[8] QABIL DIHIDUP PANGERAN KAHFI

878 77 7
                                    


Kata cinta dalam Al-Qur’an muncul dilebih dari 90 tempat, tapi menariknya ia tidak mendefinisikan kata cinta, tapi berbicara tentang konsekuensi pertama dari cinta, yaitu komitmen.
__Syaikh Yassir Fagaza__

***

          “Pangeran Kahfa, ada kabar dari Rabbani,” kata Rendra sambil menyerahkan sepucuk surat. Pangeran Kahfa yang baru saja keluar dari kapal langsung menghampirinya dan meraih surat yang terbuat dari kulit sapi tersebut. Dahi Pangeran Kahfa membentuk lipatan halus—tepatnya ekspresi bingung. “Maksudnya apa ini? Perjanjian Tharab diperpanjang? Perang dihapuskan? Dan semua ini tanpa perundingan? Mereka memutuskan secara sepihak, berapa pemuda yang dikirim ke meja perundingan?” berondong Pangeran Kahfa—Rendra justru yang merasa menjadi pelampiasan pertanyaan Pangeran Kahfa hanya menggeleng—dia juga tidak tau apa-apa.

          “Ada surat lagi, Rendra,” teriak salah satu awak kapal. Rendra segera mengambil dan membukanya.

          “Hah? Shafaq mengirim surat, Pangeran—

          “Mana?!”

          “Aku bergurau, Pangeran. Ini surat dari Kahfi,” kata Rendra sambil tertawa pelan melihat tingkah Pangeran Kahfa yang tadinya antusias kini berubah menjadi ekspresi datar.

          “Rasulullah tidak mengajarkan bercanda dengan berbohong, saya tidak suka,” ucapnya dengan nada ketus. Rendra mengangguk paham dan menyerahkan surat itu pada Pangeran Kahfa.

          Pangeran Kahfa membaca dengan teliti tiap-tiap kata yang Kahfi tulis, sesekali kepalanya mengangguk tanpa paham.

          “Tharab rupanya punya strategi baru, tapi jangan khawatir, Kahfi juga telah mengatur strategi baru.”

***

          Hari ini suasana kerajaan tampak ramai dengan wanita-wanita yang mulai menyiapkan masakan untuk acara makan malam dua kerajaan. Putri Fatonah yang menjadi bintang utama dalam acara makan malam kali ini tak ada henti-hentinya mengumbar senyum sembari mencoba gaun yang akan ia kenakan nanti malam.

          Tok...tok...tok...

          Perhatian Putri Fatonah teralih pada ketukan pintu kamarnya, dengan masih mengenakan gaun, Putri Fatonah mencoba membukakan pintu dan langsung tersenyum saat yang mengetuk pintu adalah Pangeran Kahfi.

          “Ada apa, Pangeran Kahfi?” tanyanya dengan nada cerianya. Tampaknya Putri Fatonah benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

          “Aku ingin berbicara denganmu,” jawab Pangeran Kahfi dengan nada dingin yang membuat siapa saja yang mendengarnya sudah pasti merinding.

          “Boleh, mau dimana?” tanyanya kalem.

          “Lapangan memanah.”

***

          Setelah mengganti pakaiannya, Putri Fatonah menginjakkan kakinya menuju lapangan memanah. Di sini  ada banyak sekali papan-papan sasaran panah dan di sisi kanan lapangan ada kandang kuda, biasanya Putri Fatonah akan kesini jika ingin membersihkan kandang dengan para dayang lainnya.

          Tak lama Putri berjalan, matanya menangkap Pangeran Kahfi tengah duduk di atas batu yang besar dan duduk membelakanginya.

          Langkahnya ia bawa seringan kapas menuju Pangeran Kahfi dan memosisikan dirinya di sebelah sang kakak. Pangeran Kahfi terus saja diam hingga membuat Putri Fatonah merasa canggung sendiri untuk memulai pembicaraan.

Kerajaan RabbaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang