Jika kamu masih bingung akan apa setelah menikah, tandanya kamu belum tau apa itu tujuan pernikahan.
***“Kita harus cepat nikahkan Fatonah, sebelum berita pembatalan pernikahan ini tersebar, Kahfa.” Pangeran Kahfa hanya diam menanggapi saran sang ayah.
“Tidak usah terburu-buru, ayah. Lagipula yang menanggung aib disini bukan Fatonah, tapi Pangeran Yusuf, bisa-bisanya dia membunuh Haula disaat seperti ini. Ini memang jalannya Allah untuk menunjukkan topeng si Pangeran itu. Tidak ada yang dipermalukan, ayah,” jelas Pangeran Kahfa sembari menatap air muka sultan Sulaiman yang terlihat sendu.
“Aku hanya tidak ingin Putriku sedih,” ucapnya lirih.
“Aku mau menikahkan Rendra untuk Fatonah, boleh?” tanya Pangeran Kahfa lembut.
“Rendra? Tapi dia—
“Ayah, dia tetap orang kerajaan bahkan dialah orang yang paling dekat denganku. Aku tau sikapnya luar-dalam.”
***
Tak.
Tepat sasaran.
Shafaq menyudahi latihan memanahnya dan beristirahat di sebuah gubuk kayu di dekat situ. Memanah adalah salah satu pelampiasan kekesalan dan penghibur paling mujarab baginya. Setidaknya dapat menghilangkan pikiran itu sesaat. Dalam hati Shafaq terus berkata; bagaimana caranya agar aku bisa lepas dari semua ini. Aku benar-benar muak dengan cara abi menyatukan rumah kami.
“Shafaq, Ummu Rumaisha menyuruhmu mengantar bunga untuk acara kerajaan.” Shafaq menoleh ke sumber suara kemudian mengangguk singkat. Tanpa pikir panjang ia beranjak dari tempatnya dan menggiring kudanya untuk ke rumah—mengambil bunga—kemudian memacu kuda untuk memenuhi amanah sang ibu.
Di tengah-tengah perjalanannya Shafaq benar-benar tidak melihat-lihat sekitar. Sampai tak sengaja kudanya menyandung badan kuda yang tergeletak di jalan, kudanya cukup kaget hingga menimbulkan suara khas kuda dan mengangkat bagian depan badannya—membuat Shafaq hampir terjatuh dari atas kuda itu.
Shafaq menghentikan kudanya dan berbalik arah melihat kuda yang tergeletak di jalanan itu. Kuda itu berwarna coklat dan terlihat sangat terawat—sudah dipastikan itu kuda kerajaan.
“Pangeran Kahfa!?” pekiknya saat melihat tubuh pria itu di semak-semak, tidak pingsan namun terlihat sekali ia menahan sakit. Shafaq lebih dulu menolong kuda dan merobek bagian bawah jubahnya untuk membalut luka pada kaki kuda itu.
“Akh.” Shafaq menoleh ke Pangeran Kahfa yang mencoba duduk, Shafaq membiarkan sampai laki-laki itu duduk dengan sempurna. Tidak ada yang terluka, tapi sepertinya dia sangat kesakitan.
“Duh, kakiku,” rintihnya sembari memegangi pergelangan kakinya yang membengkak.
“Kamu terkilir, aku akan ke istana dan memanggil pengawalmu. Jangan cemas, tahan sakitnya. Aku hanya sebentar,” jeda sejenak, Shafaq kembali ke kudanya dan mengambil setangkai mawar hitam. “Ini, kamu harus tenang,” Shafaq meletakkan mawar hitam itu di dekat Pangeran Kahfa, setelah Shafaq telah memacu kudanya secepat kilat.
“Secemas itu?” Pangeran Kahfa tersenyum, seolah berkata; musibah membawa berkah.
Shafaq turun dari kudanya dengan tergesa dan menghampiri salah satu petugas kerajaan yang tengah berlatih perang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."