Pada akhirnya dia yang kau cintai hanya akan membuatmu terus merasa kecewa. Lain halnya jika kamu mencintai Dia yang tidak pernah menolak cintamu
__Kahfa__
***Pangeran Kahfa menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah, hatinya meletup-letup ingin bertemu Shafaq. Dalam gendongannya sudah ada mawar biru—sesuatu yang biasa diminum oleh istrinya itu—menurut keterangan sang ibu. Awalnya Rumaisha ingin ikut menjenguk namun Pangeran Kahfa melarangnya karna perjalanan yang jauh dan lagi, ia terpaksa menunggang burung Garuda—satu-satunya transportasi yang hanya diberikan pihak kerajaan pada seorang Sultan, namun Pangeran Kahfa menggunakannya diam-diam.
Langkah Pangeran Kahfa terhenti saat menginjak cairan yang lebih tepatnya muntahan. Jijik sebenarnya, tapi ia tahu bahwa sudah pasti ini muntahan Shafaq. Tak jauh dari itu, bercak darah juga berceceran kemudian barulah ia melihat Shafaq yang tengah terduduk di lantai dengan kepala bersandar pada ranjang.
“Assalamu’alaikum, Shafaq,” ucapnya lembut sambil berjongkok di depan Shafaq yang kini menatapnya tajam. Mata itu kembali biru layaknya samudra, Pangeran Kahfa suka memandanginya.
Shafaq memukul dada Pangeran Kahfa keras, membuat Pangeran sedikit kaget dan terbatuk, “Pergi!” kata Shafaq dingin.
“Silahkan tinggalkan saya sendiri, saya muak liat wajah yang selalu menampilkan senyum di hadapan saya. Padahal jelas, kamu kaget dengan saya 'kan? Silahkan tinggalkan saya,” lanjutnya, nada bicaranya masih dingin dan kali ini ditambah aksen tegas.
“Pergi...,” Shafaq kembali memukul dada pangeran—kali ini lemah dan terkesan putus asa—Pangeran yang sudah tidak tahan akhirnya membawa Shafaq dalam pelukannya, memeluk Shafaq erat-erat sambil menggumankan kata maaf.
“Aku pergi bukan ingin meninggalkanmu, aku mencarikan penawarmu. Shafaq, Allah sudah jatuhkan hati ini buat kamu, dan gak semudah itu meninggalkan kamu,” ucap Pangeran Kahfa yang membuat Shafaq melonggarkan pelukannya—seolah sadar siapa yang dipeluknya tadi. Shafaq memalingkan wajahnya saat pelukan itu terlepas.
“Sudah berapa hari kamu tidak mandi?” tanya Pangeran Kahfa. Shafaq melirik tajam dengan pipi memerah.
“Atau..., kamu juga tidak sholat?” cerca Pangeran Kahfa tegas. Shafaq semakin mempertajam lirikannya pada mata coklat itu.
“Aku haid, puas?!” Jawaban Shafaq membuat Pangeran Kahfa mengangguk pelan.
“Haid bukan alasan tidak mandi, Shafaq. Biar kuambilkan air.” Pangeran Kahfa berdiri dan mulai melepas pakaiannya membuat Shafaq memalingkan wajah. Sangat menyebalkan Pangeran satu ini, batinnya.
“Tapi..., darah dilantai itu bukan darah....” Pangeran Kahfa menggantungkan ucapannya.
“Darah haidku,” jawab Shafaq menunduk, malu.
Pangeran tidak ingin membahasnya lagi. Pekerjaannya bertambah, mengepel lantai agar tidak najis.
Shafaq masih dalam posisi yang sama saat dirinya selesai mengambil air.
“Jangan lakukan apapun, jika tidak mau aku merasa berdosa padamu. Jangan bersihkan lantai!” kata Shafaq cepat.
Dia sangat tahu akan membuat dirinya berdosa membiarkan laki-laki yang melihat darahnya bahkan membersihkannya. Beberapa hari yang lalu, kondisinya masih lemah dan wanita yang pernah merawatnya tak pernah datang—mungkin jengah dengan sikapnya—sehingga membuatnya kesusahan saat berjalan akibat kondisnya yang lemah membuat darah itu berceceran.
