Pedang itu punya fungsi, selain untuk melawan musuh, dia juga ada buat melindungi kamu.
***“Ada apa?” tanyanya acuh tak acuh.
“Tidak..., hanya saja aku mencintaimu. Jangan buat aku khawatir,” ucapnya kemudian memejamkan matanya.
Shafaq masih mematung sambil memegang dadanya yang berdetak cepat.
***
Shafaq menarik selimut untuk menutupi sebagian wajahnya—menyembunyikan rona merah—dia tau jika suaminya itu belum sepenuhnya tidur. Mana ada orang tidur sambil tersenyum geli menahan tawa seperti ini. Shafaq kembali membelakangi Pangeran Kahfa dan mencoba menyelami keheningan malam ini untuk menjemput mimpi.
Baru saja matanya terpejam, Shafaq merasakan terang cahaya itu mengusiknya, panas, terang dan seolah semakin mendekat. Shafaq membuka matanya perlahan, tanpa sadar ia sudah memundurkan tubuhnya untuk mendekat ke Pangeran Kahfa, “Api,” kata Shafaq menyentak tangan Pangeran yang malah memeluknya.
“Kahfa!” teriak Shafaq saat tepat di depan matanya panah yang diselimuti api itu menerobos bantalnya dan api itu cepat merambat ke selimutnya.
Pangeran Kahfa langsung membawa Shafaq turun dari ranjang, Pangeran memperhatikan keadaan sekitarnya yang juga sudah penuh dengan api. Bahkan dari jendela ia dapat melihat dan mendengar jeritan orang-orang yang berlarian keluar rumah.
“Kita keluar dari sini,” kata Pangeran Kahfa membopong tubuh Shafaq yang masih syok—panah itu hampir mengenai wajahnya—siapa yang tidak kaget.
“Kerudungku,” ucap Shafaq menahan pergerakan Pangeran saat ingin membuka pintu.
“Shafaq, ini mendesak.” Pangeran Kahfa sudah tak sabaran menyelamatkan istrinya itu.
“Tidak, jangan bawa aku keluar dalam keadaan seperti ini!” Shafaq berontak turun dan ingin menembus kamarnya yang mengeluarkan asap banyak.
Tanpa pikir panjang, Pangeran Kahfa merobek gorden jendelanya dan memakaikannya asal-asalan di kepala Shafaq. Sentuhan terakhirnya peniti yang ada di bagian depan jubah Shafaq ia sematkan. Setelah selesai, Pangeran langsung membawa Shafaq keluar dari rumahnya. Rumah itu hampir lenyap karna hanya terbuat dari jerami dan kayu-kayu yang telah lapuk.
“Amankan wanita dan anak-anak! Desa kita di serang secara dadakan,” pesan Pangeran Kahfa sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam rumahnya.
“Pangeran...,” panggil Shafaq bermaksud mencegah. Bagaimana jika Kahfa-nya tertimpa reruntuhan?
Tak lama Pangeran Kahfa muncul dengan dua buah pedang dan sebuah baju besi.
“Lindungi dirimu, aku tau kamu bisa melawannya. Ambil pedangnya,” ucapnya menyerahkan pedang itu dan memasangkan baju besi pada tubuh Shafaq, Pangeran mengikat baju besi itu dengan erat sampai tali itu putus. Membuatnya merobek bagian bawah bajunya untuk membuat tali baru.
“Bagaimana denganmu?” tanya Shafaq dengan mata berkaca-kaca.
“Jangan risaukan aku! Urus dirimu, ingat, jaga kerudungmu agar tidak terlepas.” Shafaq mengangguk patuh, beberapa saat dua pasang mata itu beradu pandang—saling mengkhawatirkan satu sama lain—sebelum akhirnya suara hentakan puluhan kaki kuda mendekat ke arah keduanya beserta tembakan-tembakan anak panah.
“Lari! Selamatkan yang lainnya!” titah Pangeran Kahfa, Shafaq segera berlari sambil menyeret pedangnya.
Shafaq menghampiri belasan anak-anak yang duduk ketakutan di balik jerami yang telah di susun meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."