tak tenang saat mendengar lolongan anjing dan suara srigala, bisa saja Pangeran Kahfa dalam bahaya. Instingnya mengatakan begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."