“Tidak apa, aku akan—“
“Berhenti membuatku semakin merasa berdosa!” sela Shafaq cepat. Pangeran Kahfa menghela nafasnya pelan, dasar wanita dalam periodenya!
***
Putri Fatonah menitikan air matanya saat mendengar bentakan sang ayah terhadap Pangeran Kahfi. Pangeran Kahfi menunduk dalam, sedang Putri Fatonah duduk di lantai dingin dengan kepala tertunduk. Pangeran Kahfi hanya diam saat makian sang ayah terlontar untuknya. Bukan tanpa alasan, Putra Mahkota itu ketahuan berduaan dengan Malka dalam kamarnya bahkan ditemukan dalam posisi yang membuat siapa saja yang melihatnya salah paham.
Putri Fatonah menangis saat namanya disebut sebagai alasan Pangeran Kahfi.
“Saya mencintai adik kandung saya sendiri, lalu ketika saya ingin sembuh kalian salah paham?”
Sultan Sulaiman hanya menggertakkan rahangnya kuat. Wajah anak pertamanya itu diingatnya baik-baik sebelum ia berkata, “Pergilah!”
“Ayah...,” lirih Putri Fatonah.
“Kita selenggarakan pernikahan adikmu malam ini juga, setelah itu kamu pergilah! Bawa serta wanita pelayanmu itu!” teriaknya menunjuk Malka yang duduk dengan kepala tertunduk.
“Dia Malka, punya nama. Dan ayah tidak berhak menyebut dia dengan kata seperti itu. Lalu, siapa wanita ini?” Kahfi menunjuk Maryan—ibu tirinya—ibu kandung Kahfa dan Fatonah. “Dia yang membuat ibuku mati! Dia juga cuman pengasuhku!”
“Kak Kahfi!” Fatonah berdiri dari duduknya, mendekat ke arah Kahfi yang masih menunjuk ibunya.“Cinta tidak pernah mengajarkan seperti ini, dia ibuku. Ibu wanita yang kamu cintai, katamu. Sekarang, aku sakit hati kamu menunjuk ibuku seperti ini,” Fatonah menurunkan tangan sang kakak. “Di sini bukan rumahmu, bukan istanamu, bukan tempatmu berpulang. Di sini hanya latar kisah surammu. Maka, pergilah! Kesabaranku sudah habis.”
***
Lantai rumah bersih sudah, bahkan wangi yang membuat Pangeran Kahfa tersenyum senang. Shafaq memperhatikan suaminya yang masih senyum-senyum sambil memandangi langit-langit kamar.
“Kau tampaknya sedang jatuh cinta,” ejek Shafaq mengambil posisi bersiap tidur.
“Kamu sudah pulih?” tanya Pangeran tanpa membalas sindiran halus sang istri.
“Sudah biasa,” jawab Shafaq seadanya.
“Benarkah? Kenapa bisa?”
“Entahlah, tapi..., mawar birunya terimakasih,” ucap Shafaq tulus.
Pangeran tersenyum masih memandangi punggung Shafaq, “Balikkan punggungmu!”
Shafaq menurut dan membalik punggungnya menghadap Pangeran dengan wajah judesnya.
“Ada apa?” tanyanya acuh tak acuh.
“Tidak..., hanya saja aku mencintaimu. Jangan buat aku khawatir,” ucapnya kemudian memejamkan matanya.
Shafaq masih mematung sambil memegang dadanya yang berdetak cepat.
***
Pendek dulu ya
Aku beberapa hari lalu kecapean. Hehee
Jadi ketika mau up akunya latihan monolog buat FLS2N provinsi jadi jarang waktu
Terus akunya juga masih menata hati karna banyak bgt yang terjadi di bulan bulan ini hehe
Oke, kita lancarkan lagi up cerita ini yaa
Makasih yang udah komen dan nanyain kapan update, maaf gak balesin soalnya aku lagi pulkam jd susah sinyal
Salam
Dzi💕I love it when u call me señorita✌
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."