ANNOUNCEMENT
TERIMAKASIH ATAS PERTISIPASINYA DI GA
SAVE DATE
TGL 18 OKTOBER 2019 PENGUMUMAN
JADI, KIRIM PERTANYAAN ATAU KRITIKAN KAMU TGL 16 OKT JAM 23.00 YA
JADI TGL 17NYA AKU NYELEKSI, DAN JUM'AT TGL 18 PENGUMUMAN
HAPPY READING
KALIAN MAU TAMAT DI PART BERAPA????
"Ini bukan pilihan, karna kalian sama-sama memojokkanku pada ketimpangan keduanya."
__Pangeran Kahfa__
***
Shafaq melambaikan tangannya saat tubuh Pangeran Kahfa mulai menghilang dari penglihatannya. Masih subuh dengan udara yang dingin dan gelap Pangeran sudah berpamitan setelah mandi tadi. Shafaq sebenarnya enggan ditinggal, namun ia merasa memang banyak hal penting yang harus diselesaikan oleh Pangeran Kahfa saat ini.
Shafaq tau kerajaan tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Shafaq kembali memusatkan perhatiannya pada pintu kamar yang baru saja diketuk beberapa saat lalu. Siapa lagi jika bukan abinya. Dengan langkah pendek-pendek Shafaq menuju pintu dan membukanya. Wajah cemas ayahnya sebagai pemandangan pertamanya. Sang abi begitu lega melihat Shafaq muncul dan segera memeluknya, erat sekali.
"Ada apa, Abi?" tanya Shafaq.
"Maafkan abi...," bisiknya hampir tak terdengar.
Shafaq tersenyum di balik punggung sang Abi. Nasihat Pangeran Kahfa masih terngiang di ingatannya.
"Abi adalah sosok pertama yang akan kamu rindukan sebelum diriku. Jadi, jika suatu saat nanti kamu jauh dariku, bahu abi yang akan tersandar padamu. Tidak perduli bagaimana kisah abi dan ummimu, yang pasti mereka punya alasan dan anak—seperti kita—bukan seharusnya menjauh, membenci, karna aku yakin Abimu akan sangat terluka saat putri kesayangannya membencinya."
"Shafaq juga minta maaf," ucapnya tersenyum lega.
Benar. Berdamai dengan masalalu, mencoba membuka hati, dan menerima lebih utama kita lakukan daripada mengungkit hal yang sudah menjadi bubur. Sekarang Shafaq tersenyum senang dalam pelukan sang abi. Baru kali ini ia merasa tenang dalam dekapan ayah yang sudah ia rindukan sejak beberapa tahun lalu, saat dirinya masih remaja.
***
Pangeran Kahfa melangkahkan kakinya menuju Rabbani dengan mantap, setidaknya hari ini pemastian, kemudian dirinya akan membawa Shafaq kembali ke Ujung Rabbani. Tanpa harus berurusan dengan yang namanya kerajaan. Tapi, tepat saat di depan gerbang istana, kakinya terhenti, ia kembali menatap gerbang itu beberapa saat. Jika benar ini bukan tempatnya—ia sangat menyayangkan.
Seorang prajurit penjaga membukakan gerbang, membuat langkah Pangeran Kahfa kembali berayun. Sepanjang perjalanan masuk ia sudah dilanda gugup. Setelah mendengar kekecewaan, kini ia kembali untuk mempertanyakan.
Memasuki teras yang luas untuk masuk ke dalam, saat membuka pintu itu, keadaan sunyi. Langkahnya kemudian berlanjut menaiki tiap anak tangga menuju lantai dua. Tempat kamarnya berada, di ruangan yang biasanya tempat berkumpul keluarga, ia melihat Putri Fatonah tengah menyulam, tapi Pangeran Kahfa sangat tahu jika adiknya itu tengah bersedih, terlihat dari hasil sulamannya yang tidak rapi. Pangeran Kahfa mendekat pada Putri Fatonah, belum sempat dirinya memanggil putri kerajaan itu. Adiknya sudah lebih dulu mendongak, menatapnya dengan tatapan kecemasan, "Kak Kahfa..." lirihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."